TRIBUNSUMSEL.COM - Nasib 8.475 eks karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Sukoharjo hingga saat ini masih menanti hak-hak mereka dipenuhi setelah Iwan Setiawan Lukminto ditetapkan tersangka korupsi.
Adapun hak-hak eks karyawan mulai dari pembayaran uang pesangon sebesar Rp 311 miliar, pembayaran THR tahun 2025 sebesar Rp 24 miliar, pengembalian potongan gaji Februari 2025, berupa simpanan wajib koperasi dan angsuran pinjaman, senilai Rp 994 juta.
Serta pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan dan dana pensiun BPJS Kesehatan, yang dipotong dari gaji namun belum disetorkan, dengan nilai Rp 779 juta.
Semua itu belum ada yang dibayarkan kepada ribuan eks karyawan Sritex oleh pihak manajemen melalui kurator.
Kendati begitu, Kuasa hukum eks karyawan Sritex, Asnawi pun menegaskan pihaknya bakal melakukan sejumlah cara demi keberlangsungan hidup klien-kliennya.
"Jadi kami akan segera menemui dari pengawas kurator di Pengadilan Niaga Semarang," kata Asnawi, dalam podcast bersama TribunSolo, Jumat (23/5/2025).
Pertemuan itu, kata dia, akan berfokus kepada permintaan saran dan masukan terkait penyelesaian masalah pesangon hingga THR dari ribuan eks karyawan Sritex.
"Kan kita sudah sempat kirim surat untuk memberi masukan masalah hak-hak yang kita perjuangkan dan dapatkan," katanya.
Selain itu, kasus dugaan korupsi yang menjerat bos Sritex yakni Iwan Setiawan Lukminto juga jadi salah satu yang akan ditanyakan kepada pihak Kejaksaan Agung.
"Kita juga koordinasi dengan penyidik di Kejaksaan Agung masalah penahanan Iwan Setiawan berkaitan dengan mungkin barang bukti yang berkaitan dengan kasus korupsi tersebut," ujarnya.
Usut Tuntas Aliran Dana Penyewaan Aset
Selain itu, kuasa hukum eks karyawan, snawi mempertanyakan ke mana aliran dana dari penyewaan aset perusahaan pasca dinyatakan pailit.
Hal itu hendak dibahas pihak kuasa hukum dengan pihak kurator dalam pertemuan yang pada akhirnya urung terjadi.
"Sebenarnya kami hari ini juga menjadwalkan bertemu kurator, tapi ternyata kurator ada kegiatan lain sehingga urung terjadi," ujar Asnawi, dalam podcast bersama TribunSolo, Jumat (23/5/2025).
Asnawi menegaskan pihaknya ingin melakukan kroscek informasi terkait akan adanya pihak ketiga yang akan melakukan penyewaan terhadap aset eks Sritex.
Harapan Asnawi dkk, dengan adanya aset yang disewa, maka ada sejumlah dana yang setidaknya bisa digunakan untuk membayar hak-hak dari klien-kliennya.
"Kami berharap paling tidak kalau uangnya mencukupi kami menuntut dilakukan pembayaran," kata dia.
"Misalkan uang pesangon belum bisa, paling tidak bisa dibayarkan THR, maupun uang-uang pekerja yang masih ada di rekening manajemen pada waktu itu, supaya dikembalikan," imbuhnya.
Adapun pihaknya sudah berusaha mengkonfirmasi berapa banyak uang di rekening manajemen PT Sritex yang tersisa. Namun, kurator masih belum bisa membeberkannya.
"Mereka mengatakan masih akan verifikasi, termasuk dokumen yang kita ajukan kepada pihak kurator," ujarnya.
Diketahui, pasca resmi tutup pada 1 Maret 2025 silam, ribuan karyawan PT Sritex terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.
Selang berjalan dua bulan, sebanyak 1.300 eks karyawan Sritex kembali dipekerjakan dengan penyewa berinisial PT CBS.
Salah satu kurator Sritex, Denny Ardiansyah mengatakan saat ini sudah ada satu area produksi yang disewa oleh perusahaan baru, yakni PT CBS, yang beroperasi di area Garmen 10.
“PT CBS sudah menyewa Garmen 10 untuk jangka waktu enam bulan, dan kemungkinan bisa diperpanjang. Saat ini mereka sudah mempekerjakan sekitar 1.300 orang,” ujar Denny, Jumat (23/5/2025).
Iwan Setiawan Lukminto Ditetapkan Tersangka
Diketahui, kakak Iwan Kurniawan, Komisaris Utama PT Sritex ditetapkan sebagai tersangka.
Dia terlibat kasus dugaan korupsi pemberian kredit dari sejumlah bank daerah ke Sritex.
Penetapan status tersangka ini dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung pada Rabu (21/5/2025) malam.
Setelah dijemput tim Kejakgung di rumahnya di Solo, Selasa (20/5/2025) malam, Iwan akan lanjut ditahan di Rutan Salemba, selama 20 hari ke depan.
Dalam kasus ini, penyidik menetapkan tiga orang tersangka.
Mereka adalah Dicky Syahbandinata (DS) selaku pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Banten dan Jawa Barat (BJB) tahun 2020; Zainudin Mapa (ZM) selaku Direktur Utama PT Bank DKI Jakarta tahun 2020, serta Iwan Setiawan yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Utama Sritex.
Atas tindakannya, para tersangka telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dipakai Bayar Utang dan Beli Aset Tanah
Iwan Setiawan Lukminto, menyalahgunakan kredit yang diberikan oleh bank daerah untuk membayar utang dan membeli tanah.
"(Kredit) itu (untuk bayar) utang PT. Sritex kepada pihak ketiga. Untuk aset yang tidak produktif, antara lain dibelikan tanah,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, saat konferensi pers di lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Qohar menyebutkan, Iwan menggunakan kredit ini untuk membeli tanah di sejumlah tempat, seperti di Yogyakarta dan Solo.
Penyidik belum menyebutkan secara pasti berapa total kredit yang digunakan untuk membayar utang dan membeli tanah.
Namun, dalam kasus ini, telah ditetapkan kerugian keuangan negara senilai Rp 692.980.592.188.
Namun, Sritex diketahui memiliki total kredit macet melebihi angka kerugian keuangan negara yang sudah ditetapkan, yaitu Rp 3,58 triliun.
Ada dua bank negara lain yang juga memberikan pinjaman kepada Sritex dan pembayarannya kini macet.
Saat ini, penyidik masih mendalami alasan pemberian kredit dari kedua bank ini. Sehingga, pemberian kredit dari dua unsur ini belum dimasukkan sebagai keuangan negara.
Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp Tribunsumsel.com