TRIBUN-MEDAN.com - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi dibuat terenyuh dengan kondisi MMH (17), seorang siswi asal Kabupaten Cirebon, Jawa Barat,nekat meminum cairan pembersih lantai karena tak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang SMA.
Padahal, MMH dikenal sebagai santri berprestasi di salah satu pondok pesantren di Kota Cirebon.
Saat ini, MMH masih dirawat di rumah sakit setelah sempat dirawat intensif di ruang ICU.
Diketahui, MMH setelah lulus dari pesantren pada 2024, sempat bersekolah di SMA Negeri di Kecamatan Tengah Tani, namun terhenti akibat kendala biaya.
Dengan hidup yang serba terbatas bersama ayahnya pengangguran, ia terpaksa bekerja sebagai penjaga warung buah di Pasar Kalitanjung, Kota Cirebon dengan penghasilan Rp20 ribu sebulan.
Menurut sang ayah, MMH sempat bersekolah di kelas 1 SMAN dan berhenti pada Desember 2024.
Tahun ini, MMH ingin kembali bersekolah, namun terkendala kondisi ekonomi keluarga.
Bahkan untuk membeli baju seragam sekolah pun, ayah MMH tak mampu hingga harus menggunakan seragam baju SMP madrasah lamanya.
"Saya sekolahkan baru satu semester di SMA Negeri Tengah Tani, mintanya sih SMA 1 cuma karena faktor biaya jadi ya (putus)," kata ayah MMH.
"Kan sekolah gak bayar pak SMA pak," timpal Dedi Mulyadi.
Ayah MMH menegaskan, meskipun sekolah negeri gratis, kebutuhan hidup tetap memerlukan biaya.
"Iya pak cuma kan beli seragam pak, beli macam-macam lah, sekolah tu pakai seragam MTs jadi emblemnya saya copotin," sambung ayah MMH.
"Jadi baju seragamnya gak kebeli?" ujar Dedi.
"Iya jadi satu semester dipaksakan terus saya minta berenti, 'nanti aja ya tahun depan', cuma karena ini sudah bulan 6 tidak ada didaftarkan," ungkapnya.
Mendengar itu, Dedi Mulyadi beberapa kali mengusap wajahnya yang tampak tak kuasa menahan tangis.
Ia menyatakan akan menanggung biaya rumah sakit dan seluruh biaya pendidikan, kebutuhan hidup MMH, serta mengangkatnya sebagai anak asuh.
"Sekolah lagi aja, coba serahin ke ajudan saya data-datanya ijazah terakhir MTs-nya,"
"Pertama biaya rumah sakitnya saya beresin ya pak karena menyangkut kehidupan orang," ujar Dedi Mulyadi.
KDM juga meminta segala data diri sang anak untuk dikirimkan ke ajudannya untuk segera didaftarkan di SMA Negeri 1 Kota Cirebon.
"Besok anak bapak saya daftarin ke sekolah SMA Negeri 1 Cirebon, baju sama segala macem saya siapkan tinggal sekolah," tegas Dedi Mulyadi.
"Alhamdulillah pak, makasih kang Dedi," ujar ayah MMH.
"Mudah-mudahans segera berakhir anak bapaknya dijagain, gak boleh terjadi lagi peristiwa kayak gitu," tandas Dedi.
Atas dasar itu, ia memerintahkan ajudannya untuk datang langsung ke rumah sakit tempat MMH dirawat, guna melunasi seluruh biaya pengobatan.
Diangkat Jadi Anak Asuh KDM
Respons tersebut disampaikan Dedi melalui akun Instagram pribadinya pada Senin (9/6/2025) malam. Ia mengaku mengetahui kejadian itu dari pemberitaan media.
"Karena ketidakmampuan orangtuanya membelikan seragam, akhirnya dia menggunakan seragam Tsanawiyah (SMP), bet-nya yang diganti seragam SMA. Dan kemudian, dia (MMH) hanya bisa sekolah sampai satu semester," kata Dedi dalam akun Instagram-nya yang dikutip Kompas.com, Senin (9/6/2025) malam.
Ia juga berjanji akan terus mendampingi MMH jika kelak ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
Ia menyayangkan masih adanya siswa di Jawa Barat yang tidak bisa melanjutkan sekolah karena persoalan biaya, meskipun sekolah negeri tidak memungut uang pendidikan.
Dedi berharap kejadian serupa tidak terulang dan menekankan pentingnya jaminan pendidikan minimal 12 tahun bagi anak-anak di Jawa Barat.
Ia berjanji akan terus memastikan hak tersebut terpenuhi.
"Bayangin, jangankan untuk studi tur, wisudaan, perpisahan, outing kelas, bayar baju seragam saja enggak bisa. Akhirnya seperti ini," pungkasnya.
Dikenal Berprestasi
MMH dikenal sebagai santri berprestasi di salah satu pondok pesantren di Kota Cirebon.
Ia pandai berpidato dalam bahasa Inggris dan memiliki nilai akademis yang baik saat duduk di bangku SMP.
Namun, MMH terpaksa bekerja sebagai penjaga warung buah di Pasar Kalitanjung, Kota Cirebon.
Dari pekerjaannya itu, ia hanya memiliki penghasilan Rp 20.000 per hari.
MMH merupakan anak tunggal dari pasangan yang sudah lama berpisah.
Ia tinggal bersama ayahnya, seorang buruh pedagang yang kini tak lagi bekerja.
Ia akhirnya nekat meminum pembersih lantai saat sedang berjualan pada Jumat (6/6/2025) malam.
Ia menenggak cairan berbahaya sekitar pukul 23.30 WIB, lalu segera menghubungi temannya karena tidak mampu menahan sakit.
Korban sempat dirawat intensif di ruang ICU sebelum akhirnya sadar dan dipindahkan ke ruang perawatan biasa.
Ahmad Faozan, Ketua LBH Bapeksi Kota Cirebon yang juga kuasa hukum keluarga korban, mengatakan MMH melakukan aksi nekat tersebut karena merasa putus asa.
"Dia depresi karena keinginan untuk sekolah di Kota Cirebon tidak dapat dia gapai. Masalahnya adalah ekonomi yang menghantui kehidupannya," kata Faozan saat dihubungi Kompas.com, Senin (9/6/2025).
Untuk mencukupi kebutuhan, MMH bekerja menjaga warung buah dengan penghasilan Rp 20.000 per hari.
"Korban depresi karena kemiskinan, dia tidak bisa melanjutkan SMA-nya. Dia sudah berusaha menjadi pelayan dan penjaga toko buah, tetapi upahnya tidak mencukupi," tambahnya.
(*/ Tribun-medan.com)