TRIBUN-MEDAN.com - Sosok Ni Nyoman Reja, nenek asal Jimbaran, Bali jadi sorotan publik.
Di usianya 92 tahun, nenek tersebut dihadapkan di Pengadilan negeri (PN) Denpasar Bali.
Nyoman Reja jadi terdakwa dalam kasus dugaan pemalsuan dan penggelapan silsilah keluarga demi warisan.
Namun di tengah perjalanan kasusnya, Ni Nyoman Reja tetap tunduk dan taat hukum.
Meski jalan tertatih dan kadang harus menaiki kursi roda, Ni Nyoman Reja hadir ke Pengadilan negeri (PN) Denpasar Bali untuk menghadiri sidang atas kasus yang menderanya.
Ni Nyoman Reja didakwa dalam kasus pemalsuan silsilah keluarga.
Ada 17 orang yang terjerat kasus ini, termasuk Ni Nyoman Reja.
Kehadirannya dalam ruang sidang di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali lantas menjadi sorotan.
Saat memasuki ruang sidang, Ni Nyoman Reja yang sudah pikun itu harus dipapah.
Ia tertatih masuk ke ruang sidang.
Kendati demikian, Nyoman Reja tampak tegar.
Ia terlihat sabar dan menebar senyum saat bertemu dengan 16 anggota keluarganya, yang juga menjadi terdakwa dalam kasus tersebut.
Ni Nyoman Reja bersama 16 terdakwa lainnya telah melalui sidang dengan agenda pembacaan eksepsi di PN Denpasar pada Kamis (22/5/2025).
"Kalau fisiknya sehat tapi kalau dari gaya bicara sudah berbeda, pikun dia," kata penasehat hukumnya, Vinsensius Jala.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Dewa Gede Anom Rai mengatakan, Nyoman Reja bersama 16 terdakwa memalsukan silsilah keluarga kuturunan I Wayan Riyeg (alm), sekitar 14 Mei 2001 dan 11 Mei 2022.
Berkat surat silsilah palsu itu, para terdakwa kemudian membuat surat pernyataan waris agar bisa menguasai lahan seluas sekitar 13 hektare.
"Peranan terdakwa NI Nyoman Reja adalah mengetahui dan bersepakat untuk membuat silsilah keluarga dan surat pernyataan waris yang tidak benar dan tidak sesuai dengan kenyataanya atau palsu," kata dia.
Selanjutnya, para terdakwa mengajukan gugutan secara perdata terhadap lima orang ahli waris, dalam kasus ini berstatus sebagai korban, sekitar 18 Januari 2023.
"Perbuatan terdakwa menggunakan surat yang seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu sebagai bukti surat".
"Sebagai dasar gugatan perkara perdata yang terdaftar dalam perkara Nomor 50/Pdt.G/2023/PN.DPS pada Pengadilan Negeri Denpasar mengakibatkan para saksi korban mengalami kerugian, baik secara materiil maupun imateriil yang ditaksir kurang lebih sebesar Rp 718.750.000.000," kata dia dalam surat dakwaannya.
Atas perbuatannya, 17 terdakwa ini didakwa dengan Pasal 263 Ayat (1) dan (2) KUHP serta Pasal 277 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal ini melarang pemalsuan surat apapun yang dapat menimbulkan tuntutan, kewajiban, pelunasan utang, atau yang dimaksudkan sebagai bukti sesuatu.
Meskipun dijerat pasal pidana dengan ancaman hukuman hingga 6 tahun penjara, nenek Reja tidak ditahan.
Alasannya karena faktor usia yang sudah sangat lanjut.
Kisah nenek Reja pun viral di media sosial.
Banyak netizen menyuarakan keprihatinan dan berharap ada keadilan yang manusiawi bagi lansia seperti beliau.
Ni Nyoman Reja merupakan warga Lingkungan Pesalakan, Kelurahan Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, Bali.
Ia lahir di Bali, 31 Desember 1932.
Selama tinggal di Bali, ia beraktivitas layaknya masyarakat biasa.
Namun, ketika memasuki usia senja, Ni Nyoman Reja justru terlibat kasus hukum.
Ia diadili di PN Denpasar atas tuduhan pemalsuan silsilah keluarga.
Pegacara Ni Nyoman Reja mengatakan, kliennya ini kemungkinan besar hanya diminta menempelkan cap jempol di dokumen silsilah keluarga tersebut.
Karena keterbatasan pengetahuan dan akibat usia yang sudah lanjut, Ni Nyoman Reja pun mengamini apa yang diminta kepada dirinya.
Sehingga, ketika muncul masalah di kemudian hari, ia pun harus jalan tertatih-tatih ke PN Denpasar ditemani penasihat hukumnya.
Kasus ini kemudian menimbulkan simpati publik, karena usianya yang sudah sangat lanjut dan kondisinya yang renta.
Meski terancam hukuman enam tahun penjara, nenek Ni Nyoman Reja tidak ditahan karena pertimbangan usia dan faktor kesehatan.
(*/TRIBUN-MEDAN.com)
Sumber: Tribunbali