TRIBUNJATENG.COM - Kisah pilu disampaikan Nenek Gelam seorang wanita suku Dayak yang kini sudah berusia 76 tahun.

Ia resah karena kini semakin sedikit generasi di bawahnya yang mau menerapkan identitas kebudayaan wanita dayak seperti tato dan telinga panjang.

Ia sendiri menyesal dulu memotong telinga panjangnya karena malu.

Kini yang tersisa hanya tato di tangannya.

Ia yang tinggal di Desa Pampang yang terletak di Kelurahan Sungai Siring, Kecamatan Samarinda Utara, Provinsi Kalimantan Timur tetap menarik banyak pelancong.

Tapi tidak semua melihat cerita pilu di balik panggung budaya. 

Di salah satu sudut desa, Nenek Gelam menyimpan kisah — tentang tato yang tidak lagi dibuat, telinga yang tidak lagi dipanjangkan, dan warisan yang tak lagi diwariskan.

Desa Budaya Pampang bukan sekadar kumpulan rumah, melainkan detak jantung kebudayaan suku Dayak Kenyah di Pulau Borneo.

Memasuki gerbang Desa Pampang, pengunjung seolah ditarik mundur ke masa lalu, disambut dengan ornamen ukiran khas Dayak yang megah, rumah-rumah adat berarsitektur unik, dan alunan musik sape’ yang menenangkan.

Desa ini menjadi mercusuar bagi pelestarian adat istiadat, tarian, musik, dan kerajinan tangan Suku Dayak Kenyah.

Desa Pampang hidup dengan pertunjukan tari-tarian tradisional yang memukau, menarik wisatawan domestik maupun mancanegara yang haus akan otentisitas budaya.

Namun, di balik kemegahan yang diperlihatkan, ada kisah-kisah pribadi yang merefleksikan pergulatan antara menjaga identitas dan menghadapi laju zaman.

Salah satu wajah yang paling menarik perhatian di Desa Pampang adalah Nenek Gelam.

Pada usianya yang telah menginjak 76 tahun, garis-garis keriput di wajahnya bercerita tentang panjangnya perjalanan hidup.

Namun, yang paling mencolok adalah tato Dayak Kenyah yang menghiasi tangan dan kakinya.

Bukan sekadar gambar, tato-tato itu adalah simbol, penanda status bangsawan dan kecantikan bagi perempuan Dayak Kenyah di masanya.

Ia mulai ditato sejak usia 16 tahun, sebuah tradisi yang kala itu menjadi kebanggaan dan identitas yang tak terpisahkan.

Nenek Gelam masih ingat betul, masa-masa ketika ia masih berkumpul dengan komunitasnya di kampung halaman lamanya, Long Nawan, Kalimantan Utara.

Saat itu, banyak perempuan Dayak yang bangga mengenakan tato dan memanjangkan telinga mereka dengan anting-anting pemberat.

Namun, kini, Nenek Gelam adalah salah satu dari sedikit yang tersisa, mungkin bisa disebut generasi terakhir yang masih mempertahankan tato leluhur tersebut.

Ada satu penyesalan mendalam yang ia simpan.

"Dulu, saat saya masuk ke kota, orang Dayak sering disebut-sebut makan manusia," kenang Nenek Gelam dengan nada getir pada Sabtu (21/6/2025).

Rasa malu dan stigma yang melekat pada saat itu mendorongnya untuk mengambil keputusan yang kini ia sesali: memotong telinga panjangnya yang khas Dayak.

Identitas visual yang begitu kuat, yang membedakannya dari orang lain, terpaksa ia korbankan demi menghindari cibiran dan pandangan negatif masyarakat kota.

Kisah Nenek Gelam tak berhenti di sana. Ia memiliki lima orang anak dan sepuluh orang cucu.

Ironisnya, tak satupun dari keturunannya yang meneruskan tradisi tato ataupun telinga panjang.

