TRIBUNJATENG.COM, BLITAR – Kasus pencabulan anak terjadi di Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Kakak beradik yang masing-masing berusia 13 tahun dan 11 tahun dan merupakan siswi sebuah sekolah dasar menjadi korban kekerasan seksual dari kakek buyutnya sendiri, yakni pria 74 tahun berinisial PK.
Tindakan keji itu telah terjadi sejak dua tahun lalu.
Korban yang masih anak-anak baru berani mencari pertolongan pada Februari 2025 dengan cara menuliskan pesan melalui secarik kertas kepada guru mereka.
Kapolres Blitar AKBP Arif Fazlurrahman mengatakan bahwa kedua korban selama dua tahun terus menutupi perbuatan keji kakek buyut kepada mereka karena takut.
“Lalu pada 10 Februari 2025 lalu, salah satu korban, yakni sang kakak, mengadu ke guru perempuannya melalui pesan tertulis pada secarik kertas.
‘Mbah Mun’ dalam pesan tertulis itu merujuk pada PK, kakek buyut kedua korban.
Menerima surat tersebut, kata Arif, sang guru pun memanggil korban dan memintanya untuk menceritakan apa yang terjadi.
Selanjutnya, sang guru menyampaikan apa yang diceritakan oleh korban kepada ibu korban.
Namun, lanjutnya, ibu korban tidak segera melaporkan masalah itu kepada pihak kepolisian dengan alasan takut.
“Pelaku dikenal berwatak keras meskipun sudah lanjut usia sehingga korban merasa takut untuk melaporkan ke polisi,” ujarnya.
Tindak pencabulan ataupun perkosaan itu dilakukan oleh PK setiap kali kedua korban dititipkan oleh ibunya di rumah pelaku.
Meski demikian, keberanian ibu korban akhirnya muncul setelah merasakan penderitaan yang dialami kedua anak perempuannya serta memikirkan masa depan mereka.
Akhirnya, pada hari Selasa, 22 April 2025, ibu korban memberanikan diri melapor ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) pada Satreskrim Polres Blitar.
“Kami bertindak cepat dengan melakukan penangkapan terhadap pelaku di rumahnya di wilayah Kecamatan Gandusari pada 23 April 2025 lalu,” ujarnya.
Melalui interogasi yang dilakukan penyidik Unit PPA, kata Arif, PK pun mengakui perbuatan bejat yang ia lakukan terhadap dua cicitnya sendiri itu.
Menurut Arif, tindakan pidana kekerasan seksual berupa pemerkosaan terhadap korban telah dilakukan sejak Januari 2023.
Perkosaan terakhir, lanjutnya, dilakukan PK kepada dua cicitnya itu masing-masing pada 5 dan 6 Februari 2025, atau sehari sebelum salah satu korban melapor ke guru sekolahnya melalui pesan tertulis.
“Setiap kali hendak melakukan pencabulan ataupun perkosaan terhadap korban, pelaku mengiming-imingi korban dengan uang mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 50.000,” ujarnya.
Kasus tersebut, kata Arif, tidak segera terungkap karena korban dan keluarga korban merasa takut pada pelaku.
Atas perbuatannya, PK dijerat dengan Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara paling lama 15 tahun. (*)
Perkosaan terakhir, lanjutnya, dilakukan PK kepada dua cicitnya itu masing-masing pada 5 dan 6 Februari 2025, atau sehari sebelum salah satu korban melapor ke guru sekolahnya melalui pesan tertulis.
“Setiap kali hendak melakukan pencabulan ataupun perkosaan terhadap korban, pelaku mengiming-imingi korban dengan uang mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 50.000,” ujarnya.
Kasus tersebut, kata Arif, tidak segera terungkap karena korban dan keluarga korban merasa takut pada pelaku.
Atas perbuatannya, PK dijerat dengan Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara paling lama 15 tahun. (*)