TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dugaan skandal mega korupsi pengadaan laptop senilai Rp9,9 triliun di Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) tahun 2019-2023 bermodus manipulasi spesifikasi sistem operasi (OS) dari Windows ke Chromebook, dibongkar Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Bagaimana kasus dugaan mega korupsi di kementerian yang membidangi pendidikan Indonesia itu terungkap?
Kejaksaan Agung melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar memberikan penjelasan terkait hal itu.
Dijelaskan Harli, kasus ini bermula pada tahun 2020 saat Kemendikbud Ristek merancang pengadaan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) di berbagai jenjang pendidikan.
Namun, pengalaman uji coba pengadaan Chromebook pada 2018–2019 membuktikan program itu tidak efektif karena keterbatasan jaringan internet di sejumlah wilayah.
"Bahwa kondisi jaringan internet di Indonesia sampai saat ini diketahui belum merata, akibatnya penggunaan Chromebook sebagai sarana untuk melaksanakan kegiatan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) pada satuan pendidikan berjalan tidak efektif," ungkapnya.
Berdasarkan evaluasi awal, tim teknis pengadaan merekomendasikan penggunaan laptop dengan sistem operasi Windows.
Namun, Kemendikbud Ristek kemudian mengganti rekomendasi tersebut dengan spesifikasi baru yang mengarah ke OS Chromebook, tanpa alasan teknis yang kuat.
"Diduga penggantian spesifikasi tersebut bukan berdasarkan atas kebutuhan yang sebenarnya," tambahnya.
Dari total anggaran pendidikan sebesar Rp9,98 triliun, sekitar Rp3,58 triliun dialokasikan khusus untuk pengadaan perangkat TIK berbasis Chromebook, sementara Rp6,39 triliun dialokasikan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK).
Kejagung menduga ada persekongkolan dalam proses pengadaan laptop di Kemendikbud Ristek ini, termasuk manipulasi kajian teknis untuk memenangkan produk tertentu. Proses ini dilakukan dengan cara mengarahkan tim teknis baru agar menyusun kajian sesuai spesifikasi yang telah ditentukan sejak awal.
"Dan bukan atas dasar kebutuhan ketersediaan peralatan TIK yang akan digunakan dalam rangka pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimal (AKM) serta kegiatan belajar mengajar," tegas Harli.
Harli pun mengungkapkan, saat ini kasus korupsi tersebut telah naik ke tahap penyidikan.
“Dalam perkara ini diduga ada persekongkolan atau permufakatan jahat dari berbagai pihak dengan cara mengarahkan kepada tim teknis agar membuat kajian teknis terkait pengadaan peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK),” ungkapnya.
Penyidik kini menelusuri indikasi keterlibatan pihak internal kementerian dan pihak swasta dalam praktik pengadaan yang sarat kepentingan tersebut.
Kejagung memastikan penyidikan akan terus berjalan secara menyeluruh hingga seluruh pihak yang terlibat dimintai pertanggungjawaban hukum.