TRIBUNNEWS.com - Dua mantan pejabat di bank Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Dicky Syahbandinata dan Zainuddin Mappa, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sritex Tbk.
Dicky dan Zainuddin menjadi tersangka bersama dengan mantan Bos Sritex, Iwan Setiawan Lukminto.
Lantas, seperti apa sosok Dicky dan Zainuddin?
Dicky merupakan mantan Pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB.
Dikutip dari laman resmi Bank BJB, Dicky lahir pada 8 Juli 1980 di Bandung, Jawa Barat.
Ia merupakan Sarjana Akuntansi lulusan Universitas Langlangbuana tahun 2005.
Pada 2009, Dicky meraih gelar Magister di bidang Keuangan Perbankan dari Universitas Padjadjaran (Unpad).
Saat menjadi Pemimpin Divisi Komersiap dan Korporasi BJB, Dicky pernah tergabung sebagai Anggota Assets and Liability Committee (ALCO).
Di Bank BJB, Dicky pernah menduduki sejumlah jabatan strategis.
Di antaranya adalah Group Head of Investor Relation, Pemimpin Wilayah II, Pemimpin Wilayah V, hingga Senior Vice President untuk Cabang Lampung.
Dilansir Kontan.co.id, Zainuddin Mappa merupakan mantan Direktur Manajemen Risiko Bank DKI.
Saat ditunjuk menjadi Direktur Bank DKI pada 2018, ia mundur dari PT BRI Agroniaga Tbk (AGRO).
Pada 2019, ia kemudian dipercaya menjadi Direktur Utama Bank DKI.
Dua tahun setelahnya, atau pada 2021, Zainuddin dilantik menjadi Direktur Utama PT Kawasan Industri Makassar (Persero), dikutip dari laman Facebook Bank DKI.
Zainuddin diketahui merupakan lulusan Universitas Hasanuddin.
Ia pernah menjabat sebagai Direktur Keuangan hingga Direktur di Bank Raya Indonesia.
Tak hanya itu, Zainuddin juga pernah bekerja di Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), Abdul Qohar, mengungkapkan peran Dicky Syahbandinata dan Zainuddin Mappa dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada Sritex.
Qohar mengatakan Dicky dan Zainuddin telah memebrikan kredit secara melawan hukum kepada Sritex, melalui Iwan Setiawan Lukminto.
Keduanya telah melanggar Standar Operasional Prosedur (SOP) Bank serta Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, sebab tak melakukan analisis dan menaati prosedur saat memberikan kredit kepada Sritex, yang kala itu dipimpin Iwan.
Pasalnya, Sritex memiliki peringkat BB- atau sebagai perusahaan yang berisiko gagal bayar cukup tinggi, berdasarkan penilaian dari Lembaga Pemeringkat Fitch dan Moodys.
Peringkat itu membuat Sritex menjadi perusahaan yang tidak layak diberi kredit tanpa adanya jaminan.
"Padahal seharusnya pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitur yang memiliki peringkat A yang seharusnya wajib dilakukan sebelum diberikan fasilitas kredit," kata Qohar dalam jumpa pers, Rabu (21/5/2025).
Lebih lanjut, Qohar menjelaskan, hal tersebut kemudian dibuktikan dengan macetnya pembayaran kredit dari Sritex kepada Bank BJB dan Bank DKI.
Akibat adanya pemberian kredit dari Bank BJB dan Bank DKI kepada Sritex, negara mengalami kerugian hingga Rp692 miliar.
Sementara itu, diketahui Iwan Setiawan Lukminto justru menyalahgunakan kredit dari bank BUMD untuk keperluan lain.
Abdul Qohar mengatakan, Iwan justru menggunakan kredit dari bank BUMD untuk membeli tanah hingga membayar utang kepada pihak ketiga.
Padahal, dalam perjanjiannya dengan Bank BJB dan Bank DKI, kredit yang diberikan semestinya untk modal kerja di Sritex.
"Tetapi, berdasarkan hasil penyidikan hang tersebut tidak digunakan untuk modal kerja, tapi digunakan untuk membayar utang dan membeli aset yang tidak produktif," jelas Qohar.
"Ada di beberapa tempat, ada yang di Jogja, ada yang di Solo. Jadi nanti pasti akan kita sampaikan semuanya," imbuh dia.
Sebagai informasi, kini Iwan, Dicky Syahbandinata, dan Zainuddin Mappa, telah ditahan setelah menjalani pemeriksaan di Kejagung pada Rabu malam.
Ketiganya dijerat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH-Pidana.
(Pravitri Retno W/Fahmi Ramadhan, Kontan.co.id/Galvan Yudistira)