TRIBUNMADURA.COM - Kesedihan mendalam dirasakan oleh seorang ibu di Jawa Barat usai sang anak meninggal dunia.
Rasa sedih itu semakin menjadi-jadi setelah sang ibu mengetahui anaknya tewas karena dibully.
Curhatan itu menjadi sorotan publik setelah diunggah ke YouTube oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Menurut sang ibunda, kematian P (16) berkaitan erat dengan kasus bullying di sekolah.
P mengakhiri hidupnya setelah menjadi korban perundungan teman-teman sekelas bahkan dua gurunya.
DISCLAIMER! Artikel ini mengandung muatan yang bisa memicu kondisi emosi dan mental pembaca dengan tendensi bunuh diri.
Jika Tribunners merasa ingin mengakhiri hidup, mintalah bantuan pihak profesional seperti psikolog atau psikiater.
Anda tidak sendiri. LSM Jangan Bunuh Diri dapat menjadi teman berbicara.
Silakan hubungi LSM Jangan Bunuh Diri di nomor ini (021 9696 9293).
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Google News TribunMadura.com
Dugaan tersebut diungkap Fuji sembari menceritakan kronologi tewasnya sang putra secara mendadak pada Senin (14/7/2025).
Sebelum mendapati sang putra meregang nyawa, Fuji menyebut P memang sempat bercerita soal nasib mirisnya selama di sekolah.
Setelah masuk ke SMA, P mengalami perubahan sikap yang drastis.
Kata Fuji, putra sulungnya itu jadi sosok pendiam dan murung.
Padahal sebelumnya P adalah remaja ceria yang selalu menceritakan apapun ke ibunya.
Setelah ditelusuri oleh Fuji dan dari hasil curhatan P, ternyata P mengalami pembullyan sejak kelas 10.
Bukan cuma oleh teman sekelas, P juga bercerita bahwa ia dirundung oleh guru-gurunya.
"Dia dikucilkan di kelas, kalau asumsi saya, seperti guru juga mendukung juga. Jadi si anak saya itu sering dipermalukan di depan kelas oleh guru itu jadi contoh yang jelek di kelas lain," ujar Fuji Lestari, dilansir TribunnewsBogor.com dari tayangan Youtube Dedi Mulyadi, Jumat (18/7/2025).
"Dijadikan contoh yang jelek, contohnya bagaimana?" tanya Dedi Mulyadi heran.
"Kata (guru) itu si P mah enggak diurus sama orangtuanya. Itu di depan kelas pas pelajaran dia, itu di kelas 10.12. Kata teman-temannya," kata Fuji.
Bukan cuma satu guru, P saat masih hidup juga pernah bercerita bahwa ia sempat dihina oleh seorang guru fisika.
Kala itu P disebut sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK).
"Pernah juga (korban) dibilang, sama guru 'kamu tuh ABK?'. Karena dia (korban) salah rumus kalau enggak salah, enggak bisa mengerjakan. Katanya 'kamu ABK'," ungkap Fuji pilu.
Mendengar cerita tersebut, Dedi Mulyadi penasaran dengan sosok guru yang diduga merundung korban.
Fuji akhirnya mengungkap identitas guru tersebut.
"Gurunya siapa?" tanya Dedi Mulyadi.
"Yang bilang (korban) ABK mah guru Fisika. Kalau yang wali kelasnya mah bu Yulia guru bahasa Indonesia," imbuh Fuji.
"Dia (korban) paling ini (trauma) sama wali kelasnya," sambung ayah korban.
"Oh dia tuh seperti mengalami problem psikologi terhadap wali kelasnya?" tanya Dedi lagi.
"Iya, dia (korban) tiap ditanya enggak mau lagi ketemu bu guru itu lagi. Sakitnya tuh memang, kalau ngomongin ibu guru itu kayak marah," akui Fuji.
Bukan cuma asumsi, Fuji mengaku korban sebelum mengakhiri hidup memang pernah bercerita ke ibunya soal sosok guru yang merundungnya itu.
"(Korban) Ke ibu pernah cerita kenapa dia marah ke wali kelasnya?" tanya Dedi Mulyadi.
"Ceritanya itu setelah saya tahu pas h-2 pembagian rapot. Saya bilang 'kakak pindah sekolah'. Dia diam, sama saya ngobrol, baru dia cerita katanya sering bilangnya 'saya mah sering dijadikan contoh buruk, saya dipermalukan depan kelas'. Jadi di depan kelas tuh apa-apa salah," kata Fuji.
"Si ibu itu selalu terus memojokkan," sambungnya.
"Karena dianggap mengalami penurunan, ketertinggalan dalam pembelajaran, diduga gurunya tidak memotivasi malah menjatuhkan mentalnya," respon Dedi Mulyadi.
Terkait dengan dugaan ibu guru membully anaknya, Fuji mengaku pernah mengonfrontasinya secara langsung.
Namun saat bertemu dengan wali kelas anaknya, Fuji tak puas dengan respon sang ibu guru.
"Saya bilang ibu anak saya ini ada pembully-an, kan saya sering dipanggil ke BK semester 1 tapi enggak pernah menceritakan hal ini? kenapa ibu tidak bilang anak saya tuh mengalami hal seperti itu," imbuh Fuji.
"Ketika ibu bercerita tentang pembullyan, sikap wali kelasnya gimana?" tanya Dedi penasaran.
"Diam aja, jadi kayak gitu aja, enggak yang terlalu gimana," ujar Fuji.
Belakangan Fuji baru menyadari soal sikap tak baik wali kelas anaknya.
Kata Fuji, wali kelas putranya itu selalu abai dengan P.
