Tak Mau Rumahnya Dirobohkan, Atalarik Syach Akhirnya Mau Bayar Uang Lahan Rp 850 Juta
TRIBUNJATENG.COM – Sengketa tanah yang melibatkan aktor senior Atalarik Syach memasuki babak baru pada 16 Mei 2025.
Rumah mewah miliknya di kawasan Cibinong, Kabupaten Bogor, hampir dieksekusi paksa oleh pihak Pengadilan Negeri Cibinong, sebelum akhirnya negosiasi dilakukan antara Atalarik dan pihak penggugat.
Sengketa ini bermula dari klaim kepemilikan tanah oleh seorang bernama Dede Tasno. Ia mengajukan gugatan terhadap Atalarik sejak 2015, mengklaim bahwa sebagian dari tanah seluas 7.800 meter persegi yang dihuni sang aktor adalah milik sah kliennya.
Sementara Atalarik mengaku memiliki akta jual beli (AJB) yang sah dari PT Sapta Usaha Gemilang Indah sejak tahun 2000.
“Saya beli tanah ini secara sah. Semua dokumen ada dan lengkap, termasuk AJB. Tapi memang prosesnya sudah panjang, dan sekarang kami memilih jalur damai,” kata Atalarik kepada awak media di lokasi, Jumat (16/5/2025).
Pengadilan Negeri Cibinong sebelumnya telah memenangkan pihak Dede Tasno, dan bahkan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Atalarik pada Juni 2024 pun ditolak.
Akibatnya, eksekusi pun dijadwalkan.
Namun, menjelang pelaksanaan eksekusi, adik Atalarik, Attila Syach, turun tangan dan bernegosiasi langsung dengan kuasa hukum Dede Tasno.
“Kami akhirnya sepakat membeli kembali lahan yang disengketakan seluas 550 meter persegi seharga Rp 850 juta,” ujar Attila Syach usai negosiasi.
Aktor Atalarik Syach akhirnya setuju untuk membayar uang pembebasan lahan senilai Rp 850 juta guna menghindari eksekusi rumahnya yang berdiri di atas tanah sengketa di kawasan Cibinong, Jawa Barat.
Kesepakatan tersebut tercapai antara Atalarik dan pihak penggugat, Dede Tasno, yang memberikan syarat pembatalan eksekusi dengan pembayaran kompensasi dalam waktu tiga bulan.
Namun hingga saat ini, Atalarik baru menyerahkan Rp 200 juta, dari komitmen awalnya sebesar Rp 300 juta.
“Tadi kami sempat tunggu transfernya sampai jam 11, baru masuk Rp 200 juta. Padahal sebelumnya disanggupi Rp 300 juta. Sisanya akan dicicil dalam tiga bulan,” ujar Yuri Ramadhan, kuasa hukum Dede Tasno, saat ditemui di Cibinong, Bogor, Jumat (16/5/2025).
Yuri mengungkapkan proses negosiasi sempat berjalan alot karena Atalarik sempat mengusulkan pembayaran menggunakan BPKB mobil.
“Dia bilang mobilnya bisa laku Rp 200 juta. Tapi kami menolak, kami hanya menerima pembayaran tunai,” tegas Yuri.
Meski telah disepakati, nilai Rp 850 juta disebut masih bersifat estimasi. Yuri menyatakan pihaknya akan kembali melakukan pengukuran ulang bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) guna memastikan nilai lahan yang sebenarnya.
“Saya ingin ukur ulang karena sebelumnya hanya menggunakan perhitungan kasar. Kami sedang mengupayakan komunikasi dengan BPN agar perhitungannya valid,” jelasnya.
Yuri juga menyayangkan sikap Atalarik yang terkesan mengulur waktu penyelesaian perkara, yang menurutnya merugikan baik pihaknya maupun tim eksekutor dari Pengadilan Negeri Cibinong.
“Kenapa harus menunggu sampai begini dulu baru diselesaikan? Seharusnya bisa dikomunikasikan sejak awal agar tidak terjadi seperti ini,” ujarnya.
Ia menambahkan, putusan pengadilan telah menyatakan bahwa status tanah yang ditempati Atalarik tidak sah secara hukum dan sebagian bangunan rumahnya berdiri di atas lahan milik penggugat.
“Makanya kami bisa lakukan negosiasi ini. Sekarang sudah dibuat kesepakatan di hadapan notaris, artinya sah secara hukum,” kata Yuri.
Dengan adanya kesepakatan tersebut, pihak penggugat berharap Atalarik memenuhi janjinya untuk melunasi seluruh nilai kompensasi yang telah disepakati.
“Kalau sudah dibuat secara notariil, maka bisa langsung dibawa ke pengadilan jika ada wanprestasi. Tidak perlu lagi melalui polisi,” pungkasnya.
Sebagai informasi, sengketa lahan ini telah berlangsung sejak tahun 2015. Atalarik mengklaim telah membeli tanah seluas 7.000 meter persegi tersebut secara sah pada tahun 2000.
Namun, Pengadilan Negeri Cibinong menyatakan bahwa pembelian tersebut tidak sah, sehingga pada Kamis (15/5/2025) lalu, eksekusi terhadap rumah Atalarik sempat dilakukan oleh pengadilan.
(*)