TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Kota Solo, Jawa Tengah, memiliki banyak pasar tradisional yang masih eksis sampai sekarang.
Salah satunya adalah Pasar Nongko yang terletak di Kelurahan Mangkubumen, Kota Surakarta.
Lokasi pasar ini juga berdekatan dengan stasiun Balapan.
Pasar Nongko sebetulnya dahulu bernama asli Pasar Turisari karena lokasinya di daerah Turisari.
Tetapi, lebih populer disebut Pasar Nongko oleh warga Solo, karena berdasarkan sejarahnya pasar ini dahulu merupakan tempat transit dan jual beli buah nangka.
Asal-usul Pasar Nongko
Dahulu kala, sebelum menjadi kawasan padat aktivitas niaga seperti sekarang, area Pasar Nongko adalah rawa-rawa yang dikelilingi kebun lebat.
Pohon nangka tumbuh subur di sana, menjadi bagian dari lanskap alami yang mendominasi wilayah tersebut.
Pasar Nongko berkembang sekitar paruh terakhir abad XI, khususnya setelah dibangunnya jalan kereta api dan Stasiun Balapan sekitar tahun 1870.
Perubahan drastis mulai terjadi pada dekade 1980-an, ketika masyarakat sekitar memanfaatkan lahan tersebut untuk berdagang.
Letaknya yang strategis di dekat jalur perlintasan kereta api menjadikan Pasar Nongko cepat berkembang menjadi pusat aktivitas ekonomi lokal.
Awalnya, para pedagang memang banyak menjual buah nangka—sehingga muncullah nama "Nongko", yang dalam bahasa Jawa berarti nangka.
Namun seiring berjalannya waktu, komoditas yang dijual semakin beragam.
Tak hanya buah-buahan, namun juga sembako dan jajanan pasar mulai mendominasi lapak-lapak yang tersebar.
Uniknya, transformasi besar terjadi ketika sebagian pedagang mulai menjual bunga dan tanaman hias.
Hanung mengisahkan bahwa pada masa kakeknya, bunga hanya dijajakan sebagai usaha sampingan.
Tapi kini, tanaman hias justru menjadi identitas utama dari Pasar Nongko.
Dari rawa yang dipenuhi pohon nangka, hingga kini dikenal sebagai pusat tanaman hias di Kota Surakarta, Pasar Nongko adalah bukti bahwa tempat dan fungsi bisa terus berubah mengikuti arus zaman.
(*)