Eks Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) Jakarta, Iwan Henry Wardhana, didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 36.319.045.056,69 (Rp 36,3 miliar) dalam kasus dugaan korupsi penyimpangan anggaran kegiatan pada Dinas Kebudayaan Pemprov Jakarta.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut, Iwan didakwa melakukan perbuatannya itu bersama-sama dengan eks Plt Kabid Pemanfaatan pada Dinas Kebudayaan Pemprov Jakarta, Mohamad Fairza Maulana, dan pemilik EO GR-Pro, Gatot Arif Rahmadi.
Dakwaan tersebut dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (17/6).
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara," kata jaksa membacakan surat dakwaannya dikutip pada Rabu (18/6).
"Perbuatan terdakwa Iwan Henry Wardhana bersama-sama dengan saksi Mohamad Fairza Maulana dan saksi Gatot Arif Rahmadi mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 36.319.045.056,69 [Rp 36,3 miliar]," terang jaksa.
Terdakwa kasus dugaan korupsi penyimpangan anggaran kegiatan Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta 2022-2024 Gatot Arif Rahmadi, Iwan Henry Wardhana dan Mohamad Fairza bersiap mengikuti sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (17/6).<div  class=
Foto: Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO" class="ImageLoaderweb__StyledImage-sc-zranhd-0 kOaRZk">
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan korupsi penyimpangan anggaran kegiatan Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta 2022-2024 Gatot Arif Rahmadi, Iwan Henry Wardhana dan Mohamad Fairza bersiap mengikuti sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (17/6).
Foto: Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO
Jaksa menjelaskan, bahwa pada sekitar awal 2022, komunitas Bang Japar mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kebudayaan Pemprov Jakarta agar pelaksanaan kegiatan milad Bang Japar difasilitasi oleh Pemprov Jakarta.
Iwan kemudian menindaklanjuti permohonan ini dengan meneruskan disposisi kepada Bidang Pemanfaatan untuk diadakan pertemuan bersama komunitas dan calon vendor.
Pertemuan pun diadakan antara Iwan, Fairza, Gatot, serta perwakilan komunitas Bang Japar. Lalu, saat pertemuan tersebut, Fairza mengusulkan agar Gatot ditunjuk sebagai vendor. Hal itu pun juga disetujui oleh Iwan.
Usai pelaksanaan kegiatan milad Bang Japar selesai, Iwan kemudian meminta kontribusi dari Gatot. Dalihnya, untuk membantu dana operasional dinas.
"Sehingga, saksi Gatot Arif Rahmadi menyerahkan uang kepada Terdakwa Iwan Henry Wardhana sebesar Rp 50.000.000," kata jaksa.
Setelah pelaksanaan kegiatan itu, Dinas Kebudayaan Pemprov Jakarta pada 2022–2024 mengelola anggaran untuk kegiatan Pergelaran Kesenian Terpilih (PKT), Pergelaran Seni Budaya Berbasis (PSBB) Komunitas, dan keikutsertaan mobil hias pada acara Jakarnaval.
Iwan pun mengarahkan agar seluruh kegiatan PSBB Komunitas diserahkan kepada Gatot. Dengan kesepakatan bahwa Gatot akan memberikan kontribusi berupa uang untuk diserahkan kepada Iwan.
Selain kegiatan itu, Iwan juga menyerahkan kegiatan PKT dan Jakarnaval tahun 2023 kepada Gatot dengan kesepakatan yang sama. Iwan pun mengarahkan agar kegiatan PKT dan PSBB Komunitas tahun anggaran 2024 tetap dilaksanakan oleh Gatot.
Menindaklanjuti arahan itu, Fairza kemudian menyampaikan rencana anggaran biaya (RAB) yang berisi informasi pagu masing-masing komponen kepada Gatot.
Namun, dalam pelaksanaan acara PSBB Komunitas, Gatot dan Fairza bekerja sama merekayasa bukti pertanggungjawaban pengelolaan anggaran yang melebihi dari pengeluaran sebenarnya.
"Bahwa dalam pelaksanaan kegiatan PSBB Komunitas Tahun Anggaran 2022–2024 saksi Gatot Arif Rahmadi bekerja sama dengan saksi Mohamad Fairza Maulana untuk merekayasa bukti-bukti pertanggungjawaban pengelolaan anggaran yang melebihi dari pengeluaran yang sebenarnya," ucap jaksa.
"Sehingga, atas kelebihan pembayaran yang diperoleh dapat memenuhi kesepakatan untuk memberikan kontribusi berupa uang yang diserahkan kepada Terdakwa," papar jaksa.
Jaksa kemudian menerangkan bahwa Gatot Arif Rahmadi selaku Pemilik GR-Pro terlebih dahulu menentukan data sanggar yang akan digunakan dan dimintakan persetujuan kepada Fairza.
Tak hanya itu, Gatot juga membuat proposal seolah-olah dari pelaku seni atau sanggar, disposisi dan nota dinas dari Dinas Kebudayaan, surat permohonan dari Dinas Kebudayaan kepada sanggar, surat jawaban kesediaan dari sanggar, surat tugas dari Dinas Kebudayaan kepada pelaku seni atau sanggar, daftar hadir dan daftar honorarium, serta bukti foto-foto dokumentasi pelaksanaan kegiatan.
Kemudian, ia juga menyusun bukti pembayaran kepada pelaku seni atau sanggar fiktif dan membuat bukti pembayaran honorarium yang melebihi dari pembayaran yang sebenarnya (markup).
Tak hanya itu, foto dokumentasi pun juga disusun tidak sesuai dengan pelaksanaan kegiatan melalui proses editing foto. Lalu, bukti pembayaran sewa peralatan acara juga disusun dengan nilai lebih besar dibandingkan yang sebenarnya.
