Petaka Infus Berujung Amputasi, Ibu Balita Arumi Sudah Lapor Perawat Tapi Diabaikan
TRIBUNJATENG.COM- Viral seorang balita 16 bulan harus diamputasi tangannya akibat infeksi jarum suntik saat diinfus.
Peristiwa tersebut terjadi di Puskesmas Bolo, Kabupaten Bima NTB.
Awalnya, pada 10 April 2025, Arumi Aghnia Azkayra dibawa ke IGD Puskesmas Bolo karena demam dan muntah.
Infus pertama yang dipasang di tangan kiri membuat tangannya bengkak dan dicabut.
Lalu dipasang lagi di tangan kanan. Saat tangan kanan mulai membengkak, ibunya, Marliana, sudah mengingatkan perawat.
Namun, perawat tetap menyuntikkan obat ke tangan yang sama. Bengkaknya makin parah, lalu menghitam.
Perawat saat itu menyepelekan dengan mengatakan itu efek plester, lalu tetap melakukan penyuntikan pemberian obat pada tangan kanan Arumi.
Empat hari tanpa perubahan, Arumi dirujuk ke IGD RSUD Sondosia.
"Pada 14 April pagi, Ketika saya melihat kembali tangan kanan anak saya malah tampak semakin bengkak , dan saya pun melaporkan keadaan tangan anak saya pada waktu itu sama dokter yg sedang melakukasnn visite dan Dokter spesialis anak menyebut itu penumpukan cairan dan menyarankan kompres air dingin.
Namun setelah beberapa jam saya dan suami kompres tangan anak saya yang ada tangan anak saya mengalami pembengkakan lebih parah sampai diatas siku , tangan menghitam, keras, dan jari-jari kaku.
Saya meminta rujukan ke RSUD Bima tapi ditolak dan hanya di berikan salep dan suntikan di infus. Baru pada tangga 15 April sore saya mendapatkan rujukan ,itupun rujukan paksa setelah saya berlari ke IGD RSUD Sondosia menangis sambil menggendong anak saya dan memohon untuk diberikan rujukan ke RSUD bima karena anak saya kesakitan," cerita Marliana.
Tanggal 15 April 2025 Malam , Arumi lantas dirujuk ke RSUD Bima. Menurut Marliana, lagi-lagi keluhan Arumi disepelekan.
"Di RSUD Bima, dokter jaga menyepelekan kondisi tangan anak saya dan tidak melakukan pemeriksaan fisik, meski saya telah menyampaikan kekhawatiran akan risiko amputasi.
Saya malah diberi jawaban merendahkan oleh dokter jaga di IGD seperti 'itu hanya peradangan Bu dan tangan anak ibu akan kempes sendiri setelah dikasih obat dan tidak perlu operasi hanya penyedotan '.
Dan disaat saya mengatakan ketakutan tangan anak saya akan di amputasi ,jawaban memyepelekan juga dari perawat IGD RSUD bima 'tidak usah terlalu Tinggi pemikiran nya bu , tidak usah terlalu overthingking ” dan “ selama anak ibu tidak menangis histeris anak ibu akan baik-baik saja '.
Padahal Malam itu anak saya kesakitan, demam tinggi, dan mual, tetapi tidak ada tindakan berarti.," lanjut Marliana.
Pada 16 April 2025 pukul 11.00, karena kondisi semakin lemah, akhirnya dokter spesialis datang kemudian memeriksa tangan Arumi.
Dokter menyatakan infeksi sudah parah dan harus dioperasi segera.
" Operasi daruratpun dilakukan pada saat itu dan hasilnya jari-jari tangan anak saya tidak berfungsi lagi. Dokterpun menjelaskan kalau tangan anak saya terinfeksi bakteri yang ganas dan terjadinya infeksi itu berasal dari bekas tusukan jarum," lanjut Marliana.
Pada 18 April Arumi dirujuk ke RSUP Mataram.
Tanggal 19 April pagi, dokter menyarankan agar tangan Arumi harus diamputasi untuk mencegah penyebaran infeksi.
Amputasi akhirnya dilakukan pada 12 Mei 2025
Atas kejadian tersebut, Marliana pun mengajukan tuntutan.
"Anak saya yang masih balita harus kehilangan masa depan karena kelalaian sistem medis.
Kami menuntut:
1. Pemeriksaan dan sanksi tegas terhadap dokter dan perawat yang terlibat.
2. Pertanggungjawaban pidana dan perdata dari rumah sakit/faskes terkait.
3. Jaminan masa depan Arumi, termasuk bantuan pendidikan, prostetik, dan pendamping psikologis.
4. Perhatian langsung dari Kemenkes dan Pemda Bima atas sistem rujukan dan penanganan darurat di wilayah NTB.,"
(*)