TRIBUNSUMSEL.COM - Tita Delima (27), seorang perawat di Boyolali, digugat Rp120 juta oleh mantan perusahaan tempat kerjanya, di sebuah klinik gigi di Solo Baru pasca memutuskan resign.
Diketahui, Tita memutuskan resign dari pekerjaan sebagai perawat pada akhir 2024.
Adapun Tita memulai pekerjaannya di klinik gigi tersebut pada 2022 dengan kontrak dua tahun.
“Awal masuk saya hanya digaji Rp 20 ribu per hari selama masa percobaan satu bulan,” ujar Tita, Rabu (30/7/2025).
Setelah itu, ia menerima gaji sekitar Rp1,8 juta saat masa training, lalu naik menjadi Rp 2 juta, dan mencapai Rp 2,4 juta pada September 2023.
“Itu sudah termasuk tambahan Rp200 ribu karena ada penambahan job desk. Gaji itu untuk mencukupi kebutuhan saya dan keluarga. Saya tinggal bersama ibu dan kakak laki-laki. Ayah saya sudah meninggal,” jelasnya.
Tita mengaku memutuskan untuk resign karena merasa tidak nyaman dan ingin merintis usaha kecil-kecilan di bidang kuliner.
“Saya tidak pernah berniat melanggar kontrak atau merugikan siapa pun,” tegasnya.
Ia memutuskan resign pada Desember 2024, lebih awal dari waktu yang disepakati.
Pemilik klinik menyetujui keputusannya dan membebaskannya pada November 2024.
Namun, setelah keluar, gaji bulan terakhir tidak dibayarkan sebagai bentuk penalti.
Tita mulai berjualan kue rumahan, termasuk menerima pesanan dari Klinik Symmetry, yang kemudian memicu gugatan.
“Pasien mereka suka kue saya. Jadi saya hanya antar pesanan ke sana. Sama sekali bukan jadi perawat lagi, apalagi pegawai tetap,” katanya.
Klinik Symmetry sempat mempertimbangkan untuk merekrutnya, tapi membatalkan karena tahu Tita masih terikat perjanjian dengan tempat kerja lamanya.
Somasi hingga Gugatan di PN Boyolali
Masalah semakin memanas saat pihak klinik lama mengirimkan empat kali somasi ke Tita, sejak 27 April 2025.
Karena takut, Tita mengaku tidak menghadiri undangan somasi dan akhirnya menerima panggilan sidang dari Pengadilan Negeri Boyolali.
“Di sidang saya bilang ingin damai, saya mau minta maaf. Tapi mereka tidak mau karena katanya sudah terlanjur sakit hati,” ungkap Tita.
Ia menegaskan tidak bekerja kembali di bidang kesehatan gigi dan berharap semua bisa selesai secara damai.
"Saya hanya ingin hidup tenang, jualan kue. Tidak ada niat melanggar,” ucapnya.
Somasi Sampai 4 Kali
Kasus ini bermula pada 27 April 2025, saat perwakilan dari pihak klinik datang ke rumah Tita untuk menyampaikan somasi pertama.
Namun karena Tita tidak berada di rumah, ibunya yang menerima surat tersebut.
“Ibu saya bilang ketakutan setelah kedatangan mereka. Saya pun takut ke sana (klinik) karena khawatir diintimidasi atau disuruh tanda tangan dokumen lain,” katanya.
Setelah menolak datang pada somasi pertama, Tita kembali menerima somasi kedua, namun tetap memilih tidak menghadiri panggilan dengan alasan ia merasa tidak bersalah.
“Di somasi kedua saya sudah jelaskan, saya tidak bekerja sebagai perawat, tidak menandatangani kontrak baru, jadi tidak merasa perlu datang,” jelasnya.
Situasi serupa berulang di somasi ketiga dan keempat.
Pada somasi ketiga, Tita menolak menerima tamu karena sedang sibuk.
Sementara di somasi keempat, somasi disampaikan langsung oleh kuasa hukum pihak klinik, yang juga tak digubris karena Tita mengaku takut dan merasa tekanan terlalu besar.
Puncaknya, Tita menerima surat panggilan dari pengadilan.
Dalam sidang pertama, pemilik klinik tidak hadir sehingga ditunda.
Pada sidang kedua, pihak penggugat akhirnya hadir.
“Di sidang saya bilang ingin damai, saya mau minta maaf. Tapi mereka tidak mau karena katanya sudah terlanjur sakit hati,” ucap Tita.
Ia menegaskan tidak pernah berniat melanggar perjanjian.
Bahkan beberapa kali menolak tawaran dari teman-temannya untuk kembali bekerja di klinik gigi, karena sadar masih terikat dengan perjanjian lama.
“Saya ingin semuanya selesai secara damai. Saya enggak mau urusan ini jadi panjang. Ini hanya masalah sepele menurut saya, karena saya memang tidak berniat bekerja di bidang yang sama,” ujarnya.
Kini Tita berharap ada jalan damai dari permasalahan ini.
Ia hanya ingin fokus mencari penghidupan dengan berjualan kue dan kue rumahan, tanpa dibayangi ketakutan akan tuntutan hukum dari tempat kerjanya di masa lalu.
Ia digugat oleh bekas tempat kerjanya, sebuah klinik gigi di Solo Baru, sebesar Rp 120 juta hanya beberapa bulan setelah mengundurkan diri secara baik-baik.
Gugatan ini membuat Tita kecewa dan merasa diperlakukan tidak adil.
Di balik angka fantastis gugatan itu, tergugat mengungkap alasan mereka menuntut nominal sebesar itu.
Berdasarkan dokumen perkara yang diterima tergugat, gugatan tersebut terdiri dari dua komponen utama.
Pertama, Rp 50 juta sebagai pengganti gaji selama dua tahun masa kerja. Kedua, Rp 70 juta sebagai ganti rugi immateriil atas dugaan pelanggaran komitmen kerja.
"Dalam berkas perkara tertulis Rp 50 juta itu sebagai bentuk penggantian gaji selama dua tahun. Sisanya Rp 70 juta karena perusahaan merasa kecewa dan sakit hati karena Tita dianggap melanggar komitmen,” kata Co-Founder Symmetry, drg. Maria Santiniaratri, Rabu (30/7/2025).
Maria juga menyebut bahwa ada aturan tambahan di luar kontrak, termasuk kewajiban membayar kembali iuran BPJS Ketenagakerjaan jika pegawai resign sebelum kontrak selesai.
Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com