TRIBUNJATIM.COM - Nama Evan Dimas, mantan gelandang Timnas Indonesia menjadi perbincangan usai penampilannya yang berubah drastis.
Dulunya Evan dinilai menjadi harapan kebangkitan sepak bola Indonesia usai membawa Timnas U19 juara AFF 2013.
Evan Dimas selanjutnya menjalani karier satu dekade di Liga 1 sebelum meninggalkan Persik Kediri tahun lalu.
Lama tak terdengar kabarnya, Evan Dimas kini menjadi sorotan karena penampilannya yang dianggap berubah drastis.
Warganet menilai, penampilan Evan Dimas sekarang sudah berubah.
Tubuhnya tampak lebih kurus dan wajahnya tirus dalam sebuah konten kolaborasi.
Penampilan Evan Dimas itu pertama kali menjadi sorotan seusai videonya pertama kali diunggah akun Instagram.
Akun Instagram itu memperlihatkan kreator konten meminta tolong pada Evan Dimas untuk merekam.
Dalam video berdurasi singkat itu, Evan Dimas terlihat mengenakan kaus lengan panjang hitam dan bawahan kain batik yang sempat menampilkan wajahnya yang tampak lebih tirus dan mata terlihat sayu.
Tak disangka, unggahan tersebut viral dan menuai beragam komentar warganet.
Banyak yang mempertanyakan keadaan pemain asal Surabaya itu baik dari pencinta sepak bola Indonesia sendiri maupun masyarakat umum.
Setelah beberapa hari setelah video tersebut viral, melalui unggahan Instragram salah satu kreator konten tersebut menyampaikan permintaan maaf.
Diakhiri kemunculan Evan Dimas yang menanggapi kekhawatiran masyarakat dengan tenang dan senyum santai sambil membawa sate dan pisang untuk mencairkan suasana.
“Tenang-tenang, aku lagi program gedein badan. Tenang-tenang jangan khawatir,” katanya dalam video sembari tertawa dan memakan pisang, dikutip dari Kompas.com pada Kamis (12/6/2025).
Untuk informasi, Evan Dimas kini menjalani babak baru dalam hidupnya.
Pemain yang akrab dengan nomor punggung 6 itu kini menetap di Tulungagung, Jawa Timur.
Sehari-harinya ia juga masih beraktivitas yang berkaitan dengan kecintaannya, yaitu sepak bola.
“Alhamdulillah apik. Sekarang di Tulungagung. Aku tidak apa-apa," ucap Evan Dimas kepada Kompas.com saat ditanya kabar dan perubahan fisiknya.
"Sehari-hari tetap beraktivitas, berurusan dengan bola juga. Ngelatih SSB di Tulungagung,” imbuhnya.
Untuk menjaga kondisi, dalam kesehariannya, ia melatih anak-anak di Sekolah Sepak Bola (SSB) Saraswati.
Di bawah naungan Sanggar Saraswati Nuswantara yang terletak di Dusun Majan, Desa Mojoarum, Kecamatan Gondang, Tulungagung.
Lantaran kata dia, lapangan hijau tidak pernah benar-benar ditinggalkan meski belum tahu akan melanjutkan bermain di kompetisi sepak bola Indonesia atau tidak musim ini.
“Ya saya setiap hari masih tetap latihan-latihan, jaga kondisi bersama adek-adek di sini,” kata mantan pemain timnas Indonesia itu.
Meskipun SSB Saraswati bukanlah akademi sepak bola besar, di tempat sederhana inilah Evan Dimas merasa bisa memberi lebih.
Dirinya tidak hanya mengajarkan teknik menggiring atau menendang bola, tapi juga nilai-nilai hidup.
Di bawah filosofi sanggar yang menggabungkan unsur seni dan olahraga, ia mencoba menanamkan bahwa sepak bola bukan sekadar permainan, tapi juga jalan pembentukan karakter.
“Rencana ke depan ngelatih dan berbagi ilmu kepada adek-adek,” pungkas mantan pemain Persija Jakarta itu.
Diketahui saat ini total anak-anak yang bergabung dengan SSB Saraswati ada 22.
Mereka berasal dari Desa Mojoarum dan sekitarnya, seperti Desa Ngrendeng dan Desa Cabe.
Mereka tidak dipungut biaya, justru Evan Dimas yang menyediakan peralatan latihan, seperti bola dan cone.
Dia juga menyiapkan air minum untuk anak-anaknya selepas latihan.
“Setiap hari jumlahnya bertambah. Mayoritas mereka baru pertama gabung ke SSB,” kata Evan.
Menurutnya, saat ini nilai-nilai keindahan sepak bola mulai berkurang, seperti kemenangan yang dicapai dengan berbagai cara.
Hal yang sama juga terjadi pada kesenian, seperti tari dan gamelan yang kurang diminati anak muda.
Evan juga menemukan adanya nilai-nilai dalam seni tradisional yang bisa dibawa ke sepak bola.
“Misalnya menari tentang keluwesan, seperti mengatur tempo. Dalam sepak bola, kalau tidak ada tempo akan pelanggaran terus,” katanya.
Untuk menanamkan nilai-nilai sepak bola yang mulai hilang, Evan kadang membawa anak didiknya ke Sanggar Saraswati.
Menurutnya, tantangan melatih anak-anak ini bulan asalah skill dan passing saja, tapi juga mental dan karakter pemain.
Mental dan karakter ini yang dibawa selanjutnya dan sampai pemain membela merah putih.
“Lebih fokus pada pembinaan usia muda. Nyaman dan senang tidak bisa dinilai dengan apapun,” ucap Evan Dimas mengutarakan perasaannya.
Baginya, melatih anak-anak di SSB Saraswati bukan sekedar mengajari mereka bermain sepak bola.
Namun juga melatih dan mendidik anak-anak bersikap di luar lapangan dengan menerapkan nilai-nilai yang mulai pudar, seperti menjaga kebersihan selepas latihan dan saling menghormati.
Bukan sekedar tentang kalah dan menang serta skill yang bagus, namun juga kerukunan dan kekompakan.
“Kemenangan tidak bisa dipisahkan dari kerukunan dan kekompakan,” ucapnya.