TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Bengawan Solo merupakan nama sungai terpanjang di pulau Jawa di Indonesia yang mengalirkan air dari daerah aliran sungai (DAS) seluas ±16,100 km2, mulai dari Pegunungan Sewu di sebelah barat-selatan Solo ke laut Jawa di utara Surabaya melalui alur sepanjang ±600 km (370 mil).
Bengawan Solo menjadi jalur air bagi penduduk dan lahan pertanian di bagian timur dan utara pulau Jawa, alur sungai ini juga terkenal di kalangan paleoantropologi.
Banyak penemuan sisa-sisa hominid awal (berasal dari 100,00 hingga 1,5 juta tahun yang lalu) telah dilakukan di beberapa situs di lembahnya, terutama di Sangiran, termasuk fosil manusia purba pertama yang ditemukan di luar Eropa, yang disebut dengan tengkorak Manusia Jawa.
Terlepas dari status Bengawan Solo sebagai sungai terpanjang di Jawa, ada beberapa mitos yang menyelimutinya.
Mitos soal Bengawan Solo ini beberapa sudah menjadi urban legend selama bertahun-tahun, salah satunya adalah mitos onggo-inggi.
Mitos Onggo-Inggi
Keberadaan Sungai Bengawan Solo diperkirakan sudah ada sejak jutaan tahun lalu, menjadikannya salah satu saksi bisu peradaban di Pulau Jawa.
Namun, aliran tenangnya kerap dikaitkan dengan peribahasa "air tenang menghanyutkan".
Tak sedikit nyawa yang hilang di sungai ini, baik karena kecelakaan saat berenang, tenggelam, maupun saat berusaha menyelamatkan orang lain.
Di balik tragedi-tragedi itu, masyarakat bantaran sungai menyimpan sebuah mitos yang dipercaya turun-temurun: kisah makhluk mistis bernama onggo-inggi.
Onggo-inggi digambarkan sebagai sosok perempuan menyeramkan yang hanya berupa kepala tanpa tubuh, berambut panjang, dan gentayangan di sepanjang aliran sungai.
Masyarakat percaya bahwa makhluk ini menyerang korbannya dengan cara membelit menggunakan rambutnya, lalu menyeret mereka ke tengah sungai untuk ditenggelamkan.
Yang menjadi target dari onggo-inggi pun tidak sembarangan.
Konon, makhluk ini hanya mengincar anak-anak hingga remaja yang masih perjaka atau perawan.
Dalam beberapa kisah, disebutkan bahwa onggo-inggi bahkan bisa “menyembunyikan” anak manusia dan baru akan mengembalikannya jika telah ditemukan pengganti yang cocok.
Berbeda dari makhluk mitos lainnya yang biasanya muncul pada malam hari, onggo-inggi justru diyakini aktif di siang bolong, tepat saat orang-orang merasa paling aman.
Namun, seperti legenda-legenda horor Nusantara lainnya, onggo-inggi juga memiliki kelemahan.
Ia diyakini takut terhadap kain kafan dan menyan, dua benda yang kerap digunakan dalam ritual pengusiran makhluk halus.
Antara Mitos dan Pesan Moral
Meskipun banyak masyarakat yang meyakini keberadaan onggo-inggi, tidak sedikit pula yang menganggap cerita ini hanyalah hasil rekayasa.
Tujuannya tak lain adalah untuk menakut-nakuti anak-anak agar tidak bermain sembarangan di bantaran sungai, mengingat bahaya nyata yang mengintai di aliran Bengawan Solo.
Nah, kalau Tribuners percaya yang mana?
(*)