SURYA.CO.ID - Kasus mafia tanah yang dialami Mbah Tupon, pria lanjut usia (lansia), juga dialami seorang warga di Bantul, Yogyakarta.

Bryan Manov Qrisna Huri (35), warga Padukuhan Jadan, Kalurahan Tamantirto, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, baru mengetahui hal tersebut ketika hendak mendapat warisan dari ibunya, Endang Kusumawati.

Kasus bermula pada Agustus 2023 lalu.

Endang meminta bantuan pria bernama Triono, untuk mengurus sertifikat tanah.

"Sertifikat ini diserahkan kepada Pak Triono sekitar Agustus 2023. Terus, beliau membuatkan surat keterangan pecah turun waris dan sudah kami tanda tangani."

"Semua sudah kami percayakan kepada Pak Triono," katanya saat ditemui di rumahnya di Padukuhan Jadan, Jumat (2/5/2025), dikutip SURYA.CO.ID dari TribunJogja, Selasa (6/5/2025).

Setelah itu, pihaknya mendapat informasi dari Triono bahwa akan kedatangan pihak ATR/BPN Bantul untuk melakukan survei atau pengukuran pecah tanah sekitar dua atau tiga minggu lagi.

Di mana, luas tanah milik orangtua Bryan sejumlah 2.275 meter persegi. 

"Atas permintaan ibu saya, dari luasan tanah itu, akan dibagi dua untuk saya dengan adik saya. Tapi, setelah itu sampai sekarang kok tidak ada perkembangan, tidak ada pihak BPN yang ke sini, tidak ada yang ngukur tanah, dan informasi lain mengenai pecah sertifikat tanah ini," ungkap dia.

Akan tetapi, sekitar November 2024, ia dikejutkan dengan kedatangan pihak BRI Sleman.

Pihak bank BRI Sleman tersebut menyampaikan bahwa sertifikat milik orangtua Bryan sudah berbalik nama menjadi Muhammad Achmadi. 

"Dan tujuan BRI Sleman ke sini itu mau tagih agunan, tapi besaran agunan berapa saya enggak tahu."

"Dari situ kan kami berspekulasi bahwa sertifikat kami sudah balik nama menjadi Muhammad Achmadi dan sertifikat yang udah jadi atas nama itu dimasukkan ke BRI Sleman buat pinjaman," beber dia.

Bryan sekeluarga mengaku sangat terkejut.

Sebab, pihaknya tidak melakukan tanda tangan jual beli tanah dan tidak ada pihak notaris yang datang ke rumah orangtua Bryan atau pengesahan akte jual beli tanah dengan notaris.

Padahal, apabila terjadi proses jual beli tanah, setidaknya ada pihak notaris yang terlibat.

"Ibu itu memang hanya minta tolong ke Pak Triono untuk pecah tanah."

"Karena, itu kan wasiat dari almarhum bapak saya. Bapak saya kan enggak ada pada tahun 2022. Jadi, ibu minta tolong tanah dibagi kepada dua anaknya," tutur Bryan. 

Bryan turut membeberkan bahwa pada tahun 2024 tidak menerima tagihan pembayaran PBB milik orangtuanya.

Padahal, pada tahun sebelumnya masih membayar PBB.

"Saya langsung konfirmasi ke pihak pengurus tanah tadi, Pak Triono. Katanya, kalau dalam tahap pengurusan tanah, memang PBB-nya tidak keluar."

"Karena itu semua masih dalam proses sama ATR/BPN. Dan saya tidak paham soal mengurus tanah, jadi ya ikut alurnya Pak Triono," urainya.

Rasa kecurigaan Bryan terhadap proses pengurusan tanah yang dilakukan oleh Triono pun semakin mencuat ketika pihak dukuh setempat datang mengantarkan SPPT PBB baru atas nama Muhammad Achmadi. 

Kasus Mbah Tupon

Sementara kasus Mbah Tupon terjadi pada 2020 lalu.

Saat Mbah Tupon hendak menjual sebagian tanah miliknya, yaitu 298 meter persegi dari total 2.100 meter persegi.

Pembeli berinisial BR ingin membeli tanah milik Mbah Tupon seluas 298 meter persegi.

Pada momen itu, Mbah Tupon juga menghibahkan sebagian tanahnya untuk jalan seluas 90 meter persegi.

Setelah itu, dia menghibahkan tanah seluas 54 meter persegi untuk gudang RT. 

"Terus dipecah sertifikatnya, untuk jalan itu sudah jadi sertifikatnya," kata anak pertama Mbah Tupon, Heri Setiawan (31), Sabtu (26/4/2025), dikutip SURYA.CO.ID dari Kompas.com.

BR kemudian menanyakan sertifikat dan berinisiatif untuk memecah sertifikat pada sisa tanah seluas 1.655 meter persegi menjadi 4 sertifikat.

Empat sertifikat tanah itu rencananya akan atas nama Mbah Tupon dan anak-anaknya sebanyak tiga orang. 

"Bapak masih ada uang (piutang) di BR sekitar Rp 35 juta, itu untuk memecah. 'Mbah kowe isih nduwe duit sak mene piye nek sertifikat dipecah dinggo anak-anakmu ben enteng' (Mbah, kamu masih punya uang sekian, bagaimana kalau untuk pecah sertifikat untuk anak-anakmu supaya enteng)," kata Heri menirukan ucapan BR. 

Saat itu, Mbah Tupon menjual tanah dengan harga Rp 1 juta per meter, lokasinya berada di belakang rumah Mbah Tupon.

