Belakangan ini, warga Bekasi dihebohkan dengan kemunculan aplikasi World App, yang menjanjikan imbalan finansial hingga Rp 800 ribu hanya dengan memindai iris mata.
Antrean panjang terlihat di lokasi seperti Narogong, Bekasi Timur, dan Bojong Rawalumbu, dengan warga dari berbagai kalangan, mulai dari remaja hingga lansia, berbondong-bondong mencоbа aplikasi ini.
Namun, apa sebenarnya World App, dan mengapa aplikasi ini begitu viral sekaligus kontroversial?
Dilansir dari situs resminya, World App adalah aplikasi resmi dari proyek Worldcoin, sebuah inisiatif global yang digagas oleh Sam Altman, pendiri OpenAI (pencipta ChatGPT). Aplikasi ini dirancang oleh Tools for Humanity sebagai dompet digital untuk mengelola mata uang kripto, menyimpan World ID (identitas digital), dan mengakses ekosistem World Network.
World ID sendiri merupakan semacam "paspor digital" yang memungkinkan pengguna mengakses layanan daring terdesentralisasi, seperti aplikasi kripto (dApps) dan situs web, dengan verifikasi bahwa mereka adalah manusia asli, bukan bot atau AI.
Untuk mendapatkan World ID, pengguna harus memindai iris mata menggunakan perangkat khusus bernama Orb, yang tersedia di lokasi tertentu, seperti ruko di dekat Stasiun Bekasi atau Suvarna Sutera, Tangerang.
Setelah verifikasi, pengguna menerima World ID dan, dalam beberapa kasus, token Worldcoin (WLD) yang dapat ditukar menjadi uang atau disimpan di dompet digital aplikasi.
![]() |
Daya tarik utama World App di Bekasi adalah imbalan finansial yang ditawarkan.
Namun, token WLD bersifat opsional dan bukan tujuan utama aplikasi. Worldcoin menekankan bahwa misi mereka adalah inklusi keuangan, memberikan akses kepada masyarakat yang belum terjangkau sistem keuangan tradisional, serta meningkatkan kontrol atas data pribadi melalui teknologi blockchain.
![]() |
Meski menarik banyak perhatian, World App juga menuai kontroversi, terutama terkait keamanan data biometrik.
Kode enkripsi yang dihasilkan dari pemindaian disimpan di database untuk mencegah verifikasi ganda, tetapi banyak warga tetap skeptis. "Takut datanya disalahgunakan," ungkap seorang pengguna di media sosial.
Pengamat keamanan siber Vaksincom Alfons Tanujaya mengingatkan untuk tidak mudah memberikan data biometrik kepada pihak ketiga.
"Iya, kalau foto iris itu benar bahaya dan jangan pernah disebarkan atau diberikan tanpa kita ketahui keamanan pengelolanya. Contohnya sekarang ada world.id yang diinisiasi Sam Altman yang tujuannya baik untuk membedakan manusia dengan bot dan bisa sangat banyak membantu misalnya war tiket bot tidak bisa ikut, mencegah akun bodong," ujarnya saat dihubungi detikINET.
Pun begitu Alfon justru mendukung platform tersebut. Sebab, dibanding risikonya, manfaat world.id dirasa Alfons lebih banyak.
"Tapi resikonya kalau ada satu badan yang mengelola data ini dan mereka jahat atau datanya bocor itu akan berbahaya. Itu yang dikhawatirkan. Saya sudah mengikuti proses scan iris ini dan menurut pengamatan saya prosesnya cukup transparan," ucapnya.
Sejauh ini, Alfons menilai pengelolaan data dan pengamanannya sudah mengikuti standar sekuriti. Soal organisasi pengelola data beritikad buruk, tentu tetap ada risikonya. Akan tetapi dengan adanya pengawasan dari banyak lembaga harusnya eksploitasi ini akan mudah terdeteksi.
Selain itu, layanan Worldcoin di Indonesia ternyata belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dan tidak memiliki Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE), sebagaimana diwajibkan oleh regulasi.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) bahkan telah memblokir layanan Worldcoin menyusul laporan aktivitas mencurigakan. Operasional di Bekasi dijalankan oleh PT Terang Bulan Abadi (TBA) dan PT Sandina Abadi Nusantara (SAN), tetapi izin PSE terdaftar atas nama PT SAN, bukan TBA, menambah ketidakjelasan status legal aplikasi ini.
Beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, juga telah mengeluarkan peringatan terkait World App karena masalah privasi dan regulasi data. Di Indonesia, ramainya antrean, yang didominasi driver ojek online dan warga dengan iming-iming uang, memunculkan dugaan bahwa aplikasi ini menargetkan negara berkembang untuk mengumpulkan data biometrik.