Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, KELAPA GADING - "Lu kalau mau cari gengsi, makan aja di tempat lain. Tapi kalau mau cari (makan) enak, ya datang ke Kelapa Gading."
Kalimat itu dilontarkan Edwin Pangestu, konten kreator kuliner sekaligus pendiri Gastronusa, saat hadir di peluncuran The Gading Archive di Gafoy, Summarecon Mall Kelapa Gading, Jakarta Utara, Sabtu (24/5/2025) siang.
Sebagai warga asli Kelapa Gading, Edwin tahu benar bahwa kawasan ini menyimpan kekayaan rasa yang tak bisa ditawar.
Bertahun-tahun tinggal di sana, Edwin sudah paham di mana saja kuliner enak yang wajib dicicipi semua orang ketika berkunjung ke kawasan yang terletak di utara Jakarta itu.
Kuliner di Kelapa Gading yang justru menawarkan cita rasa terbaik adalah mereka yang merintis dari tempat yang seadanya, baik di rumah maupun di kaki lima.
Bagi Edwin, justru di kaki lima, tempat yang sering diremehkan, tersimpan kasta tertinggi rasa kuliner Indonesia.
"Kasta tertinggi makanan Indonesia itu ada di kaki lima," celetuknya.
Dan dari tempat-tempat inilah cerita menjadi lebih dari sekadar urusan lidah.
Ia berubah menjadi identitas, menjadi warisan yang patut dirawat bersama.
Semangat itulah yang memantik Summarecon menghadirkan The Gading Archive (TGA), sebuah upaya untuk mengangkat kembali kekayaan kuliner Kelapa Gading sekaligus merayakan para pelaku industri kuliner dalam mengukir sejarah rasa di kawasan ini.
"Tujuan dasar mengadakan The Gading Archive ini untuk melestarikan tempat-tempat makan atau pejuang-pejuang kuliner kita mulai dari kelapa gading. Di Kelapa Gading ini banyak sekali makanan-makanan enak, cerita rasa enak yang mungkin khalayak ramai belum tahu," ujar Direktur Summarecon Soegianto Nagaria.
Program TGA membuka rangkaian perayaan 50 tahun Summarecon dengan mengarsipkan dan merayakan kuliner legendaris yang membentuk denyut kawasan Kelapa Gading.
TGA bukan sekadar pencatatan tempat makan legendaris dalam sebuah daftar, tapi sebuah "museum" rasa yang hidup, penuh kisah, perjuangan, dan nostalgia.
Generasi mendatang diajak untuk mengenal dan lebih bangga akan warisan rasa yang telah dirintis puluhan tahun lalu.
TGA hadir dalam bentuk eksibisi, eksplorasi rasa, dan platform digital yang didedikasikan untuk mendukung keberlanjutan wirausaha kuliner agar dapat terus dinikmati lintas generasi.
Eksibisi akan berlokasi di The Gading Archive Pop-Up Space, GAFOY, Summarecon Mall Kelapa Gading.
Eksibisi ini dibuka untuk umum mulai 24 Mei-29 Mei 2025.
Dalam season pertama ini, TGA menghadirkan 20 kuliner pilihan yang telah berjualan di Kelapa Gading sejak lama.
20 kuliner pilihan itu terbagi dalam dua kategori, yakni Kuliner Legendaris dan Kuliner Only in Gading.
Kuliner Legendaris, yang dimaksudkan untuk menghormati para perintis rasa di Kelapa Gading, meliputi Homemade Bakery, Pempek Palembang & Otak-otak 161, Gado-gado AA, Bakmi Tan, Rumah Makan Marannu, Warung Tahu, Wiro Sableng, Si Jempol, Sari 21, Bakmi Aloi, Kwetiau Kelapa Gading, Christy Pudding, dan Es Krim Brasil.
Sementara Kuliner Only in Gading menghadirkan harta karun tersembunyi alias hidden gem kuliner di Kelapa Gading, meliputi Martabak Bong Ngian, Bakso Ragil, Ippeke Komachi, Sate Afrika H Ismail Coulibaly, Warung Thailand SCI, Nasi Uduk Lapangan Tenis, hingga Unank Juice.
Pengunjung bisa ikut program eksplorasi kuliner dengan TGA Food Passport, yang di dalamnya berisi gambaran denah lokasi tempat-tempat kulineran itu di area Kelapa Gading.
Warisan kuliner Kelapa Gading ini juga dikemas dalam format digital berupa website, Instagram, dan YouTube.
Pengemasannya dalam konten dokumentasi kuliner yang menyentuh, informatif, dan mudah diakses.
Liputan, wawancara, hingga video dokumenter dirancang untuk membawa publik menyelami kisah di balik setiap suapan.
Sugianto menambahkan, TGA tak membatasi jenis kuliner.
Siapa pun yang pernah, sedang, atau berasal dari Kelapa Gading berpeluang diangkat ke panggung arsip rasa ini.
"Dengan demikian kita juga mengambil salah satu bagian untuk mendukung lebih terkenalnya Indonesia untuk semakin dikenal di dunia. Nah kalau mereka ke Jakarta, salah satu tujuan wisatanya adalah Kelapa Gading. Yang mana di sini banyak kesempatan untuk menikmati berbagai ragam kuliner yang kualitasnya legendaris," ucapnya.
Mencicipi Kisah di Balik Martabak Bong Ngian
Para awak media diajak juga berkeliling ke beberapa tempat kuliner legendaris yang dilestarikan dalam The Gading Archive.
TribunJakarta.com pun berkesempatan mengikuti food tour ke Martabak Bong Ngian, usaha martabak yang telah berdiri sejak tahun 1980-an di Jalan Summagung III Blok K1 No.12, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Usaha ini berakar dari sebuah gerobak pukis milik Bong Ngian, sang perintis yang kini warisannya diteruskan oleh anak-anaknya, termasuk Tya.
Meski sudah turun generasi, Bong Ngian tetap terlibat, bahkan masih rutin belanja kebutuhan usaha.
"Papa masih ikut mengawasi, terus juga masih setiap hari belanja bahan-bahan juga buat di sini," ucap Tya.
Tekstur martabak manisnya lembut dan tebal, dengan rasa manis yang pas.
Sementara martabak telurnya punya isian daging yang tebal dan kulit yang crispy gurih.
Tak heran jika dalam sehari mereka bisa menjual hingga 200 porsi.
Lokasinya yang strategis, dekat dengan ruko dan stasiun LRT, menjadikan gerai ini ramai dikunjungi.
Kini, Martabak Bong Ngian juga sudah memiliki tempat dine-in yang nyaman, menjadikannya destinasi kuliner yang wajib disambangi saat mampir ke Kelapa Gading.