"Kan anak saya waktu kelas 1 itu tipes dua kali. Yang satu kali itu sebulan lebih. Mereka (guru dan teman sekelas) tidak ada yang menengok sama sekali. Kata saya (ke wali kelas) 'ibu mah anak saya sakit sebulan aja enggak ada nengok padahal rumah sakitnya dekat dengan sekolah'. Katanya banyak kegiatan. Tapi udah tahu anak saya dikucilkan, kenapa ini enggak jadi momen temannya disuruh jenguk. Malahan temannya yang di kelas lain yang nengok, teman sekelas juga enggak," ungkap Fuji.
"Kata anak saya pas masuk lagi 'ditanyain enggak (setelah sakit dan sembuh)'. Katanya enggak ada. Kan biasanya kalau habis lama enggak masuk, teman-teman enggak nanyain. Tapi yang nanya mah anak-anak dari teater," sambungnya.
Sementara orangtua P mengurai dugaan perundungan putranya, pihak sekolah akhirnya buka suara.
Kepala sekolah SMAN 6 Garut, Dadang Mulyadi membantah dengan tegas isu pembullyan terhadap P.
Kata Dadang, P sejatinya tidak pernah dirundung di sekolah.
Dadang heran dengan asumsi yang dihembuskan oleh ibunda korban ke publik.
"Munculnya istilah pembullyan itu setelah anak tidak naik kelas," kata Dadang Mulyadi.
Lebih lanjut, Dadang mengurai dugaan penyebab P mengakhiri hidup yang bukan karena perundungan tapi tidak naik kelas.
Dadang menyebut P tidak naik kelas karena nilainya di tujuh mata pelajaran tidak memenuhi syarat.
"Orangtuanya (P) menerima bahwa anaknya tidak naik kelas, besoknya update status bahwa anaknya bernasib malang di sekolah. Kami juga tidak tahu maksudnya apa," pungkas Dadang.
Kasus bullying juga dialami oleh siswi berusia 15 tahun di Kota Depok, Jawa Barat.
Oz mendapat sejumlah tindak kekerasan dan menjadi bual-bualan temannya sendiri.
Tak cukup di situ, aksi bullying itu juga menjadi tontonan 500 orang.
RA, ibu Oz, tak menyangka hal itu menimpa putri tercintanya.
Hatinya remuk melihat anaknya ditampar, diinjak, dan dipukul.
RA lantas tak memberi ampun. Laporan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PAA) Satreskrim Polres Metro Depok pun sudah dia buat pada Selasa (8/7/2025) lalu.
Aksi tersebut sudah keterlaluan, menurutnya.
“Ya Allah saya mah nangis mulu, beneran saya kalo ngomongin kayak gini, saya ngenes,” kata RA.
“Saya mikir anak saya dipukul, diinjak kayak begitu, saya enggak terima banget beneran,” sambungnya, dikutip dari TribunnewsDepok.com.
Orang tua pelaku juga tak berinisiasi datang dan minta maaf pada Oz dan dirinya usai bullying terjadi.
Untuk itu, RA meminta kepada pihak kepolisian agar para pelaku dihukum berat karena sudah memebully anaknya.
“Saya gak terima anak saya digituin, saya gak mau diajak damai,” ujarnya.
Aksi perundungan ini lantas viral di media sosial usai pelaku menyiarkannya melalui live Instagram.
Ratusan orang telah menonton tindak kriminal itu.
“Mereka live streaming di Instagram yang nonton itu udah lebih dari 500,” kata RA kepada wartawan, Rabu (9/7/2025).
Dalam video yang diterima TribunnewsDepok.com, nampak seorang korban dirundung oleh beberapa rekan-rekannya.
Bahkan, mereka menggampar korban pada bagian wajah dengan keras sambil menertawakannya.
Tak berhenti di situ, para pelaku juga melecehkan korban dengan memaksanya berlutut sambil memohon ampun.
Saat berlutut di hadapan pelaku, leher korban juga diinjak hingga ia merintih kesakitan dan mencoba memberontak.
Kasi Humas Polres Metro Depok, AKP Made Budi membenarkan aksi perundungan yang disiarkan langsung melalui live Instagram tersebut.
Made menjelaskan, peristiwa tersebut terjadi di sebuah rumah wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok pada Sabtu (4/7/2025), sekira pukul 20.55 WIB.
Orang tua korban sudah membuat laporan ke Unit Perlindungan Anak dan Perempuan (PPA) Satreskrim Polres Metro Depok pada Selasa (8/7/2025).
“Orang tuanya sudah membuat laporan atas kasus tersebut dan saat ini juga masih dalam proses pemeriksaan,” kata Made di Mapolres Metro Depok.
Lebih lanjut, Made sempat menjelaskan dugaan sementara motif bullying tersebut.
Kata Made, aksi perundungan hingga berujung penganiayaan tersebut, diduga dipicu oleh urusan asmara.
Baca juga: Alasan Sekelompok Remaja Bully Pria Berekebutuhan Khusus, Video Jadi Bukti Aksi Jahat: Bercanda
Pasalnya, pelaku cemburu terhadap korban karena kekasihnya sering menghubungi dan mengajak bepergian.
“Ya diketahui kasus perundungan ini memang masih kami dalami terus, kenapa bisa sampai terjadi seperti itu,” kata Made di Mapolres Metro Depok, Selasa (8/7/2025).
“Namun dapat kami sampaikan kasus tersebut bermula dari cemburu ya terhadap seseorang yang dimana si pelajar ini merupakan salah satu kekasih dari si pelaku,” sambungnya.
Saat ini, kasus tersebut tengah ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Metro Depok.
-----