TRIBUNNEWS.COM - Kasus dugaan penganiayaan di Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji milik Miftah Maulana (Gus Miftah) di Kalasan, Sleman, DI Yogyakarta, memasuki babak baru.
Korban penganiayaan yang merupakan santri Ponpes Ora Aji asal Kalimantan Barat berinisial KDR (23), kini justru dilaporkan balik ke polisi.
KDR dilaporkan balik oleh santri Ponpes asuhan Gus Miftah itu atas kasus dugaan pencurian.
Kuasa Hukum Ponpes Ora Aji, Adi Susanto sekaligus Kuasa Hukum santri mengungkapkan bahwa pihaknya sudah resmi melaporkan KDR atas tuduhan pencurian.
Laporan atas kasus dugaan pencurian tersebut dilakukan oleh seorang santri berinisial FA di Mapolresta Sleman pada 10 Maret 2025.
Dalam laporannya, FA mengaku kehilangan uang Rp 700 ribu rupiah.
"Dilaporkan pada tanggal 10 Maret 2025. Sampai sekarang prosesnya berjalan. Kemudian atas laporan ini, informasi yang kami terima di Polresta Sleman, yang bersangkutan sudah dipanggil secara resmi, secara patut dan resmi tapi sampai sekarang tidak menghadiri," ujar Adi, Sabtu (31/5/2025), dilansir TribunJogja.com.
Kasus ini berawal dari adanya peristiwa aksi vandalisme hingga pencurian yang kerap terjadi di lingkungan kamar ponpes tetapi tidak pernah diketahui pelakunya.
Hingga pada suatu hari, ditemukan terduga pelaku melalui peristiwa penjualan air galon usaha Yayasan yang dilakukan oleh KDR.
Singkat cerita, KDR yang baru masuk ponpes sekitar 8 bulan itu mengakui sudah menjual galon air tanpa sepengetahuan pengurus selama lebih kurang 6 hari.
Pengakuan KDR tersebut lantas menyebar di lingkungan santri.
Santri kemudian saling bertanya, apakah kasus pencurian yang selama ini terjadi di kamar ponpes juga dilakukan oleh KDR.
Adi menyebut, KDR telah mengakui bahwa pencurian yang selama ini terjadi di kamar pondok dilakukan olehnya.
Pencurian yang dilakukan pun bervariasi, ada santri yang dicuri uangnya Rp 50 ribu hingga Rp 700 ribu rupiah.
Atas pengakuan KDR tersebut, muncul aksi spontanitas di kalangan santri.
"Aksi spontanitas muncul, dalam rangka menunjukkan satu effort sebenarnya lebih ke arah rasa sayang saja. Ini santri kok nyolong toh. Maka yang terjadi adalah ya layaknya santri saja, kowe kok ngono (memeragakan noyor). Nah framing yang terjadi di luar seolah-olah terjadi penyiksaan yang luar biasa.
KDR lalu melaporkan peristiwa itu sebagai dugaan tindak pidana penganiayaan.
Proses hukum akhirnya berjalan dan polisi telah menetapkan 13 santri Ponpes Ora Aji sebagai tersangka kasus penganiayaan.
Menurut Adi, sebab akibat dari kasus ini erat kaitannya dengan dugaan pencurian.
Oleh sebab itu, pihaknya mendampingi para santri yang dilaporkan atas kasus penganiayaan tersebut untuk melaporkan balik KDR ke polisi.
"Yang melaporkan 1 orang. Tapi semua korban (yang diduga kehilangan uang) menjadi saksi dalam peristiwa ini. Keterangan saksi-saksi menerangkan berapa yang dia kehilangannya. Sementara baru diperiksa 4 orang. Tapi dari nama nama yang ada sekitar 7-8 orang, persisnya lupa," terangnya.
Kapolresta Sleman, Kombes Pol Edy Setianto Erning Wibowo telah membenarkan bahwa beberapa tersangka kasus penganiayaan melaporkan balik KDR ke polisi atas dugaan pencurian yang dilakukan korban.
"Karena empat orang (tersangka) barangnya pernah diambil korban, dilaporkan soal pencurian, sekarang masih ditangani," ucap Edy.
Edy mengatakan bahwa kasus dugaan penganiayaan yang terjadi di Ponpes Ora Aji dilaporkan pada 18 Februari 2025 lalu.
Setelah menerima laporan, aparat kepolisian memeriksa saksi-saksi dan mengumpulkan bukti dugaan penganiayaan.
Polisi kemudian menemukan fakta bahwa terdapat 13 santri Gus Miftah yang diduga melakukan penganiayaan terhadap korban.
"Tersangka 13 orang, namun pihak korban sendiri sebelumnya melalui penasihat hukum untuk melakukan mediasi dulu karena beberapa pelaku juga di bawah umur," kata Edy, dilansir TribunJogja.com.
Meski demikian, mediasi gagal karena tuntutan kompensasi dari keluarga korban tidak mungkin dipenuhi oleh santri yang notabene berasal dari keluarga tidak mampu. Bahkan, biaya di pondoknya pun gratis.
(Nina Yuniar) (TribunJogja.com/Ahmad Syarifudin)