SURYA.co.id | SURABAYA – Penguatan ekosistem start up di Indonesia terus mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, salah satunya dari Yayasan GOTO Impact Foundation (GIF).
Head of Connection & Growth GIF, Varyan Griyandi, menjelaskan startup di Indonesia memang sudah menjamur semenjak era pandemi.
Namun, sayangnya banyak dari mereka yang hanya seumur jagung.
’’Bagi sebuah startup, bertahan selama lima tahun itu sudah pencapaian. Yang jadi masalah, sebagian besar startup di Indonesia tak bisa bertahan selama satu tahun,’’ kata Varyan, di Surabaya, Jumat (9/5/2025).
Hal tersebut karena banyaknya startup yang hanya menawarkan satu solusi saja untuk proyek mereka.
Padahal, setiap konsumen atau lokasi punya karakteristik masing-masing.
"Sehingga, seringkali solusi yang mereka hadirkan rupanya hanya cocok untuk segelintir klien saja," ujar Varyan.
Selanjutnya oleh GIF, selama tiga tahun terakhir, mereka mengurasi start up dan organisasi lainnya yang sudah menerapkan ide mereka namun masih kesulitan memperluas pasar.
Dalam ekosistem tersebut, GIF menggandeng LSM sampai akademisi untuk bisa mengembangkan model bisnis yang digagas oleh startup.
"Karena kami juga ingin memberi kemanfaatan, kami menjaring social enterprise yang punya gagasan feasible. Lalu, kami pertemukan dengan LSM yang tahu benar tentang kondisi lapangan terkait dengan model bisnis mereka dalam program kami Catalyst Changemakers Ecosystems,’’ beber Varyan.
Misalnya, program yang dijalankan di Lawang, Kabupaten Malang.
Program tersebut mengajak empat organisasi untuk bisa membantu pekerjaan petani kopi dalam mengenali berbagai fase dan masalah tanaman dengan AI.
Gagasannya, petani kopi hanya perlu memotret sampel tanaman untuk tahu apakah sudah masuk masa panen, atau mengidentifikasi masalah pada tanaman tersebut.
Dalam tiga tahun terakhir, Varyan menyebut, pihaknya menggandeng 138 organisasi.
Sekitar 72 di antaranya merupakan startup yang menggagas model bisnis social enterprise.
Memang, per tahun mereka hanya memilih 4-6 konsorsium yang dibiayai untuk mulai implementasi model bisnis mereka.
Sementara itu, dalam peluncuran inovasi agribisnis kopi berkelanjutan bertajuk 'Gandrung Tirta' lewat program Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) 3.0, di Desa Ketindan, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, para petani, pemuda, dan ibu rumah tangga diajak memanfaatkan peluang pasar kopi domestik yang diperkirakan akan terus meningkat.
Dalam kegiatan yang berlangsung Rabu (7/5/2025) itu, dipaparkan bila produktivitas 200 petani kopi fine robusta baru mencapai 43 persen, sehingga menghambat keefektifan aktivitas perkebunan dan pemenuhan permintaan pasar.
Monica Oudang, Ketua GoTo Impact Foundation, menekankan pentingnya membangun keberanian dan kapasitas setiap individu untuk mendorong perubahan positif.
“Selama lima tahun bergerak bersama 138 changemakers, kami mempelajari bahwa perubahan sistemik dan berkelanjutan bukan hanya tentang menghadirkan solusi yang tepat sasaran, tapi bagaimana masyarakat bisa berdaya agar inovasi terus tumbuh di masa depan,” jelas Monica.
Dengan pendampingan intensif di Catalyst Changemakers Lab (CCLab), pihaknya mendorong para changemakers, termasuk Gandrung Tirta, untuk mampu berinovasi secara kolektif dan kontekstual.
Tujuannya bukan mengejar peningkatan produktivitas kopi semata, namun juga menyelesaikan akar permasalahan dengan menempatkan petani sebagai mitra dan meningkatkan minat generasi muda di bidang perkebunan.
Untuk mewujudkan misinya, Gandrung Tirta, yang merupakan hasil sinergi dari empat organisasi, Agroniaga, BIOPS Agrotekno, FAM Rural, dan Rise Social, mengembangkan tiga strategi utama.
"Pertama, teknologi Pertanian. Pemanfaatan teknologi IoT dan AI membantu petani meningkatkan kualitas, konsistensi, dan produktivitas pertanian kopi," ujar Monica.
Petani bisa memantau kesehatan tanaman dengan informasi berbasis data terstandar dari jarak jauh, mengoptimalkan penggunaan pupuk dan pestisida yang tepat sehingga mengurangi risiko gagal panen.
Kedua, pengelolaan limbah organik.
"Memberdayakan ibu rumah tangga untuk mengelola limbah kulit kopi menjadi produk bernilai tambah seperti dompet kulit, bingkai kacamata, dan jam tangan," beber Monica.
Sebagai bagian dari pendekatan berkelanjutan, program ini juga memanfaatkan kembali limbah kopi untuk aktivitas perkebunan melalui produk anti-pest dan coffee peat, serta mengolah limbah organik dari kotoran hewan ternak menjadi pupuk cair dan pupuk padat.
Ketiga, program pemberdayaan lembaga dan pemuda.
Kegiatan edukasi dan pelatihan yang berfokus pada budidaya kopi berkelanjutan, wirausaha, dan tata kelola kelembagaan untuk kelompok tani dan pemuda desa.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan mereka sehingga dapat mendukung terciptanya agribisnis kopi yang berkelanjutan.
Nasrullah Aziz, Perwakilan Konsorsium Gandrung Tirta, menyampaikan bahwa penerapan strategi ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan petani dalam praktik budidaya kopi berkelanjutan (Good Agricultural Practices) hingga 80 persen, serta mendorong peningkatan produktivitas kopi sebesar 18 persen pada tahun pertama.
Seiring peningkatan tersebut, pendapatan petani diharapkan naik hingga 15 persen.
Dalam acara peluncuran, Kepala BAPPEDA Kabupaten Malang, Ir Tomie Herawanto MP, turut mendukung Gandrung Tirta sebagai mitra strategis untuk mengakselerasi target indeks ekonomi hijau sebesar 66,84 persenpada 2045.
“Pengembangan agribisnis tidak hanya soal peningkatan produktivitas untuk memenuhi permintaan pasar, tetapi juga memastikan keberlanjutan daya dukung SDM dan lingkungan. Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk ambil bagian dalam inovasi Gandrung Tirta demi terwujudnya transformasi ekonomi hijau dan masyarakat Malang yang lebih sejahtera," terang Tomie.
Peluncuran inovasi agribisnis kopi di Malang ini sekaligus menjadi penutup rangkaian peluncuran implementasi solusi CCE 3.0 yang telah dilaksanakan di Magelang, Lombok Tengah, dan Belitung.
Keempat inovasi tersebut akan menjawab berbagai tantangan lokal yang mendorong peningkatan ekonomi dan kualitas hidup masyarakat, mulai dari pertanian regeneratif, ekosistem pariwisata hijau, hingga budidaya ikan di lahan pascatambang.
Selama satu tahun ke depan, para changemakers akan fokus membangun fondasi agar berbagai inovasi ini tumbuh secara mandiri bersama masyarakat.