TRIBUNJATIM.COMĀ - Indonesia saat ini diperkirakan akan mengalami musim kemarau basah.
Idealnya, Indonesia kini memasuki musim kemarau namun masih diguyur hujan di pertengahan 2025 ini.
Kondisi tersebut dikenal dengan istilah kemarau basah yang diperkirakan akan berlangsung hingga akhir musim kemarau, yakni pada Agustus 2025.
Setelah itu, Indonesia akan memasuki masa peralihan musim atau pancaroba antara September dan November 2025 sebelum musim hujan pada Desember 2025 hingga Februari 2026.
Lantas, apa yang dimaksud dengan kemarau basah?
Kemarau basah adalah kondisi cuaca tidak biasa di mana hujan tetap terjadi dengan intensitas cukup tinggi meskipun berada dalam periode musim kemarau.
Dikutip dari laman Kompas.com (19/5/2025), BMKG menyebut fenomena ini disebabkan berbagai faktor atmosfer dan perubahan iklim yang memengaruhi pola cuaca di Indonesia.
Umumnya musim kemarau identik dengan cuaca panas dan langit cerah.
Namun saat musim kemarau basah, kelembaban udara tetap tinggi sehingga memungkinkan terjadi hujan lebih sering.
Kelembaban udara dan curah hujan masih cukup tinggi selama periode pancaroba hingga awal periode kemarau.
Penyebab kemarau basah cukup kompleks dan dipengaruhi beberapa fenomena atmosfer di wilayah Indonesia.
BMKG mencatat sejumlah dinamika atmosfer yang berperan dalam memperkuat potensi kemarau basah, seperti sirkulasi siklonik di sekitar wilayah Indonesia.
Ada juga fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) dan gelombang atmosfer seperti gelombang Kelvin dan Rossby Ekuator.
Kondisi atmosfer tersebut menyebabkan terbentuknya awan-awan hujan meskipun Indonesia secara umum sedang berada dalam masa kemarau.
Secara musiman, kemarau basah dipicu oleh aktifnya gelombang atmosfer tropis seperti MJO, gelombang Kelvin, dan Rossby Ekuator.
Ketiga fenomena ini membawa uap air dalam jumlah besar dan mendorong pembentukan awan hujan.
Kondisi tersebut mengganggu pola cuaca normal, menyebabkan curah hujan meningkat secara signifikan walaupun musim kemarau sedang berlangsung.
BMKG juga menyebut kemarau basah cenderung terjadi di wilayah-wilayah dengan pola hujan monsunal, seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Di daerah-daerah ini, musim kemarau biasanya berlangsung kering dan musim hujan memiliki puncak yang jelas.
Namun pada 2025, hujan masih terus turun secara signifikan yang dipengaruhi oleh kelembapan udara yang tinggi serta aktivitas atmosfer global yang tidak stabil.