TRIBUNNEWS.COM - Orang tua tersangka Christiano Pengarapenta Pengidahen Tarigan, kini menjadi sorotan publik usai sang anak menabrak mahasiswa UGM Argo Ericko Achfandi hingga tewas, pada Sabtu (24/5/2025) lalu.
Apalagi, setelah polisi mengungkap adanya aksi diam-diam dari pihak Christiano yang mengganti pelat nomor mobil BMW yang dikemudikan tersangka pada saat kecelakaan terjadi.
Ayah Christiano diketahui bernama Setia Budi Tarigan atau SBT, yang disebutkan bekerja di FIFGroup menjabat sebagai Operational Director.
Setia Budi dikabarkan merupakan lulusan dari Universitas Sumatera Utara (USU).
Akibat kasus yang menimpa anaknya itu, media sosial Instagram perusahaan tempat Setia Budi berkantor pun ikut digeruduk netizen.
Banyak warganet menyuarakan kemarahan serta tuntutan keadilan atas meninggalnya Argo.
Sebelumnya, pelaku pengganti pelat nomor BMW itu berinisial IV, yang mengaku disuruh oleh atasannya yakni WI dan NR.
Dua pimpinan di perusahaan swasta itu pun kemudian dikaitkan dengan orang tua Christiano.
Adapun, hubungan tiga orang ini dengan tersangka Christiano menurut hasil penyidikan polisi merupakan kerabat.
"Hubungannya kerabat, ya kenal, lah," jelas Edy, Jumat (30/5/2025), dikutip dari TribunJogja.com.
Namun, Kapolresta Sleman Kombes Pol Edy Setyanto Erning Wibowo mengatakan, hingga kini orang tua Christiano belum diperiksa.
"Orang tua Christiano belum kita periksa. Saya enggak (tahu) orang tua Christiano kerja di mana," kata Edy.
Jadi, untuk sementara, polisi belum dapat memastikan keterkaitan antara Christiano dan pelaku pengganti pelat.
Namun, Edy menegaskan bahwa semua pihak yang terlibat akan diperiksa dan fakta akan diungkap secara transparan.
"Ya, sementara sampaikan saja, tiga masih dalam pemeriksaan. Pada waktunya akan kami sampaikan ke rekan semuanya," tutupnya.
Saat ini, ketiga orang di balik penggantian pelat nomor tersebut masih berstatus sebagai saksi.
Sementara itu, motif mengganti plat nomor tersebut, menurut pengakuan tersangka supaya tidak ketahuan jika kendaraan yang dikemudikan itu berpelat nomor palsu.
"Motif dan niatnya mengganti pelat nomor itu adalah supaya tidak diketahui bahwa pada saat kejadian mobil tersebut menggunakan plat nomor palsu," ungkap Edy, Jumat.
Akibat adanya upaya penggantian pelat nomor tersebut, Christiano terancam mendapat pasal hukuman tambahan.
Sebab, terkait penggantian pelat nomor tersebut, telah diatur dalam undang-undang.
"Itu yang jelas diatur Undang-undang bahwa itu dilarang. Ada pasal tambahan, nanti yang menangani Satreskrim," terang Edy.
Untuk diketahui, sebelumnya mobil BMW yang dikemudikan Christiano saat terlibat kecelakaan berpelat F 1206.
Sedangkan, pelat nomor asli kendaraan Christiano yang sesuai STNK adalah B 1442 NAC.
Adapun, kronologis penggantian pelat itu terjadi pada 24 Mei 2025 sekira jam 09.00 WIB.
Saat itu, pelaku IV datang ke Kapolsek dengan alasan mengambil barang di mobil BMW, dia kemudian didampingi anggota piket Polsek Ngaglik.
"Nggak lama kemudian sekitar jam 10.00 WIB, orang itu (IV) datang lagi ke situ, kemudian mengganti pelat nomor di CCTV yang pelat nomor F diganti plat nomor B. Yang plat nomor B ini sesuai dengan STNK," ujar Edy.
Menurut hasil pemeriksaan, IV mengganti plat nomor BMW karena disuruh oleh pimpinan tempatnya bekerja yakni WI dan NR.
Polisi selanjutnya menganalisa rekaman CCTV dan berhasil mengidentifikasi oknum yang mengganti pelat nomor tersebut.
"Kami melakukan pengecekan di CCTV, setelah itu kami periksa rupanya mendapat perintah dari pimpinannya di pekerjaan swasta, kemudian dari dua orang inisial WI dan NR serta IV ketiganya sudah kami periksa semuanya," jelasnya.
Diwartakan TribunJogja.com, kecelakaan maut ini bermula ketika sepeda motor Vario dengan nomor polisi (B 3373 PCB) yang ditunggangi Argo, melaju dari arah selatan ke utara, di lajur kiri di jalan Palagan.
Saat mendekati tempat kejadian perkara (TKP), Vario yang ditunggangi Argo tersebut diduga ingin putar arah ke selatan.
Namun, bersamaan dengan itu, dari arah yang sama (selatan menuju ke utara), di jalur kanan melajulah mobil BMW yang dikemudikan tersangka Christiano.
Karena jarak sudah dekat dan Christiano tidak bisa menguasai laju kendaraannya, mobil BMW-nya itu kemudian membentur Vario milik Argo hingga terpental.
Setelah menabrak motor Argo, mobil Christiano oleng kanan dan membentur mobil CRV dengan nomor polisi (AB 1623 JR) yang sedang berhenti di tepi jalan sebelah timur.
Akibat peristiwa tersebut, Argo meninggal dunia di lokasi kejadian.
Setelah itu, polisi melakukan serangkaian tindakan untuk melaksanakan penyelidikan berbasis ilmiah atau saintifik investigation dalam peristiwa kecelakaan tersebut.
Berdasarkan hasil penyelidikan, Christiano resmi ditetapkan sebagai tersangka dan sudah ditahan.
Christiano ditetapkan sebagai tersangka dengan beberapa pelanggaran.
Dari analisa pihak kepolisian, saat kejadian pengemudi mobil BMW itu diduga kurang konsentrasi, dibuktikan dengan tidak membunyikan klakson, tidak ada upaya menghindar hingga tidak melakukan pengereman.
Saat kejadian, laju mobil BMW tersangka juga disebutkan cukup kencang.
Diketahui, di jalan Palagan yang merupakan jalan Provinsi, sudah dipasang rambu batas kecepatan maksimum hanya di angka 40 meter per jam.
Artinya, mobil melaju melebihi batas kecepatan yang diperbolehkan.
Selain itu, tersangka juga diduga melanggar marka karena saat kejadian berada di jalur sebelah kanan.
"Tersangka juga dimungkinkan (berkendara dalam kondisi) lelah. Karena aktivitasnya sejak pagi hingga malam full," ujar Edy.
Atas peristiwa itu, polisi menerapkan sangkaan pasal 310 ayat (4) Undang Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalulintas Angkutan Jalan (LLAJ) yang mengatur sanksi pidana bagi setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dan karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas.
Sanksinya adalah pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp12 juta.
(Rifqah) (TribunJakarta.com/Satrio Sarwo) (TribunJogja.com/Miftahul Huda/Ahmad Syaifudin)