Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (PT GA), Emirsyah Satar, dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar terkait kasus pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600. Jaksa juga menuntut Emirsyah membayar uang pengganti USD 86.367.019 (setara Rp 1,4 triliun)

"Menjatuhkan pidana tambahan kepada Emirsyah Satar untuk membayar uang pengganti sebesar USD 86.367.019," kata jaksa saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2024).

Jaksa mengatakan harta benda Emirsyah dapat dijual dan dilelang untuk membayar uang pengganti tersebut. Namun, jika harta benda Emirsyah tak mencukupi untuk membayar uang pengganti itu, diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun.

"Dalam hal jika Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dijatuhi pidana penjara selama 4 tahun," kata jaksa.

"Atau apabila Terdakwa membayar uang pengganti yang jumlahnya kurang dari kewajiban pembayaran dari uang pengganti, maka jumlah uang pengganti yang dibayarkan tersebut akan diperhitungkan dengan lamanya pidana tambahan berupa pidana penjara sebagai pengganti kewajiban membayar uang pengganti," tambahnya.

Jaksa meyakini Emirsyah Satar melanggar Pasal 2 ayat (1) Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer jaksa penuntut umum.

Dalam kasus ini, Emirsyah Satar didakwa melakukan korupsi terkait pengadaan pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600. Jaksa menyebut total kerugian negara melalui PT Garuda Indonesia akibat perbuatan Emirsyah sebesar USD 609 juta.

"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri Terdakwa Emirsyah Satar atau memperkaya orang lain, yakni Agus Wahjudo Hadinoto Soedigno, Soetikno Sedarjo, atau memperkaya korporasi, yaitu Bombardier, ATR, EDC/Alberta sas, dan Nordic Aviation Capital Pte, Ltd (NAC), yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara Cq PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, seluruhnya sebesar USD 609.814.504," kata jaksa saat membacakan dakwaan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (18/9/2023).

Total kerugian negara senilai USD 609 juta jika dirupiahkan senilai lebih dari Rp 9 triliun dengan kurs rupiah saat ini. Jaksa menyatakan Emirsyah Satar tanpa hak menyerahkan rencana pengadaan armada (fleet plan) PT Garuda Indonesia ke Soetikno Soedarjo. Padahal rencana pengadaan itu merupakan rahasia perusahaan.

Jaksa mengatakan Emirsyah melakukan persekongkolan untuk memenangkan Bombardier dan ATR dalam pemilihan pengadaan pesawat. Padahal jenis pesawat Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 tak sesuai dengan konsep bisnis PT Garuda Indonesia.

Baca Lebih Lanjut
Emirsyah Dituntut 8 Tahun Penjara di Kasus Pengadaan Pesawat 609 Juta Dolar AS
Detik
4 Bulan di Penjara, Apa Kabar Kelanjutan Tiga Tersangka Kasus Korupsi Bank Plat Merah di Sumenep ?
Januar
Hakim Perintahkan Jaksa Hadirkan Kepala BPJT di Sidang Kasus Korupsi Tol MBZ
Detik
Turis China Curi Uang di Pesawat, Ngaku Hanya Punya Satu Ginjal
Detik
Kasus Korupsi BTS, Bos Madura United Cuma Dihukum 2,5 Tahun Penjara, Kembalikan Rp 40 M dan Menyesal
Ravianto
4 Terdakwa Kasus Korupsi Tol MBZ Saling Bersaksi Selasa Pekan Depan
Detik
Pesawat Kepulangan Jemaah Haji Delay 12 Jam, Bos Garuda: Kita Sediakan Hotel
Sindonews
Hutama Karya Tegaskan Kasus Korupsi Tanah Bukan di Proyek Tol Trans Sumatera
Detik
2 Terpidana Kasus Korupsi Retribusi Pasar SAD di Berau Kaltim Terancam Dimiskinkan
Budi Susilo
Ada Pungli Besar Warga di Sekitar RPTRA Kalijodo Harus Bayar Rp 5000 Tiap Melintas Naik Motor
Uje