BANJARMASINPOST.CO.ID - KEBAHAGIAAN hanya sejenak bermukim di hati masyarakat Kalimantan Selatan terutama pecinta klub sepak bola Barito Putera. Rasa bahagia saat peluit panjang berbunyi sebagai penanda kemenangan Barito Putera atas tuan rumah PSIS Semarang di laga terakhir Liga 1 2024/2025, sontak berubah menjadi kekecewaan.
Meski menang, Barito Putera tetap terkena degradasi. Turun ke Liga 2 di musim mendatang. Tim berjuluk Laskar Antasari, harus turun kasta setelah 13 tahun berjuang di Liga 1.
Di waktu hampir bersamaan, sang kompetitor, Semen Padang meraih kemenangan dramatis atas tuan rumah Arema FC. Semen Padang pun bertahan di Liga 1, menyisakan PSIS Semarang, PSS Sleman dan Barito Putera yang harus terdegradasi.
Tangis, amarah, dan rasa kehilangan adalah hal wajar. Sepak bola bukan sekadar permainan, melainkan bagian dari identitas, harapan, dan harga diri suatu komunitas. Namun, satu hal yang harus selalu diingat: degradasi bukanlah akhir yang harus selalu kelam.
Sejarah panjang sepak bola membuktikan. Banyak klub besar pernah jatuh ke jurang degradasi. Tetapi justru dari situlah mereka mampu menemukan kembali jati diri dan kekuatannya.
Bagaimana dengan Barito Putera? Tim kebanggaan urang Banua ini memiliki semua fondasi untuk kembali bangkit: sejarah panjang, basis suporter yang loyal, budaya sepak bola yang kuat serta potensi luar biasa dalam pembinaan pemain muda lokal.
Degradasi diharapkan menjadi momentum untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh. Tidak sekadar sisi teknis di lapangan, tapi juga manajerial, struktural, dan filosofis. Saatnya membangun skuat yang mampu bermain dengan spirit tinggi dan bermental juara. Barito Putera juga harus menjadi rumah untuk tumbuhnya loyalitas dan semangat juang.
Liga 2 bukanlah “kasta” buangan. Di liga inilah setiap tim diuji ketangguhannya, bukan hanya secara teknik tapi juga mental dan komitmen. Tekanan untuk mendapat tiket promosi, persaingan ketat dan medan laga yang menantang menjadi medan paling tepat guna menempa karakter klub.
Ini adalah proses menuju pendewasaan. Bila dijalani dengan kesabaran dan ketekunan, hasilnya bisa jauh lebih berarti ketimbang sekadar bertahan di Liga 1 tanpa arah yang jelas.
Sementara bagi para pendukung atau suporter, saat ini bukanlah waktu untuk saling menyalahkan. Sebaliknya, perlihatkan arti sebenarnya dari loyalitas dan rasa cinta.
Dalam suka dan duka, cinta sejati pada klub diuji. Teriakan menggelora di stadion dan dukungan tak putus di dunia maya adalah bahan bakar utama bagi kebangkitan Barito Putera dari para pecintanya.
Barito Putera belum selesai. Justru dari titik ini, perjalanan baru dimulai. Dengan semangat yang tak pernah padam, kerja keras yang terarah, serta kebersamaan yang kuat, klub ini bisa kembali lebih kuat dan lebih membanggakan. Degradasi memang menyakitkan, tetapi kebangkitan yang lahir darinya akan terasa jauh lebih indah. (*)