SURYA.CO.ID, BANGKALAN – ‘Seburuk apapun kita sebagai orang tua, mereka akan selalu siap menjadi anak-anak terbaik generasi bangsa’.
Begitulah ungkapan pertama kali yang terlontar dari mulut perajin batu akik, Muallam (43), begitu mengetahui upaya pengajuan beasiswa anaknya, Husni Mubarok (18) melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah tidak membuahkan hasil.
Husni, warga Desa Lantek Timur, Kecamatan Galis, Kabupaten Bangkalan dinyatakan lulus Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) 2024 di Universitas Trunojoyo Madura (UTM).
Perasaan bangga, haru, dan was-was pun seketika menjalari seluruh nadi Muallam yang berpenghasilan tidak menentu dari hasil membuat dan menjual batu akik.
Bahkan untuk memiliki sebuah mesin gerinda duduk, ia harus memodifikasi mesin pompa air bekas.
“Saya memberanikan diri menuliskan angka 500 ribu rupiah per bulan dalam kolom pernyataan profil ekonomi keluarga untuk kebutuhan UKT (Uang Kuliah Tunggal),” ungkap bapak dengan dua anak itu saat menerima SURYA.co.id di rumahnya, Minggu (7/7/2024) sore.
Bagi Muallam dengan latar pendidikan lulusan SMP dan tinggal di pelosok Kabupaten Bangkalan, lingkungan pembelajaran di perguruan tinggi dengan berbagai kebutuhannya merupakan perihal yang awam.
Ia mengaku tidak mengetahui secara pasti berapa selanjutnya besaran biaya kuliah yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan anak saya lulus sebagai sarjana.
Namun ia tetap bertekad memberikan ruang seluas-luasnya kepada putra sulungnya, Husni hingga meraih gelar sarjan meski tanpa beasiswa KIP.
“Alhamdulillah, anak saya (Husni) diterima di UTM. Kemarin itu saya mengajukan KIP ke UTM tetapi tidak diterima, tidak apa-apa, tidak masalah diterima dengan UKT sebesar Rp 2.250.000. Saya tetap berusaha hingga anak jadi orang sukses, semoga dengan saya bekerja seperti ini, anak saya tetap bisa lulus bahkan bisa melanjutkan ke S2,” tegas Muallam.
Menurutnya, suatu pekerjaan hanyalah sebatas syarat bagi setiap insan manusia dalam berusaha menjemput rezeki yang telah ditentukan Sang Pencipta.
Begitu juga dengan takdir Husni diterima di UTM dengan memilih prodi Psikologi.
“Setiap anak terlahir dengan rezekinya, saya berjualan akik karena hobi semenjak menginjak dewasa. Ke sana kemari mencari batu-batu kerikil, kemudian saya potong untuk dibuat cincin. Alhamdulillah bisa laku 30 ribu rupiah hingga 50 ribu rupiah,” pungkasnya.
Setelah mengikuti wisuda di Madrasah Aliyah Plus Nurul Ilmi, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, Madura, Husni Mubarok lebih banyak membantu pekerjaan Muallam di rumah. Karena sejak lulus SD, Husni lebih banyak menghabiskan waktu di pesantren.
“Ayah hanya bilang, lanjutkan saja kuliah psikologi meski beasiswa KIP tidak diterima. Harapannya bisa lanjut sampai jenjang magister,” singkat Husni.