TRIBUNBEKASI.COM, JAKARTA - Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada layanan BPJS Kesehatan, akan direalisasikan secara bertahap hingga 30 Juni 2025.
Aturan ini mendapat sorotan lantaran terkait besar kecilnya iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan.
Merespons hal itu Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Agus Suprapto memberikan gambaran soal tarif saat KRIS.
Ia menegaskan, sudah sejak lama BPJS Kesehatan menerapkan prinsip gotong royong, di mana orang kaya membayarkan orang miskin .
Selama 10 tahun terakhir, menurut Agus, BPJS telah banyak memberi manfaat kepada masyarakat dengan prinsip gotong royong.
"Kelas 1 yang gajinya di atas 12 juta wajib membayarkan yang miskin, di situlah prinsip membayarkan yang miskin. Yang kaya lebih banyak daripada yang miskin (bayar iurannya)," ujar Agus Suprapto di kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Jumat (17/5/2024).
Saat ini pihaknya berupaya mengambil data-data yang dibutuhkan agar hitungan iuran menjadi akurat dan pas.
"Rawat inap di rumah sakit Indonesia harus bagus, harus punya standar minimal," ungkap Agus.
Pihaknya akan terus bersama Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, maupun Kementerian Keuangan untuk mengevaluasi penerapan KRIS yang berjalan bertahap hingga 30 Juni 2025 nanti.
DJSN memastikan penentuan iuran tetap menggunakan prinsip gotong royong.
"Apakah nanti bentuk single, apakah yang lain, prinsip itu gotong royong harus dipegang. Iurannya tidak akan sama. Artinya, yang kaya tetap harus bantu yang miskin," tuturnya.
Saat ini sesuai aturan per 1 Januari 2024, iuran BPJS Kelas III adalah Rp35 ribu per bulan, kelas II Rp 100 ribu per bulan, kelas III Rp 150 ribu per bulan.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com