"Sertifikat jadi 4, buat bapak sama anak-anaknya," kata dia. 

BR menawarkan memecah sertifikat menjadi 4 itu sekitar tahun 2021 setelah proses jual beli dengan ayahnya.

"Bapak sering nanyain ke BR, sudah jadi atau belum (sertifikat)," katanya.

Yang terjadi justru sertifikat milik Mbah Tupon dibalik nama dengan inisial IF dan diagunkan ke bank senilai Rp 1,5 miliar. 

Sertifikat Berubah Nama

Heri mengaku tak kenal sama sekali dengan IF dan tidak pernah bertemu sebelumnya. 

Ia baru mengetahui sertifikat diatasnamakan orang lain dan diagunkan ke bank pada Maret tahun 2024 lalu.

"Bank ngabari ke sini, atas nama IF dari awal pinjam belum sempat mengangsur sama sekali. Sekitar 4 bulan setelah pencairan bank ke sini," katanya. 

"Di bank itu sertifikatnya masih utuh, tapi sudah dibalik nama. Bank bawa fotokopian sertifikat," ujarnya.

Lanjut Heri, pihak bank memberitahukan bahwa tanah yang diagunkan atas nama IF itu sudah masuk lelang tahap pertama. 

"Bank ke sini itu sudah lelangan pertama. Kemarin itu Jumat (25/4/2025) bank ke sini kasih tahu seminggu lagi ada seperti ukur ulang," katanya.

Mengetahui hal itu, pihak keluarga lalu mendatangi BR untuk menanyakan duduk perkara.

"Dia bilang 'ini yang nakal notarisnya, besok saya urus'. Lalu BR menyuruh tangan kanannya (inisial TR) mengajak lapor ke Polda (DIY)," kata dia. 

Tak Ada Survei Bank

Heri menjelaskan, pihak bank tak pernah melakukan survei ketika sertifikatnya diagunkan ke bank.

Selama proses jual beli, Mbah Tupon diminta tanda tangan dua kali oleh calo penghubung BR.

"Disuruh tanda tangan pertama di daerah Janti, terus yang kedua di Krapyak. Bapak kurang tahu tanda tangan dokumen apa, soalnya bapak enggak bisa baca dan tidak dibacakan," kata dia.

Saat itu, lanjut Heri, ayahnya hanya didampingi oleh ibunya dan tidak didampingi oleh anak-anaknya. 

Tak hanya itu, tanda tangan ketiga dilakukan di rumah Mbah Tupon namun lagi-lagi tidak didampingi oleh anak-anaknya.

Saat itu, tanda tangan ketiga dibubuhkan dengan alasan untuk urusan memecah sertifikat.

Setelah tanda tangan, Mbah Tupon kembali dimintai uang sebesar Rp 5 juta oleh TR, perantara BR.

"Sudah menanyakan ke BR, waktu itu BR ngomong 'wah nek saiki rung duwe duit, nek kowe ono cukupono sikik' (kalau sekarang belum ada uang, kalau kamu ada cukupi dulu)," kata Heri menirukan BR.

Kasus ini lalu dilaporkan ke Polda DIY pada April 2025. Heri diminta penyidik untuk melaporkan semua orang yang terlibat.

"Kata penyidik itu sudah mafia, laporkan TR, BR, TRY, AR, dan IF," katanya. 

Saat diwawancarai awak media, Mbah Tupon harus didampingi anaknya karena pendengarannya sudah berkurang.

Mbah Tupon mengatakan sedih saat bank datang ke rumahnya untuk melelang tanah miliknya.

"Sedih, susah to, bingung pikirannya. Seperti enggak biasanya," katanya. 

"Saya itu enggak bisa baca, enggak bisa nulis, buta huruf. Yang penting sertifikat kembali ke saya," kata Mbah Tupon.

Saat dikonfirmasi, Kabid Humas Polda DIY Kombes Pol Ihsan mengatakan dirinya akan menanyakan kasus ini ke penyidik terleboh dahulu.

"Mohon waktu ya, saya tanyakan ke penyidik (kasus Mbah Tupon)," kata dia.

Klik di sini untuk untuk bergabung 

Baca Lebih Lanjut
Lanjutan Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon di Bantul: Calon Tersangka Segera Terungkap
Timesindonesia
Dugaan Mafia Tanah Dilaporkan ke Polda DIY, Warga Tamantirto Bantul Rugi Rp9,1 Miliar
Timesindonesia
Penipu Mbah Tupon Juga Kibuli Warga Lain, Polda DIY Usut Kasusnya
Detik
Dugaan Mafia Tanah di Tamantirto Bantul, Nama Triono 1 dan 2 Kembali Mencuat
Timesindonesia
Kasus Mbah Tupon di Bantul, PPAT Anhar Rusli Bantah Terlibat Dugaan Mafia Tanah
Timesindonesia
Polda DIY akan periksa Lima Terlapor Kasus Tanah Mbah Tupon Pekan Depan
Timesindonesia
PNM Hentikan Proses Lelang SHM Mbah Tupon di Bantul, Tawarkan Bantuan Hukum
Timesindonesia
Cerita Bryan Soal Tanah Warisan Senilai Rp 9 M Diagunkan Mafia Tanah Bantul
KumparanNEWS
Sosok Bryan Korban Mafia Tanah di Bantul: Relawan Ambulans Gratis
KumparanNEWS
Tim Advokasi Hukum Sebut Ada Indikasi Kuat Bryan Jadi Korban Mafia Tanah di Bantul
Timesindonesia