Laporan Sinca Ari Pangistu
SURYAMALANG.COM, BONDOWOSO - Masyarakat di Kecamatan Sumberwringin, Bondowoso, Jawa Timur memiliki tradisi yang masih terus dilestarikan hingga saat ini.
Tradisi itu adalah ruwatan Nyonteng Kolbuk.
Itu merupakan bahasa Madura yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia, yakni meruwat sumber mata air.
Ruwatan dilakukan dengan mengubur kepala kambing di dekat sumber mata air.
Tradisi yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan yang berada di kaki Gunung Raung dari sisi Bondowoso ini, untuk menyampaikan rasa terima kasih pada Tuhan Yang Maha Esa.
Utamanya, rasa syukur atas sumber air dan untuk menjaga keberkahan mata air tersebut.
Nyonteng Kolbuk diawali dengan menyembelih kambing di pagi hari.
Kemudian, kepala kambingnya dikubur di sebuah lubang yang telah disiapkan di bawah pohon dekat sumber mata air.
Dalam proses mengubur kepala kambing, diawali dengan pembacaan doa-doa oleh tokoh adat setempat.
Usai itu, barulah kepala kambing dikubur. Lengkap ada ubo-rampe yang disiapkan oleh warga sekitar.
Sementara daging kambingnya, kemudian akan dimasak oleh para lelaki di desa.
Setelah masak akan dimakan bersama-sama seluruh warga. Sembari menunggu prosesi daging kambing dimasak.
Pasangan pengantin kemudian berjalan sambil diiringi musik tabuhan kejung.
Mereka berjalan menuju lokasi sumber matai air, untuk mengambil air kolbuk.
Selanjutnya, air kolbuk akan dibawa ke Gapura untuk diserahkan pada tokoh adat setempat.
Usai prosesi sakral. Berdatangan masyarakat sekitar yang telah mengarak Gunungan hasil bumi.
Ada tiga gunungan yang berisi sayur-sayuran, dan buah-buahan. Gunungan yang diarak setinggi 1,5 meter, dengan diameter 100 Cm.
Kepala Desa Sumberwringin, Dedi Hendriyanto menuturkan, ruwatan Nyonteng Kolbuk ini dilakukan setiap satu tahun sekali, tepatnya pada bulan Muharrom atau Suro.
Ini merupakan ritual sesepuh yang terus dilakukan hingga saat ini. Masyarakat percaya jika ruwatan tak dilakukan maka sumber mata air mengecil.
Kondisi ini, pernah terjadi dan berakibat fatal pada pertanian warga pada saat itu.
"Sehingga petani mengalami kesukitan bercocok tanam, dan petani bentrok berebut air," jelasnya dikonfirmasi Rabu (23/7/2025).
Ia menjelaskan, sumber mata air ini volumenya tak pernah mengecil selama ruwatan ini dilakukan.
"Malah kalau musim kemarau volume airnya tak mengecil," pungkasnya.