TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Warga Solo Jawa Tengah harus mulai hemat air.
Pasalnya, krisis air saat ini melanda sejumlah daerah di Indonesia tak terkecuali di Jawa Tengah.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahkan memaparkan ketersediaan air dan kebutuhan air di Jateng yang tak lagi seimbang.
KLHK memaparkan fakta itu berdasarkan pendataan ketersediaan air KLHK di Jateng pada 2024.
Disebutkan jika ketersediaan air di Jateng mencapai 31 miliar kubik pertahun.
Sedangkan penggunaan air di Jateng pada 2024 di angka 32,7 miliar kubik pertahun.
Kondisi tersebut juga ditanggapi Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam KLHK, Tasdiyanto saat berkunjung ke Kota Semarang beberapa waktu lalu.
Dia mengakui jika penggunaan air di Jateng lebih banyak ketimbang ketersediaannya.
"Kondisinya memang seperti itu, lebih banyak pengguna daripada ketersediaan airnya," ucap Tasdiyanto kepada Tribujateng.
Melihat dari kondisi tersebut, pendatan sumber air terus dilakukan oleh Pemprov Jateng.
Hal itu dilakukan untuk mengetahui potensi sumber air yang ada di 35 kabupaten kota di Jateng.
Selain itu, pemaksimalan potensi sumber air juga bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dikatakan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga dan Cipta Karya (DPUBMCK) Provinsi Jateng, Hanung Triyono, Progam jelajah air akan digencarkan.
Ia juga berujar DPUBMCK memiliki tugas menyediakan air baku dan air bersih.
Sedangkan jelajah air sebagai sistem pendataan potensi sumber air di Jateng.
"Jateng sangat luas kalau tidak punya sistem khusus untuk mendata sumber air pastinya repot," ucapnya saat ditemui Tribunjateng.com di kantornya, Jumat (5/7/2024).
Hanung mengatakan, nantinya Pemda di 35 kabupaten kota akan mengisi data sumber dan potensi air masing-masing daerah.
Dari pendataan tersebut, Hanung berharap bisa memetakan potensi air dan wilayah yang kekurangan air bersih.
Ia juga menjelaskan potensi sumber air di Jateng cukup banyak, seperti air permukaan, hingga air bendung, embung dan sumur.
"Misalnya ada sumber yang belum termanfaatkan bisa dimaksimalkan dan hal tersebut bisa mengoptimalkan sumbe air di Jateng untuk masyarakat," imbuhnya.
Terjadinya tidak seimbang antara ketersediaan dan penggunaan air di Jateng dikarenakan beberapa hal.
Mengutip data dari Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam KLHK, Tasdiyanto, area tutupan lahan hutan di Jateng pada 2024 tinggal 18,91 persen dari total luas daratan yang mencapai 32,5 ribu kilometer persegi lebih.
Jika dihitung, area tutupan hutan di Jateng hanya 5,7 ribu kilometer persegi, sisanya adalah areal penggunaan lahan di luar tutupan lahan hutan yang mencapai 81,06 persen atau 26,8 ribu kilometer persegi lebih.
Tak hanya itu, areal lahan kritis dan sangat kritis di Jateng mencapai 733,4 hektar.
Kondisi tersebut membuat ketersediaan air tak bisa mensuplai kebutuhan air untuk seluruh wilayah Jateng.