TRIBUNJATIM.COM - Seorang guru SMP mengalami apes lantaran dilaporkan oleh wali murid.
Guru SMP tersebut adalah Pak Hisar Pangaribuan.
Guru SMP N 2 Tapian Dolok, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara itu dilaporkan atas dugaan pemukulan terhadap siswi.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Kepala sekolah merasa tidak terima dengan laporan dan kondisi tersebut, pasalnya menurut pihak sekolah, Hisar Pangaribuan berada dalam kondisi melerai keributan antara kedua siswi.
Seorang guru di SMP N 2 Tapian Dolok, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Hisar Pangaribuan dilaporkan orangtua siswa ke polisi atas dugaan pemukulan siswi kelas VII inisial PH (13).
Pihak sekolah meminta kasus ini diselesaikan secara internal sekolah, antara guru dan orang tua siswa, bukan menempuh jalur hukum.
Hisar mengatakan, peristiwa itu bermula saat PH dan temannya RH (13) terlibat perkelahian di ruang kelas saat jam kebersihan pada Sabtu, 19 April 2025.
Melihat kejadian itu, Hisar datang untuk melerai perkelahian lalu menemui PH untuk menenangkan emosinya.
“Saya datang karena mendengar ada keributan dan tidak ada memukul. Tapi menutup mulutnya karena dia sempat mengeluarkan kata-kata kasar, dan mungkin karena dia masih emosi karena temannya,” kata Hisar kepada wartawan di ruang guru, SMPN 2 Tapian Dolok, Jalan Kamboja, Kelurahan Sinaksak, Selasa (6/5/2025), seperti dilansir TribunJatim.com dari Kompas.com, Rabu (7/5/2025).
Usai kejadian itu, keluarga PH bersama Hisar didampingi rekannya guru sempat bertemu di Pos Polisi Purbasari Sinaksak.
Namun pertemuan itu tidak menemui solusi.
Belakangan ia tidak konsentrasi karena menghadapi laporan polisi.
Pihak sekolah kemudian mendamaikan perkelahian kedua siswi tersebut dan mengundang orangtua siswa ke sekolah.
Sementara orangtua PH tidak menghadiri undangan tersebut.
“Saya sempat masuk rumah sakit memikirkan masalah ini, jadi nggak ngajar di sekolah,” kata Hisar.
Kepala SMPN 2 Tapian Dolok, Rosita Damanik, mengaku para siswa dan guru di sekolah merasa terganggu atas kehadiran pihak lain yang mengganggu proses belajar mengajar.
“Terganggu konsentrasi belajar mengajar karena masalah ini. Siswa pun takut melihat orang-orang datang kemari,” kata Rosita.
Pasca peristiwa itu, ia telah memanggil Hisar untuk meminta klarifikasi.
Ia juga menanyakan sejumlah siswa yang menyaksikan peristiwa itu.
Rosita menilai tindakan Hisar Pangaribuan masih wajar.
Pihak sekolah, sambung Rosita, telah melaporkan secara lisan masalah ini ke Korwil UPTD Dinas Pendidikan.
Rosita berharap kasus di ruang lingkup sekolah diselesaikan secara internal, bukan laporan polisi.
“Saya menilai tindakan beliau (Guru Hisar) masih wajar. Kalau guru yang salah, kami juga tindak. Kami ingin siswa berbudi pekerti baik. Saya juga sampaikan itu pada saat upacara. Tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan di sekolah ini,” ucapnya.
Ditemui terpisah, ayah PH (13) Roresky Harahap mengaku telah membuat laporan polisi seminggu setelah dugaan pemukulan itu, dengan surat tanda terima No. B/167/IV/2025 Polres Simalungun.
Kata Roresky, polisi telah turun melakukan olah TKP di lokasi kejadian, namun ia dilarang masuk oleh pihak sekolah karena dituduh bikin keributan.
Alasannya memutuskan membuat laporan polisi karena penyelesaian masalah dari pihak sekolah terkesan lambat.
Ia juga menyesalkan perbuatan guru terhadap putrinya.
Menurutnya, Hisar telah mengaku menampar anaknya.
“Pas pulang sekolah anakku nangis di rumah. Kutanya kenapa menangis, dia bilang ditampar guru di sekolah. Coba lah, gimana perasaan kita, kalau anak perempuan kita ditampar,” kata Harahap.
Menurutnya, undangan pertemuan dari pihak sekolah tidak menyangkut konflik antara siswa dan guru.
Untuk itu, ia berharap pihak sekolah, khususnya Hisar Pangaribuan, datang meminta maaf.
“Sejak kejadian itu, dia (guru) nggak pernah nanya kepada anakku apa yang sakit. Sudah kubilang sama gurunya, ‘Pak, jangan anggar uang, Pak. Datang aja ke rumah minta maaf, selesai,’” kata Roresky.