TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Siswi yang tinggal di Asrama di Pusat Layanan Sosial Griya Harapan Difabel (PPSGHD) Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, dipastikan tetap sekolah dan menjalankan aktivitasnya seperti biasa.
Hal itu diungkapkan Kepala UPTD PPSGHD, Dinsos Jabar, Andina Rahayu menanggapi dugaan pengusiran terhadap dua siswi dari asrama PPSGHD.
Dikatakan Andina, informasi di media sosial terkait siswi di SLBN A Pajajaran yang merasa diusir bahkan terancam putus sekolah dari tempat belajar itu, tidak benar.
"Kami pastikan tidak ada pengusiran. Para siswi akan tetap sekolah dan menjalankan aktivitas, hanya lokasinya yang akan dipindahkan," ujar Andina, Rabu (23/7/2025).
Menurutnya, siswa tersebut tidak diusir, tapi akan direlokasi dan digabung dengan penyandang disabilitas lainnya.
Kesepakatan itu, kata dia, sudah disampaikan sejak 15 Juli 2025 antara UPTD PPSGHD dan SLBN A Pajajaran.
Nantinya, kata dia, dua siswi SLB A Pajajaran ini akan bergabung untuk bersosialisasi dengan klien disabilitas lainnya dan penempatan akan diatur oleh Griya Harapan Difabel.
"Kesepakatan antara kedua belah pihak bahwa tidak ada kebijakan untuk pengusiran dan aktivitas belajar kedua siswi dipastikan akan tetap berlanjut," katanya.
Dikatakan Andina, selama 2024 aset bangunan Wisma Singosari yang digunakan oleh SLB A Pajajaran, tidak digunakan secara optimal dan sempat kosong hampir delapan bulan.
Pada 2025, Pusat Pelayanan Sosial Griya Harapan Difabel mengalami peningkatan jumlah klien sehingga membutuhkan lebih banyak fasilitas wisma untuk menampung para klien.
"Sehingga pengoptimalan bangunan dan kebutuhan para klien, maka wisma akan digunakan secara bersama-sama," ucapnya.
Sementara itu, terkait logistik dan kebutuhan dasar seperti makanan, Dinas Sosial menyatakan bahwa alokasi yang ada saat ini memang terbatas.
"Namun Dinas Sosial sedang mengkaji solusi jangka panjang demi menjamin kenyamanan dan hak seluruh penghuni," katanya.
Andina menjelaskan bahwa relokasi ini dilakukan agar wisma Singosari dapat digunakan sebagai panti rehabilitasi sosial bagi para disabilitas terlantar di panti.
Hal ini bertujuan meningkatkan kualitas layanan dan lingkungan yang lebih inklusif. Namun relokasi, kata Andina, tidak akan mengganggu aktivitas pembelajaran maupun kegiatan para siswi.
"Dengan tersampaikannya klarifikasi ini, masyarakat diimbau untuk tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang beredar. Semua pihak diharapkan dapat mendukung terciptanya lingkungan pendidikan inklusif yang harmonis, saling menghargai, dan bisa berjalan berdampingan," katanya.