Nenek 92 Tahun Jadi Terdakwa Pemalsuan Silsilah di Bali, Pengacara Sayangkan Penetapan Tersangka
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kasus hukum yang menjerat Ni Nyoman Reja seorang nenek berusia 92 tahun di Bali menjadi sorotan publik.
Nenek asal Jimbaran, Badung ini menjadi terdakwa dalam kasus dugaan pemalsuan dan penggelapan silsilah keluarga demi warisan bersama 16 terdakwa lainnya.
Ni Nyoman Reja bersama 16 terdakwa lainnya telah melalui sidang dengan agenda pembacaan eksepsi dari para terdakwa di Pengadilan Negeri Denpasar pada Kamis 22 Mei 2025.
Tim kuasa hukum menyayangkan proses penetapan tersangka terhadap lansia tersebut, mengingat belum adanya keputusan final terkait sengketa perdata yang menjadi akar permasalahan.
Menurut pengacara Semuel Hanok Yusuf Uruilal, perkara perdata yang melibatkan klien mereka, termasuk Nyoman Reja (93) belum memasuki tahap putusan pokok perkara.
Pengadilan Negeri sebelumnya memutuskan gugatan konvensi dan rekonvensi dalam perkara tersebut dengan status Niet Ontvankelijk Verklaard (NO) atau tidak dapat diterima.
“Diputus NO, artinya belum ada yang menang atau kalah dalam perkara ini. Putusan itu pun sudah inkrah, tetapi hanya pada aspek formal, belum sampai ke substansi atau pokok perkara,” ujar Semuel dijumpai Tribun Bali, di Denpasar, pada Minggu 25 Mei 2025.
Kasus ini kemudian diproses pidana tanpa kepastian perdata, pengacara menilai proses hukum ini terlalu dipaksakan, mengingat akar masalah merupakan sengketa warisan yang semestinya diselesaikan terlebih dahulu melalui jalur perdata.
"Dakwaan terhadap Nyoman Reja yang sudah sangat tua dan mengalami keterbatasan fisik, dinilai tidak manusiawi," ujar dia.
"Padahal kondisi beliau sangat rentan—jalan saja susah, makan menurun, dan pendengaran juga terganggu,” tambahnya.
Pengacara lainnya, Gede Bina menuturkan bahwa Nyoman Reja hanya seorang yang tamat pendidikan hingga kelas 3 Sekolah Rakyat dan tidak cakap hukum. Kondisi ini membuat mereka sering tidak memahami pertanyaan dalam pemeriksaan.
Dalam perkara ini, kedua belah pihak saling mengajukan silsilah keluarga sebagai bukti hak waris. Namun hingga kini belum ada pemeriksaan substantif yang menetapkan silsilah mana yang sah secara hukum.
“Silsilah mana yang benar belum pernah diperiksa secara substansi. Baik pelapor maupun terdakwa sama-sama mengklaim. Tapi belum ada validasi dari pengadilan, sehingga silsilah siapa yang sah belum bisa ditentukan,” tegas pengacara lainnya.
Dalam sidang tahap dua di Kejaksaan, Nyoman Reja disebut masih yakin dengan kebenaran silsilah yang diajukan pihaknya.
“Saat ditanya, nenek menjawab dengan tegas Silsilah itu benar. Saya tidak pernah bohong’,” ujar pengacara
Tim kuasa hukum, Vincensius Jala berharap agar pengadilan mempertimbangkan eksepsi yang telah diajukan dan mengembalikan penyelesaian perkara ini ke jalur perdata.
“Ini murni sengketa hak waris. Seharusnya diselesaikan melalui proses perdata terlebih dahulu. Tidak adil membawa perkara ini ke ranah pidana sebelum ada kejelasan hukum atas hak yang disengketakan,” ujar dia.
Dalam sidang perdana, Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Dewa Gede Anom Rai menyampaikan, Nyoman Reja bersama 16 terdakwa memalsukan silsilah keluarga kuturunan I Wayan Riyeg (alm), sekitar 14 Mei 2001 dan 11 Mei 2022.
Para terdakwa kemudian membuat surat pernyataan waris agar bisa menguasai lahan seluas sekitar 13 hektare.
"Peranan terdakwa NI Nyoman Reja adalah mengetahui dan bersepakat untuk membuat silsilah keluarga dan surat pernyataan waris yang tidak benar dan tidak sesuai dengan kenyataanya atau palsu," jelasnya.
Sebagai dasar gugatan perkara perdata yang terdaftar dalam perkara Nomor 50/Pdt.G/2023/PN.DPS pada Pengadilan Negeri Denpasar mengakibatkan para saksi korban mengalami kerugian, baik secara materiil maupun imateriil yang ditaksir kurang lebih sebesar Rp718.750.000.000.
Atas perbuatannya, 17 terdakwa ini didakwa dengan Pasal 263 Ayat (1) dan (2) KUHP serta Pasal 277 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (*)