Laporan wartawan wartakotalive.com Yolanda Putri Dewanti
WARTAKOTALIVE.COM JAKARTA — Sembahyang atau perayaan Hari Bakcang (Peh Cun) pada tahun 2025 akan jatuh pada hari Sabtu, 31 Mei.
Perayaan ini biasanya dirayakan dengan berbagai tradisi, seperti makan bakcang, lomba perahu naga, dan sembahyang untuk menghormati nenek moyang.
Sebelum perayaan Hari Bakcang tiba, warga etnis Tionghoa mulai sibuk membuat bakcang dan kwecang.
Berdasarkan pantauan Wartakotalive.com Sabtu (30/5), salah satu warga Tionghoa asal Bekasi Susanti (45), tengah sibuk membuat bakcang dan kwecang di tempat tinggalnya.
Dia mengaku, setiap tahun selalu membuat bakcang dan kwecang sendiri. Hal tersebut merupakan warisan dari para leluhurnya.
Sejak beberapa hari lalu, Susanti sudah menyiapkan bahan-bahan membuat bakcang seperti beras ketan, daun bambu, olahan daging dan lain-lain.
Sedangkan , Kwecang (atau juga dikenal sebagai kicang) terbuat dari beras ketan yang dikukus dengan daun bambu.
Beras ketan dicampur dengan air abu (atau air ki) sebelum dibungkus dan dikukus, menghasilkan tekstur yang lebih kenyal dan rasa manis. Beberapa variasi kwecang juga bisa menggunakan air gula merah.
Kwecang adalah variasi Bakcang versi manis. Ia memiliki rasa manis yang khas dan sering dinikmati bersama dengan gula merah.
“Memang sekarang ini sudah jarang yang membuat bakcang, tetapi karena di keluarga saya diajarkan sejak kecil sampai sekadang bisa membuat sendiri tanpa membeli,” ucap Susanti sembari membuat bakcang.
Susanti mengatakan, pada saat Hari Bakcang, masyarakat etnis Tionghoa melakukan sembahyang dengan menyajikan bakcang di meja.
“Setelah selesai sembahyang, keluarga baru diperbolehkan untuk mengkonsumsi bakcangnya,” ungkap dia.
Dia mengatakan, pembuatan bakcang ini memerlukan teknik dan harus berlatih, sebab pelipatan segitiga yang amat rumit.
Awalnya, kata dia, pas baru pertama kali mencoba melipat bakcang menjadi segitiga dan hasilnya hancur, bentuknya tidak seperti yang seharusnya.
“Setelah itu, orang tua saya mengajarkan untuk membuat segitiga yang sebenarnya
Saya mencoba lagi dan hasilnya masih hancur. Dalam melipat bakcang untuk menjadi segitiga, memang bukan hal yang mudah bahkan bisa dibilang sangat rumit. Perlu latihan berulang kali hingga pelipatan bakcangnya menjadi segitiga yang sebenarnya. Hingga sekarang saya bisa karena terus mencoba,” jelas dia.
Susanti mengatakan, membuat bakcang membutuhkan waktu yang cukup lama. Sebab, pelipatannya membutuhkan kesabaran dan tidak boleh ada rongga di setiap sisinya, jadi harus benar-benar tertutup rapat.
Ketika bakcang sudah terbentuk dan siap direbus atau dikukus selama berjam-jam.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, nama bakcang sendiri memiliki arti bak yang diartikan sebagai daging dan cang yang diartikan sebagai berisi daging. Jadi, bakcang merupakan makanan yang berisi daging.
Bakcang ini terbuat dari nasi atau ketan yang umumnya berisikan daging ayam, babi, atau sapi.
Setiap tahunnya, etnis Tionghoa merayakan hari istimewa yakni Hari Bakcang atau perayaan festival makan bakcang. Hari Bakcang ini dirayakan pada tanggal lima bulan lima menurut kalender China.
Perayaan Hari Bakcang justru bukan untuk bersenang-senang, melainkan untuk memperingati tragedi tragis, mulai dari meninggalnya tokoh yang diagungkan oleh masyarakat etnis Tionghoa hingga tradisi melempar bakcang untuk mengusir roh-roh jahat.
Selain itu, masyarakat etnis Tionghoa mengadakan lomba perahu naga dengan pukulan drum.
Terdapat legenda yang diyakini oleh masyarakat etnis Tionghoa dan dipercaya sebagai latar belakang dari Hari Bakcang, yakni legenda tentang tokoh Qu Yuan dengan akhir hidupnya yang tragis.
Qu Yuan ini merupakan seorang pejabat dan juga penyair dari Negara Chu. Pada tahun 328 SM hingga 299 SM, Qu Yuan memiliki pengaruh yang besar terhadap Negara Chu.
Namun pada suatu hari, Qu Yuan dituduh melakukan korupsi oleh Kaisar Huai. Kaisar Huai merupakan menteri di Negara Chu. Singkat cerita, Qu Yuan dikucilkan dan diasingkan.
Pada saat Qu Yuan diasingkan, Negara Chu diserang oleh Negara Qin. Negara Chu kalah pada saat itu, dan Qu Yuan menjadi salah satu penyebab kekalahan Negara Chu.
Qu Yuan merasa bersalah dan Ia menenggelamkan diri di sungai Miluo. Setelah masyarakat Negara Chu mengetahui pejabat kesayangan mereka meninggal, mereka beramai-ramai mencari tubuh Qu Yuan.
Mereka menggunakan perahu naga dengan pukulan drum yang bising pada saat mencari tubuh Qu Yuan, dan mereka juga melemparkan bakcang ke dalam air yang bertujuan supaya roh-roh jahat pergi dan tidak mengganggu tubuh Qu Yuan.
Pada masa lampau, masyarakat etnis Tionghoa merayakan Hari Bakcang dengan cara melemparkan bakcang ke sungai Miluo, tetapi masyarakat etnis Tionghoa sekarang merayakannya dengan makan bakcang.
Ketan atau beras dan angka 5 dalam tradisi etnis Tionghoa memiliki arti keberuntungan. Perayaan Hari Bakcang pada tanggal 5 bulan 5 juga dipercaya sebagai lambang kemuliaan.(m27)