SURYA.CO.ID, JEMBER - Perajin tusuk sate di Jember, Jawa Timur (Jatim), merasakan berkah menjelang Hari Raya Idul Adha 1445 Hijriah/2024.
Bagaikan tertimpa durian runtuh, Guntur Rahmatullah pelaku Industri rumahan yang berada di Dusun Kerajan Tengah, Desa Curahlele, Kecamatan Balung, Jember itu kewalahan melayani pesanan sejak dua minggu mendekati Hari Raya Kurban.
Sejak dua pekan terakhir, permintaan konsumen terhadap tusuk sate meningkat drastis, naik hingga 200 persen lebih.
Pantauan di lapangan, pemuda berusia 30 tahun tersebut nampak sibuk mengumpulkan tusuk sate di pelataran rumahnya, usai dijemur beberapa jam di bawah sinar matahari, Sabtu (8/6/2024).
Setelah itu, Guntur Rahmatullah membawa bambu yang telah dipotong kecil ini ke mesin khusus untuk proses pemolesan guna menghilangkan serabut di tusuk satenya.
Setelah dipoles, Guntur mengambil kembali ribuan tusuk sate itu untuk ditimbang.
Setelah proses itu dilalui, Guntur pun mulai memasukan tusuk sate ke dalam plastik kemasan. Terhitung setiap bungkusnya rata-rata diisi 125 tusuk.
"Pada Idul Adha ini permintaan tusuk sate meningkat mencapai 200 sekian persen. Karena saat hari bisa, dalam seminggu itu saya hanya mengirim 500 kilogram atau 5 kuintal tusuk sate," ungkap Guntur.
Namun pada dua minggu pertama pada bulan haji tahun ini, dia mengaku telah mengirim tusuk sate sebanyak 3,5 ton ke konsumen yang berada di Kawasan Jember, Banyuwangi, Situbondo Bondowoso dan beberapa daerah lain di Jawa Timur.
"Jadi satu minggu pada Idul Adha ini, ada 1 ton lebih 750 kilogram tusuk sate yang telah diorder sama pembeli," katanya.
Guntur mengungkapkan, selain menyasar pedangang pasar tradisional. Konsumen tusuk sate itu juga dari kalangan pemilik warung angkringan, sebab barang ini tidak hanya untuk menusuk daging saja.
"Karena tusuk sate saya ini bukan hanya digunakan untuk sate saja. Tetapi juga digunakan untuk jajanan seperti cilok, telur gulung dan sosis di angkringan. Karena mereka gunakan stik kan, nah stiknya itu dari tusuk sate bambu ini," jelasnya.
Menurutnya, banjirnya orderan tusuk sate ini karena banyak orang membutuhkan barang tersebut untuk persiapan ketika momen penyembelihan hewan kurban.
"Sehingga para ritel pun turut memanfaatkan momen tersebut dan memesan ke saya. Kemudian mereka jual kembali ke pelanggannya," tutur Guntur.
Selain itu, Guntur mengaku juga memasarkan tusuk sate melalui platform digital. Sehingga konsumen dari luar kawasan Besuki Raya juga memesan dengan jumlah lebih besar.
"Ternyata ketika saya jual di marketplace, konsumen itu beli bukan satuan. Tetapi grosiran dengan ukuran satu karung. Di mana satu karung berisi 200 bungkus, dan satu bungkus berisi 125 biji tusuk sate," ucapnya.
Berkat pengunaan pemasaran digital, Guntur mengungkapkan, konsumen dari luar daerah yang memesan tusuk satenya rata-rata mereka dari swalayan besar.
"Untuk wilayah Jawa Timur kemarin, ada dari Surabaya, dan daerah Mataraman seperti Ngawi. Kemudian daerah Jawa Tengah itu ada Sleman, Magelang dan Jakarta Pusat. Setelah saya cek di marketplace, mereka buka perorangan, tetapi swalayan yang beli," ulasnya.
Guntur mengaku tetap membandrol harga Rp 2.500 untuk satu bungkus tusuk sate yang dijual secara online maupun offline. Meski menjelang Hari Raya Idul Adha ini banjir pesanan.
"Kami tidak menaikan harga, meskipun sekarang pesanan sedang naik drastis. Sementara untuk harga kiloannya, kami per kilonya Rp 15.000. Di mana satu kilo isinya kisaran 800 biji," tuturnya.
Dampak banjirnya orderan ini, Guntur mengaku kekurangan bahan baku bambu. Sebab, menjelang Idul Adha ini, berapa pun yang dijual pasti dibeli oleh konsumen.
"Seberapa banyak produksinya, pasti habis untuk saat ini. Sementara bahan baku yang kami gunakan adalah jenis bambu Lampar, karena daging bambunya tebal dan teksturnya lebih kuat ketimbang jenis bambu yang lain," Guntur menjelaskan.
Dia mengaku, sejauh ini hanya mengambil bambu di kawasan Kabupaten Jember dan Lumajang. Katanya, yang siap untuk dipanen secara bergiliran.
"Kami telah memesan bambu milik beberapa masyarakat. Jadi kami memesannya satu per satu, agar ada jeda dari satu titik ke titik lain. Sehingga ketika sudah di titik akhir, saat kembali ke titik awal bambunya sudah besar lagi," terangnya.
Sejak membuka industri rumahan tusuk sate pada 2017, Guntur mengaku telah mempekerjakan sembilan orang jadi pekerja borongan, mereka merupakan tetangga sekitar.
"Sembilan orang ini kerjanya di rumah masing-masing. Agar mereka bisa mengurus internal rumah tangga sambil mengerjakan tusukan sate," urai Guntur lagi.