"Mereka malu untuk pakai itu lagi di zaman sekarang," ujar Nenek Gelam, suaranya sarat akan kekecewaan namun juga pengertian.

Bagi mereka, tradisi tersebut mungkin terasa kuno dan tidak relevan dengan kehidupan modern.

Padahal, bagi Nenek Gelam, hal itulah yang menentukan sebuah budaya dan tradisi, yang membentuk identitas diri seorang Dayak Kenyah.

Nenek Gelam adalah sejarah budaya yang hidup, sebuah aset yang berjalan di tengah modernisasi.

Kehadirannya di Desa Pampang bukan hanya sekadar individu, melainkan representasi dari sebuah era yang perlahan memudar.

Tato di kulitnya bukan hanya tinta, melainkan arsip hidup dari kepercayaan, status sosial, dan keindahan estetika Dayak Kenyah.

Telinga yang dulunya panjang, kini tinggal kenangan, menyimpan cerita tentang bagaimana tekanan sosial dapat mengikis warisan berharga.

Desa Budaya Pampang memang berupaya keras melestarikan kebudayaan Dayak. Tarian-tarian masih dipentaskan, alat musik masih dimainkan, dan kerajinan tangan masih dibuat.

Namun, pertanyaan besar muncul dari kisah Nenek Gelam: bagaimana dengan tradisi yang melekat pada tubuh, yang menjadi penanda fisik identitas?

Jika generasi muda merasa malu atau tidak lagi melihat relevansi untuk meneruskannya, akankah tradisi-tradisi tersebut hanya akan menjadi tontonan turis tanpa ruh yang hidup dari pewaris aslinya.

Kisah Nenek Gelam adalah pengingat bahwa pelestarian budaya tidak hanya berhenti pada pementasan atau pameran benda.

Ia adalah tentang pewarisan nilai, tentang menumbuhkan rasa bangga pada identitas leluhur di tengah generasi yang terpa modernisasi.

Desa Pampang berdiri sebagai benteng, namun di dalamnya, seperti Nenek Gelam, ada perjuangan pribadi yang tak terlihat untuk menjaga bara api tradisi agar tidak padam.

Mungkin, tantangan terbesar bagi Desa Budaya Pampang dan komunitas Dayak Kenyah bukanlah bagaimana menarik wisatawan, melainkan bagaimana menanamkan kembali rasa memiliki dan kebanggaan pada generasi muda terhadap warisan budaya yang tak ternilai harganya.

Nenek Gelam, dengan tato dan kisahnya, adalah sebuah monumen hidup yang tak boleh terlupakan, sebuah seruan bagi kita semua untuk merenungkan makna sesungguhnya dari identitas dan warisan di tengah pusaran zaman. (*)

Baca Lebih Lanjut
Punya Tubuh Bongsor, Ternyata Hiu Tak Punya Tulang Keras seperti Manusia
Detik
5 Fakta Pengantin Nangis Sesunggukan Gegara Merasa Ditipu Dekor, Kejadian H-1 Bikin 'Curiga'
Nur Indah Farrah Audina
Bayi 3 Bulan Meninggal Tertindih Lengan Ayah yang Meninggal Mendadak Karena Serangan Jantung
Galih permadi
Salut! Ojol Gratiskan Pesanan Makan Pelanggan yang Tak Punya Uang
Detik
Rutin Makan Sayur Cegah Pertumbuhan Uban, Ini Kata Peneliti
Detik
Demi Dapatkan Klub Baru, Antony Rela Potong Gaji
Detik
Ada Lubang Kecil di Telinga Anak hingga Muncul Benjolan, Kondisi Apa Itu?
KumparanMOM
Emiliano Martinez Disarankan Gabung Manchester United, Lee Sharpe: "Ia Seperti Schmeichel"
Pantau
Ilmuwan China Berhasil Bikin Jantung Manusia Berdetak di Tubuh Babi
Detik
Rachmat Irianto Pulang ke Persebaya Surabaya untuk Wujudkan Impian Bapak
Liga Olahraga