TRIBUNBANTEN.COM - Sabarto Saleh mulai mengeksekusi lahan dan kedai Durian Jatuhan Haji Arif (DJHA) yang berlokasi di Kecamatan Baros, Kabupaten Serang, Minggu (7/7/2024).
Proses eksekusi dilakukan pasca terbitnya putusan Pengadilan Tinggi (PT) Banten Nomor 122/PDT/2024/PT.BTN, tertanggal 4 Juli 2024.
"Kita mepertahankan hak kami (Sabarto Saleh)," kata Kuasa Hukum Sabarto Saleh Afdil Fitri Yadi.
Sabarto Saleh Didugat ke PN Serang
Atma Wijaya, anak dari pengelola Durian Jatohan Haji Arif (DJHA) menggugat Sabarto Saleh ke Pengadilan Negeri atau PN Serang.
Sabarto saleh yang merupakan pemilik dan pemodal DJHA, digugat dengan materi surat wasiat yang dibuat oleh almarhum H Arif pada tahun 2009.
Kemudian penggugat menganggap, sertifikat tanah untuk lahan DJHA atas nama Sabarto Saleh disebut tidak sah.
"Tergugat (Sabarto Saleh) digugat pada 8 Agustus 2023. Nanti saya kasih keterangan ketika sudah putusan," kata kuasa hukum Atma Wijaya, Alimsyah di PN Serang, Rabu (13/3/2024).
Sabarto Saleh Lapor ke Polda Banten
Sabarto Saleh melaporkan pengelola kedai ke Subdit III Jatanras Polda Banten.
Mereka yang dilaporkan berinisial NC, AW, DF, AN, SM dan AP. Satu diantara yang dilaporkan merupakan anak dari pengelola DJHA, yaitu AW.
Alasan Sabarto Saleh melaporkan keenam orang tersebut karena telah melakukan perusakan pada pagar kedai DJHA.
Menurut Sabarto, pada 2 November 2023 pihaknya melakukan pemagaran. Namun secara bersama-sama ke enam orang itu melakukan perusakan.
"Hari itu juga saya laporkan, dan informasi dari penyidik bawa ke enam orang jadi tersangka," kata Sabarto kepada TribunBanten.com melalui pesan instan, Jumat (15/3/2024).
Sabarto menjelaskan, penyidik juga telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejati Banten pada 6 Desember 2023.
"Mudah-mudahan kepolisian segera menuntaskan kasus ini, agar tidak ada yang semena-mena pada hak orang lain," ujar dia.
Pertahankan Hak
Kisah Sabarto Saleh ini bermula ketika dia membeli lahan yang kini jadi kedai DJHA dari Haji Agus Juhra pada tahun 2005. Saat itu, Sabarto Saleh berniat membangun kedai durian di wilayah Baros.
Kemudian pensiunan pegawai BUMN ini, mengajak Haji Arif untuk mengelola kedai tersebut dengan perjanjian keuntungan dibagi dua. Haji Arif 50 persen, Sabarto Saleh 50 persen.
Tak butuh waktu lama, kedai yang dikelola oleh Haji Arif itu mengalami kemajuan yang pesat. Bahkan hingga sekarang namanya cukup dikenal.
"Luar biasa kedai itu maju pesat, bahkan saya menerima setoran keuntungan setiap bulan 20 juta sampai 30 juta," ujar dia.
Namun bintik-bintik sengketa lahan terjadi ketika Haji Arif meninggal dunia pada tahun 2015. Puncaknya tahun 2021, saat ahli waris Haji Arif bernama Aat Atmawijaya menunjukkan surat wasiat.
Surat wasiat tersebut diklaim dibuat oleh Haji Arif pada tahun 2009. Di dalam surat wisiat disebutkan bahwa seluruh harta atas nama DJHA harus dihitung, kemudian dibagi dua dengan Aat Atmawijaya.
Selain itu, dalam surat wasiat tersebut Sabarto Saleh yanb merupakan warga Jakarta diminta untuk keluar dari DJHA atau meninggalkan usaha tersebut.
"Saya menduga surat wasiat itu palsu. Surat itu dibuat tahun 2009 tetapi materai tempel yang digunakan terbitan tahun 2014 berdasarkan Dirjen Pajak," ujar dia.