TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Kasus dugaan penipuan dan penggelapan dengan modus perjanjian kerja ke luar negeri, yang menyeret nama STIKOM Bali hingga kini masih dalam proses penyelidikan. Kasus ini mencuat usai, Rohani Martha Butarbutar (48) melaporkannya ke Polresta Denpasar.
Rohani Martha awalnya tergiur dengan iming-iming bekerja ke Inggris dengan gaji besar. Namun malah berujung pada penawaran kerja menjadi pembantu rumah tangga di Polandia. Total kerugian dana yang ditaksir Rohani capai Rp 47 juta selama dua tahun.
Tanggapi hal tersebut, Kuasa Hukum Rektor Stikom Bali, Prof. Dr Nurianto, SH, MH menjelaskan bagaimana mulanya hal ini mencuat. Stikom kata Nurianto merupakan satu lembaga pendidikan, yang memiliki program magang seperti ke Jepang dan Taiwan.
“Bagi siswa yang ingin magang ke Jepang atau ke Taiwan nih yang dananya kurang, itu ditalangi oleh STIKOM. Nanti pada saat dia magang di Jepang kan dia bekerja di sana, Nanti itu dicicilnya gitu. Sistem pengajaran Karena kan sekarang bisa online. Hybrid Bisa online, bisa offline, jadi mereka pengajaran itu pakai sistem online. Jadi begitu mereka magang sana, begitu mereka sampai di Indonesia selesai magang, dia mendapatkan tiga keuntungan,” jelas, Nurianto pada, Senin 26 Mei 2025.
Menurutnya keuntungan siswa magang di luar negeri ini, yang pertama dari segi pendapatan, kedua usai magang bisa dapat title dan yang ketiga mahasiswa bisa mendapatkan uang talangan dari STIKOM.
Kemudian oleh manajemen ini dikembangkan, sebab dinilai banyak membantu masyarakat umumnya. Dipilih lah PT Widya Dharma Sidhi (WDS) untuk mengembangkan program magang di STIKOM.
“Tapi tupoksinya STIKOM itu tetap sebagai lembaga pendidikan. Kemudian PT WDS ini bekerjasamalah dengan PT Ramzy yang punya izin LP3MI. Kemudian PT Ramzy ini menempatkan menempatkan D dengan A,” imbuhnya.
A sendiri merupakan karyawan PT Ramzy di bidang operasional. Untuk meningkatkan marketing magang ini, kata Nurianto A mencantumkan logo STIKOM Bali pada setiap pengembangan program magang.
“Untuk memberikan kepercayaan kepada orang, kepada masyarakat, dia cantumkan logo STIKOM. Tapi STIKOM tidak tidak tahu menahu gitu loh. Dicantumkan logonya,” bebernya.
Si A kata Nurianto, sekaligus menjadi peran yang merekrut peserta magang. Dengan tetap berdasar pada PT Ramzy, sebab telah memiliki izin dengan BP3MI. Kemudian karena A karyawan PT Ramzy mencantumkan logo STIKOM terdapat orang yang mentransfer uang ke STIKOM.
“(STIKOM) hanya menerima uang pendaftaran sebanyak Rp5 juta, kalau ada orang mentransfer ke STIKOM lebih daripada Rp5 juta, selisihnya itu ditransfer ke PT Ramzy. Jadi STIKOM itu tidak ada ngambil uang melebihi gitu loh. Dia sesuai dengan proporsinya. Ada itu buktinya. Lengkap semua pembukuannya,” sambungnya.
Nurianto memperkirakan, terdapat perjanjian antara PT Ramzy dengan PT WDS dengan peserta magang Rohani Martha jika dalam 1 tahun tidak berangkat magang maka uang peserta magang akan dikembalikan.
“Sudah lewat, mungkin si Martha ini enggak sabar lagi. Itulah dilaporkan si A. Karena si A ini yang menerima uangnya gitu. Jadi saya bilang, apa kaitannya dengan STIKOM? nah, kaitannya adalah karena si A itu mencantumkan logo STIKOM. Jadi orang berprasangka bahwa bahwa STIKOM ini salah satu ada kaitannya dengan PT Ramzy dan WDS gitu loh. Padahal enggak ada enggak ada masalah itu,” tandasnya.
Sementara mengenai STIKOM, di awal hanya melayani untuk pendaftaran mahasiswa magang saja menurut Nurianto wajar sebab sebagai lembaga pendidikan. Kalau ada calon mahasiswa ingin mendaftarkan diri ke kampus memang harus melakukan pembayaran pendaftaran. “Jadi hanya terima uang pendaftaran aja, enggak ada lain,” tandasnya.
Sedangkan mengenai mahasiswa magang yang memiliki NIM, tapi merasa tidak pernah kuliah. Nurianto mempertanyakan kembali, sebab jika sudah mendapatkan NIM, artinya data mahasiswa tersebut terdapat di PDDIKTI.
“Tapi apakah (mahasiswa) nanti aktif atau tidak, itu kan pribadi kan? ya, kalau mau mau aktif ya harus kuliah kuliah secara online kan gitu toh? Jadi kalau dia bilang enggak dapat NIM. Tapi enggak pernah kuliah. Enggak ada enggak ada enggak pernah kuliah. Itu salahnya siapa? Berarti ya salah dia sendiri kenapa dia enggak mau kuliah? kan gitu toh,” paparnya.
Menurutnya, STIKOM sendiri telah menyediakan pembelajaran melalui online. Langkah selanjutnya yang akan dilakukan kuasa hukum STIKOM Bali adalah mencari akar permasalahannya orang yang mencatut nama STIKOM. Orang tersebut katanya harus mempertanggungjawabkan, mengembalikan nama baik STIKOM. Dan STIKOM dijelaskan juga tak memiliki kewajiban kembalikan uang korban.
“Karena uangnya kan enggak dikasih ke STIKOM Ke mana uangnya? jadi kan misalnya contoh mohon maaf. Nah, sebenarnya STIKOM itu gampang kalau mau mengembalikan hanya Rp47 juta ya saya pikir kecil lah kan gitu toh? Iya. Tapi masalahnya ini prosedural. Prosedurnya karena STIKOM itu tidak ada sangkut pautnya dengan si Marta. Berarti enggak ada kewajiban dari STIKOM, enggak ada kewajiban,” tutupnya. (*)