TRIBUNJAKARTA.COM - Seorang senior diduga melecehkan adik kelasnya berinisial C di Tangerang Selatan sejak bulan Oktober 2024 lalu.

Ibu korban, D (37) mengungkapkan kecurigaannya saat mengambil rapor anaknya.

Kini, keluarga korban telah melaporkan dugaan pelecehan seksual itu ke Polres Tangerang Selatan.

Laporan itu teregistrasi dengan nomor TBL/B/954/V/2025/SPKT/PolresTangerangSelatan/PoldaMetroJaya.

Kasus dugaan pelecehan seksual itu viral di media sosial. C saat ini tengah duduk di bangku kelas 10.

Sedangkan terduga pelaku duduk dibangku kelas 12 berinisial S.

"Untuk kejadiannya sebenarnya sudah lama, dari Oktober November 2024. Dan saya tidak tahu sama sekali, anak saya mendapatkan perlakuan pelecehan, berserta temannya dan yang lainnya," kata D di Polres Tangerang Selatan, Serpong, dikutip Rabu (7/5/2025).

D mengungkapkan kecurigaan dugaan pelecehan seksual itu saat mengambil rapor anaknya.

Ia kaget saat nilai pelajaran anaknya turun drastis tidak seperti biasanya. D lalu melaporkan hal itu kepada suaminya yang langsung menegur anak mereka. 

Namun, anaknya saat itu masih belum mau mengaku. “Dari pagi sampai jam 11 malam, kami desak terus. Karena kami sudah merasa ada yang tidak beres. Apalagi beberapa hari ini, dia cuma mengurung diri di kamar, padahal biasanya aktif baca buku,” lanjutnya.

Setelah didesak, korban akhirnya mengaku bahwa dirinya mengalami pelecehan dari seniornya di sekolah.

D mencoba menghubungi pihak sekolah, namun merasa kecewa karena tidak ada informasi yang diberikan sejak awal.

“Tidak ada satu pun pihak sekolah yang menghubungi saya sebagai orang tua. Akhirnya hari Senin saya inisiatif datang ke sekolah. Saya telepon wali kelas, tapi dia cuma bilang tugasnya mendampingi korban,” kata D.

Pihaknya kemudian meminta pertemuan resmi dengan pihak sekolah, termasuk kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru BK, dan wali kelas. Pertemuan telah digelar, namun orang tua korban masih menunggu tindakan nyata.

“Sampai sekarang, sudah satu minggu lebih, kami belum dihubungi lagi. Kami masih menunggu keputusan dari sekolah,” tegas D.

Kini, D menyuarakan harapannya agar ada kejelasan sikap dari pelaku maupun pihak sekolah.

“Saya dari awal sebenarnya hanya ingin bertemu dengan pelaku atau orang tuanya, untuk mengetahui apakah ada iktikad baik, apakah ada pengakuan,” ujar D.

"Namun hingga saat ini tidak ada satu pun upaya dari pihak mereka. Karena itu, kami memutuskan untuk melaporkan kejadian ini," imbuhnya.

D menegaskan bahwa laporan ini bukan hanya demi keadilan bagi anaknya, tetapi juga demi perlindungan bagi siswa lainnya.

“Kami tidak ingin kejadian seperti ini terulang lagi, kepada siapapun. Anak saya masih bersekolah di sana, dan saya khawatir, baik anak-anak perempuan maupun laki-laki, bisa menjadi korban ancaman atau pelecehan jika tidak ada tindakan tegas," kata D.

Ia pun berharap agar pihak sekolah, aparat penegak hukum, dan seluruh pemangku kepentingan terkait segera mengambil langkah serius dan terbuka demi menciptakan lingkungan sekolah yang aman bagi seluruh siswa.

Sementara itu kuasa hukum korban, Abdul Hamim Jauzie mengunkapkan laporan ke polisi mengacu pada dua dasar hukum utama, yakni Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

“Pertama, ini kami laporkan dengan Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak. Tapi juga ada Pasal 6 dari Undang-Undang TPKS. Ancaman tertinggi ada di perlindungan anak, pidananya bisa sampai 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar,” ujar Hamim.

Saat laporan, pihaknya menyerahkan sejumlah barang bukti yang memperkuat dugaan, antara lain keterangan langsung dari korban serta tangkapan layar (screenshot) percakapan WhatsApp antara korban dan pelaku.

“Dari percakapan itu tergambar jelas bagaimana pelaku memaksa korban untuk mengirimkan foto dan video. Untuk kejadian terakhir di bulan April, korban bahkan mencari gambar dari internet karena tidak mau mengirimkan foto dirinya sendiri,” kata Hamim.

Lebih lanjut, Hamim menyebut pelaku sempat mengirimkan foto alat kelaminnya yang diakui sebagai miliknya kepada korban.

Kekinian, pihak keluarga berharap kepolisian dapat segera menindaklanjuti kasus ini mengingat korban masih di bawah umur. 

Tak sampai disitu, pihaknya juga menyoroti dugaan kelalaian dari pihak sekolah.

“Ini korbannya anak-anak. Kami harap proses penyidikan bisa berjalan cepat, termasuk pemeriksaan ke sekolah. Diduga sekolah tidak memiliki Satgas Pencegahan Kekerasan, padahal itu wajib. Kalau tidak dibentuk, bisa kena sanksi, bahkan sampai pencabutan izin operasional,” pungkasnya. (TribunTangerang/TribunBanten)

Baca Lebih Lanjut
Polisi Tangkap Adik di Pamulang yang Bunuh Kakak Diduga gegara Warisan
Detik
Momen Ngeri Abang di Tangsel Ditikam Adik gegara Warisan, Ada Teriakan 'Jangan'
Detik
Panduan SPMB SMA Jogja 2025 Telah Dirilis! Cek Informasi Lengkapnya di Sini
Detik
Kelulusan Siswa SMA/SMK di Jateng Diumumkan Daring, Diimbau Tak Adakan Wisuda
Detik
Gagal Menyalip, Pemotor Tewas Tertabrak Truk Boks di Tangsel
Detik
Kunci Jawaban Bahasa Inggris Kelas 10 SMA Halaman 178 Kurikulum Merdeka Bagian Grammar Review Task 3
Rahmadhani
Biadab! Pria di Kaur Perkosa Anak Kandung Selama 3 Tahun hingga Melahirkan
Hery Supandi
Pria Bunuh Balita di Tangerang gegara Hubungan dengan Ibu Korban Tak Direstui
Detik
121 Siswa PAUD hingga SMA di PALI Sumsel Keracunan Diduga Usai Santap MBG
Detik
IRT di Kupang Ditemukan Tewas Tergantung, Diduga Korban Pembunuhan
Detik