"Kemudian diserahkan datanya kepada Dinas Kebudayaan untuk diproses seolah-olah telah mengikuti proses pengadaan langsung dan ditunjuk sebagai pelaksana kegiatan sesuai dengan arahan saksi Mohamad Fairza Maulana," papar jaksa.
Tak hanya itu, penyimpangan pelaksanaan kegiatan secara fiktif juga dilakukan oleh para terdakwa untuk kegiatan PKT secara swakelola.
Dalam pelaksanaan kegiatan itu, Fairza memerintahkan saksi AA Rukanda Hadipriana untuk merekayasa bukti-bukti pertanggungjawaban pengelolaan anggaran, dengan cara menambahkan komponen tampilan yang sebenarnya tidak digelar (fiktif) dan/atau menaikkan pembayaran honorarium pelaku seni yang secara riil melaksanakan pentas melalui markup biaya pembayaran honorarium.
Kemudian, bukti pendukung lainnya seperti daftar hadir, biodata, dan dokumentasi foto kegiatan agar seolah-olah pelaku seni tampil dalam kegiatan PKT disiapkan oleh staf Bidang Pemanfaatan. Sementara itu, stempel kuitansi tanda terima menggunakan stempel sanggar palsu.
Fairza juga disebut memerintahkan saksi AA Rukanda Hadipriana untuk membuat bukti pertanggungjawaban PKT Dinas Kebudayaan Jakarta secara swakelola atas komponen tampilan yang sebenarnya tidak digelar.
"Dengan menggunakan dokumen pelaku seni atau sanggar yang sebelumnya pernah digunakan untuk pertanggung jawaban kegiatan PKT yang lain atau dengan cara meminjam identitas pelaku seni," tutur jaksa.
Pembayaran honorarium kepada pelaku seni fiktif yang telah dimarkup, kata jaksa, juga digunakan untuk mencairkan anggaran kegiatan PKT secara swakelola Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2022-2024.
Kemudian, jaksa menjelaskan bahwa selisih pembayaran yang dikembalikan oleh pelaku seni dari pelaksanaan dan pertanggung jawaban kegiatan PKT secara swakelola Tahun Anggaran 2022–2024 digunakan untuk kepentingan pribadi Iwan, Fairza, dan Ni Nengah Suartiasih serta pejabat Dinas Kebudayaan lainnya.
Menurut jaksa, pada tahun 2022–2024, Dinas Kebudayaan Jakarta mempertanggungjawabkan sekitar 104 bukti pembayaran honorarium yang telah di-markup kepada 57 pelaku seni dengan nilai pencairan setelah dipotong pajak sebesar Rp 1.637.062.550,00.
"Sedangkan nilai pembayaran sebenarnya hanya Rp 735.545.050, sehingga selisih pembayaran mencapai Rp 901.517.500," ungkap jaksa.
Selisih pembayaran tidak sah itu kemudian digunakan untuk memberikan kontribusi uang kepada Iwan, Fairza, dan Gatot serta pihak-pihak lain.
Berikut aliran uang yang turut dinikmati para terdakwa dan pihak lain yang dirincikan jaksa:
1. Memperkaya Iwan Henry Wardhana sebesar Rp 16.200.000.000;
2. Memperkaya Mohamad Fairza Maulana sebesar Rp 1.441.500.000;
3. Memperkaya Gatot Arif Rahmadi sebesar Rp 13.520.345.212,69;
4. Memperkaya saksi Imam Hadi Purnomo sebesar Rp 150.000.000;
5. Memperkaya Cucu Rita Sary sebesar Rp 150.000.000;
6. Memperkaya Moch. Nurdin sebesar Rp 300.000.000;
7. Memperkaya Tonny Bako sebesar Rp 50.000.000;
8. Memperkaya Feni Medina sebesar Rp 100.000.000;
9. Memperkaya Ni Nengah Suartiasih sebesar Rp 100.000.000;
10. Digunakan untuk pemberian uang tahun baru, THR, acara munggahan, kegiatan refreshing, uang saku dan pembelian bunga staf/pegawai di Bidang Pemanfaatan sebesar Rp 4.307.199.844 sesuai dengan arahan Iwan Henry dan Mohamad Fairza Maulana.
Akibat perbuatannya itu, Iwan, Fairza, dan Gatot didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Belum ada keterangan dari ketiga terdakwa atas dakwaan tersebut.
Baca Lebih Lanjut
Eks Kadisbud Jakarta Didakwa Rugikan Negara Rp 36,3 M di Kasus SPJ Fiktif
Detik
Eks Dirut Indofarma Divonis 10 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Alkes Rp 377 M
KumparanNEWS
Dugaan Korupsi Dana PSR Rp 1,25 M di Riau, 3 Orang Jadi Tersangka
Detik
Auditor BPKP: Kerugian Keuangan Negara di Kasus Importasi Gula Rp 578 Miliar
Detik
Kejagung Minta 2 Korporasi di Kasus Migor Segera Kembalikan Kerugian Negara
Detik
Bareskrim Bongkar Tambang Pasir Ilegal di Klaten, Rugikan Negara Rp 1 M
Detik
Auditor BPKP Ungkap 5 Temuan Penyimpangan di Kasus Korupsi Impor Gula
Detik
Saksi Sidang Tom Lembong Akui Duta Sugar International Untung Rp 101,2 M
Detik
Wilmar Buka Suara Usai Kejagung Sita Rp 11,8 T di Kasus Minyak Goreng
Detik
Melihat Tumpukan Uang Rp 11,8 T yang Disita Kejagung di Kasus Korupsi Migor
Detik