TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Kepala Sekolah SMK Citra Bangsa Mandiri, Prisillia Mutiara Sari, S.Si., Gr., menjadi sorotan publik usai unggahan video wisuda sekolah ala perguruan tinggi yang viral di media sosial.
Sayangnya, setelah viral berujung pada hujatan dan bahkan tindakan doxing yang dialamatkan kepada dirinya secara pribadi.
Doxing adalah tindakan mengumpulkan dan menyebarkan informasi pribadi seseorang ke publik tanpa izin.
Biasanya dengan tujuan mengintimidasi, mempermalukan, atau membahayakan orang tersebut.
Prisillia mengatakan, sejak awal pihaknya tidak memiliki niatan merendahkan institusi pendidikan tinggi.
Ia menegaskan konsep wisuda di SMK Citra Bangsa Mandiri sudah berlangsung sejak 2013 dan menjadi bagian dari budaya sekolah.
"Acara wisuda yang kami selenggarakan itu memang sudah terlaksana sejak tahun 2013.
Berarti sudah lebih dari 10 tahun.
Itu artinya sudah menjadi budaya dari sekolah kami, dan termasuk dalam agenda kurikulum SMK Citra Bangsa Mandiri Purwokerto," ujarnya kepada Tribunbanyumas.com, Selasa (13/5/2025).
Namun, yang menjadi pemicu utama kontroversi adalah penampilan acara wisuda yang mirip perguruan tinggi lengkap dengan sidang senat terbuka dan pemakaian kalung gordon.
Hal ini mengundang komentar pedas netizen, yang kemudian menjalar menjadi doxing terhadap Prisillia.
"Kami tidak ada niatan merendahkan pendidikan yang lebih tinggi. Justru sekolah ingin mengapresiasi atas daya juang anak.
Bahkan saya ikut menari karena bagian dari upaya melebur dengan siswa dan menjadi metode pendekatan," katanya.
Terkait latar belakang pendidikannya, Prisillia yang merupakan lulusan sarjana teknik, justru menganggap kritik yang mengarah ke sana sebagai bentuk perhatian.
"Betul, itu merupakan bukti saya adalah insan pembelajar.
Saya harus mengembangkan potensi diri saya dalam hal pedagogik, salah satunya dengan belajar di UT.
Sekarang saya sedang mengikuti PPG dalam jabatan, dan Alhamdulillah lulus pretest-nya," katanya.
Yayasan pun, lanjut Prisillia, mendukung dirinya meningkatkan kompetensi manajerial dengan mengikuti diklat calon kepala sekolah.
Mengenai pemakaian atribut wisuda yang dikritik, Prisillia menegaskan tidak ada aturan yang melarang hal tersebut.
"Pemakaian atribut kemarin merupakan suatu simbol dan menurut kami itu tidak ada undang-undang yang melarang atau mengatur penggunaannya," katanya.
Ia pun menegaskan publikasi kegiatan semacam ini bukan hal baru.
"Sudah sejak dulu kami publikasikan kegiatan kami di akun media sosial. Tidak pernah ada respon atau teguran sebelumnya," imbuhnya.
Namun, ketika kontroversi pecah dan viral, Dinas Pendidikan Provinsi turut mengkonfirmasi kegiatan tersebut sebagai bentuk perhatian.
Meski begitu, Prisillia menyayangkan adanya tindakan yang merugikan secara personal, seperti doxing.
"Karena kami adalah insan atau masyarakat yang ada dalam dunia pendidikan, tentu kami meresponnya dengan rasional, dengan bijak dan objektif.
Kami memahami nanti akan ada waktu dan media yang tepat memberikan hak suara kami," ucapnya.
Menutup keterangannya, Prisillia mengatakan pihak sekolah terbuka terhadap kritik.
"Untuk penggunaan pola wisuda seperti ini, walaupun tidak ada aturan bakunya, tapi dengan adanya kritik dan saran yang masuk, tentu akan kami pertimbangkan, dalam rangka peningkatan pelayanan pendidikan," terangnya. (jti)