Laporan Wartawan TribunSolo.com, Anang Ma'ruf
TRIBUNSOLO.COM, SUKOHARJO - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jawa Tengah memberikan tanggapan terhadap data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Solo terkait rata-rata pengeluaran masyarakat per kapita.
Menurut data BPS, rata-rata pengeluaran per kapita atau per orang di Kota Solo pada tahun 2024 tercatat sebesar Rp1.702.139 per bulan.
Namun, SPSI menilai angka tersebut tidak mencerminkan realitas kehidupan buruh, khususnya yang memiliki tanggungan keluarga.
Ketua SPSI Jawa Tengah, Wahyu Rahadi, menilai data tersebut tidak relevan dengan kondisi di lapangan.
Ia menyebut angka pengeluaran tersebut mungkin bisa mencukupi bagi pekerja lajang, namun menjadi tidak realistis ketika buruh telah berkeluarga.
“Kalau kita bahas per kapita, pengeluaran Rp1,7 juta per bulan itu mungkin bisa mencukupi untuk pekerja lajang. Tapi bagi yang sudah berkeluarga, jelas tidak cukup,” ujar Wahyu kepada TribunSolo.com, Minggu (29/6/2025).
Wahyu lalu menguraikan perhitungan sederhana yang menggambarkan realita para buruh.
Jika seorang buruh lajang menerima Upah Minimum Kota (UMK) Solo sebesar Rp2,4 juta per bulan, maka setelah membayar sewa kos sebesar Rp500 ribu, tersisa Rp1,9 juta.
“Uang itu langsung terkuras untuk pengeluaran non makan. Kita hitung dulu dari pengeluaran non makan seperti listrik, air, bensin, dan lainnya. Anggap saja genap Rp1 juta untuk non makan,” jelasnya.
Sementara itu, untuk kebutuhan konsumsi atau makan sehari-hari, Wahyu memperkirakan angkanya bisa mencapai Rp1,5 juta per bulan, meskipun dalam kasus buruh lajang masih memungkinkan untuk dipenuhi secara pas-pasan.
“Tapi perlu digarisbawahi, apabila UMK itu digunakan oleh buruh yang sudah berkeluarga dan hanya bekerja sendirian tanpa bantuan penghasilan dari istri misalnya, maka jelas tidak cukup,” tegasnya.
Wahyu menegaskan pengeluaran non makan bisa mencapai Rp1,7 juta bagi keluarga kecil.
Itu pun belum lagi konsumsi untuk istri dan anak, maka mustahil upah minimum dapat mencukupi kebutuhan dasar yang sudah berkeluarga.
“Itu pun belum termasuk kebutuhan anak dan istri. Jadi bagaimana mereka bisa hidup layak?” tandas Wahyu.
Wahyu menambahkan, data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Solo pengeluaran Rp 1,7 Juta itu kemungkinan besar analisis dari per orangan atau buruh lajang.
(*)
(*)