TRIBUNJATIM.COM - Tengah viral di media sosial curhat pemilik toko online soal ulah karyawan ekspedisi.
Di mana karyawan ekspedisi menjual kembali barang retur pemilik toko miliknya dengan harga murah.
Tak hanya barang miliknya, banyak barang returan yang juga dijual kembali.
Ekspedisi itu berada di daerah Pondok Aren, Tangerang, Banten.
Dalam unggahan Instagram brand toko online, @stuffcisy pada Minggu (24/8/2025), pemilik toko mengungkap protesnya.
"Pesan terbuka kepada @jntexpressid @jntpondokaren @jntexpresstangerang saya selaku owner dari brand stuffcisy,
Barang returan saya dijual oleh oknum karyawan jnt yang biasa pickup barang saya, dijual secara terang2 ke bberapa orang dan berkarung-karung tidak ada itikad baik dari pihak jnt-nya
Saya sudah mengubungi owner expedisi tersebut namun tidak ada respon baik sampai dengan hari ini," tulis akun Instagram itu, seperti dilansir dari Kompas.com.
Sebagai informasi, barang retur adalah barang cacat produk yang dikembalikan dari konsumen ke toko/penjual untuk diganti dengan barang baru yang lebih baik.
Barang retur ini biasanya diantarkan oleh tim ekspedisi ke pihak toko atau penjual.
Akun @stuffcisy menceritakan, pihaknya menemukan salah satu oknum menjual produk-produk miliknya dengan harga murah pada platform Live TikTok.
Dalam penjualan siaran langsung itu, satu produk milik toko Stuffcisy jual dengan harga Rp 115.000.
Padahal, produk tersebut memiliki harga asli senilai Rp 300.000.
Setelah mengetahui akun TikTok yang menjual produknya, pihak Stuffcisy langsung mendatangi oknum penjual tersebut.
"Kita coba kontak pemilik akun dan akhirnya kita datangi ke kediaman kakak tersebut, untuk meminta informasi dapat produk dari mana," tulis pihak Stuffcisy.
Menurut pengakuan penjual, produk Stuffcisy dibeli di ekspedisi J&T Express cabang Kebon Aren, Tangerang, Banten.
Penjual juga mengungkapkan, pihak ekspedisi menjual barang Stuffcisy seharga Rp 85.000 per produk.
Mengetahui harga yang sangat murah itu, oknum yang tidak mengetahui bahwa barang tersebut merupakan barang retur pun langsung membeli borongan, dengan total sekitar 350 produk.
Mirisnya, kata pihak Stuffcisy, tidak hanya produk Stuffcisy yang dijual pegawai ekspedisi J&T, tetapi juga produk-produk returan lain yang seharusnya dikembalikan ke penjual.
"Semua retur seller lain pun ditawarkan ke orang lain dengan harga murah dan pengakuan dari oknum karyawan ekspedisi ini adalah hal yang sudah biasa dilakukan," tulis akun Stuffcisy.
"Di dalam gudang kecil ini adalah bukti barang-barang retur seller yang tidak dikembalikan ke seller dan ditawarkan ke orang dengan harga murah, termasuk barang saya yang sudah banyak sekali mereka jual," tulis mereka.
Terkait masalah ini, Public Relations J&T Express, Febe Santoso mengatakan, pihaknya memandang serius laporan terkait dugaan penyalahgunaan barang retur pelanggan.
Menurutnya, praktik tersebut tidak sesuai dengan ketentuan perusahaan. Pelaku akan ditindak tegas apabila terbukti melakukan tindakan itu.
"Saat ini investigasi internal sedang dilakukan untuk memastikan penanganan sesuai aturan yang berlaku," ujar Febe saat dihubungi Kompas.com, Rabu (27/8/2025).
Ia menambahkan, pihaknya telah menugaskan tim internal untuk menelusuri alur proses retur yang dimaksud, termasuk memeriksa keterlibatan pihak-pihak terkait.
"Secara terpisah, pihak kami juga telah mengatur pertemuan dengan pihak Stuffcisy untuk memproses masalah lebih lanjut," kata dia.
Agar kasus serupa tidak terjadi, pihak J&T Express berkomitmen tetap menjaga kepercayaan pelanggan dengan memastikan setiap proses pengiriman berjalan sesuai standar operasional perusahaan.
Berita Lain
Seorang pekerja harian lepas mencuri data konsumen jasa ekspedisi Ninja Xpress.
Tak tanggung-tanggung, data yang ia curi sebanyak 10.000 identitas.
Pelaku dibayar Rp2.500 per identitas.
Data konsumen yang dicuri itu selama periode Desember 2024 hingga Januari 2025.
Mastermind atau otak di balik pencurian data ini adalah pria berinisial G yang saat ini berstatus buron atau masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
G meminta mantan kurir Ninja Xpress berinisial FMB untuk mendapatkan akses data konsumen jasa ekspedisi tersebut.
Karena tidak memiliki akses, FMB lantas meminta bantuan T, yang saat itu bekerja sebagai harian lepas di perusahaan.
“Dari data-data yang diambil, tersangka G yang DPO ini menjanjikan Rp 2.500 per data. Kalau ini sudah selesai nanti akan ada jilid berikutnya,” ujar kata Kasubdit III Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya AKBP Rafles Langgak Putra Marpaung, Jumat (11/7/2025), dikutip dari Kompas.com.
Dalam kerja sama tersebut, FMB mendapat bayaran Rp 1.000 per data, sedangkan T memperoleh Rp 1.500 per data.
Total, FMB mengantongi Rp 10 juta, dan T mendapatkan Rp 15 juta.
T memanfaatkan kondisi lengah karyawan yang mempunyai akses untuk mencuri data konsumen Ninja Xpress.
Untuk memanipulasi pencurian data konsumen, G mencetak sendiri resi pengiriman yang menyerupai milik Ninja Xpress.
Namun, resi tersebut tidak menyertakan logo resmi perusahaan.
“Yang kami temukan adalah dalam paket itu isinya kain-kain perca, sampah, atau koran-koran yang ditumpuk-tumpuk sehingga menjadi paket itu berat,” ujar Rafles.
“Kalau paket aslinya tetap ada dan tetap berproses untuk pengiriman kepada pelanggan. Jadi, pada akhirnya pelanggan tetap menerima paket aslinya,” kata Rafles.
Chief Marketing Officer (CMO) Ninja Xpress Andi Junardi Juarsa merasa prihatin atas keresahan yang dialami pelanggan.
Ninja Xpress tidak menoleransi pelanggaran privasi dalam bentuk apa pun.
“Setelah menemukan indikasi anomali akses terhadap data internal, kami segera menginvestigasi dan langsung melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian,” ujar Andi di Polda Metro Jaya.
“Ini membuktikan perlindungan konsumen dan keamanan data pribadi adalah tanggung jawab kita bersama,” lanjut dia.
Ninja Xpress juga berkomitmen memperkuat sistem keamanan dan manajemen internal guna mencegah kejadian serupa terulang.
Kini, FMB dan T sudah ditangkap oleh Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya.
Mereka dijerat dengan Pasal 46 juncto Pasal 30 dan Pasal 48 juncto Pasal 32 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.