Ketua Cyber Army, M Adhiya Muzakki (MAM), resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Adhiya Muzakki menjadi tersangka dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice (OOJ) terkait beberapa perkara korupsi besar.
Adhiya Muzakki diduga terlibat dalam upaya merintangi pengusutan kasuskasus korupsi yang sedang ditangani Jampidsus Kejagung.
Selain Adhiya Muzakki, ada tiga orang yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka yakni Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar (TB), Advokat Marcella Santoso (MS), dan Junaidi Saibih (JS), yang diduga berkolaborasi untuk merintangi penyidikan, penuntutan, hingga persidangan sejumlah perkara korupsi.
Kasus yang diduga dirintangi oleh para tersangka meliputi korupsi ekspor crude palm oil (CPO), tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk, dan importasi gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong.
Mereka diduga mencoba menggagalkan upaya penuntutan dengan menciptakan citra negatif terhadap penanganan kasus yang dilakukan Kejagung.
Dirangkum Tribunnews.com, berikut faktafakta M Adhiya Muzakki menjadi tersangka dalam kasus perintangan penyidikan:
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengatakan penyidik telah mendapatkan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Adhiya Muzakki sebagai tersangka.
"Penyidik telah mengumpulkan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan satu tersangka, adapun yang bersangkutan berinisial MAM selaku Ketua Cyber Army," ungkapnya di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Rabu (7/5/2025).
Adhiya Muzakki diduga menerima bayaran sebesar Rp864,5 juta dari advokat Marcella Santoso untuk menyebarkan narasi negatif yang menyudutkan Kejagung melalui media sosial.
Adhiya bersama tiga tersangka lainnya disebut bermufakat membuat dan menyebarkan konten negatif terkait penanganan perkara oleh Kejagung.
"Jumlah total uang yang diterima oleh MAM dari MS sebanyak Rp864.500.000," kata Qohar.
Adhiya membentuk tim bernama Cyber Army yang terdiri dari sekitar 150 anggota, yang dibagi menjadi lima kelompok bernama Mustafa I hingga Mustafa V.
Qohar menyebut, setiap anggota tim menerima bayaran sekitar Rp1,5 juta untuk memberikan komentar negatif terhadap berita dan konten yang dibuat oleh tersangka lainnya.
"Tersangka MAM atas permintaan tersangka MS bersepakat untuk membuat Tim Cyber Army dan membagi tim tersebut menjadi 5, yaitu Tim Mustafa I, Tim Mustafa II, Tim Mustafa III, Tim Mustafa IV, dan Tim Mustafa V yang berjumlah sekitar 150 orang buzzer," jelasnya.
Abdul Qohar menyampaikan, dana untuk operasi ini bersumber dari MS, yang mengalir ke MAM sebesar Rp864,5 juta.
Uang tersebut dikirim secara bertahap melalui staf keuangan dan kurir dari kantor hukum AALF.
Penyidik juga mengungkapkan, Adhiya Muzakki sempat merusak barang bukti untuk menghilangkan jejak keterlibatannya.
Adapun barang bukti yang dihilangkan yakni ponsel berisi komunikasi strategis antara MAM dan dua tersangka lain.
“Bahwa selain daripada itu tersangka MAM juga merusak, menghilangkan barang bukti berupa handphone yang berisi percakapanpercakapan dengan tersangka MS dan tersangka JS terkait isi video konten negatif baik berupa TikTok, Instagram, maupun Twitter," terang Abdul Qohar.
Atas perbuatannya, Adhiya disangkakan melanggar Pasal 21 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP.
Saat ini, Adhiya Muzakki ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.