Kasus dugaan suap hakim putusan lepas perkara korupsi Crued Palm Oil (CPO) menjerat dua advokat.

Mereka, yakni Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri, telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Terkait hal itu, Ketua Dewan Kehormatan Daerah DKI Jakarta Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Rivai Kusumanegara menyoroti, hal tersebut merupakan imbas banyaknya organisasi advokat di Indonesia yang membuat proses pengawasan dan penindakan berlangsung tidak efektif.

"Persoalan saat ini hemat saya bukan pada rekruitmennya (advokat), tapi pada kelembagaan organisasi advokatnya," kata Rivai, saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (23/4/2025).

"Dimana dengan banyaknya organisasi advokat mengakibatkan pengawasan dan penindakan tidak berjalan efektif," tambahnya.

Misalnya, ia menjelaskan, advokat yang sudah menjadi anggota di organisasi advokat tertentu bisa pindah ke organisasi advokat yang lainnya manakala yang bersangkutan menghadapi pengawasan atapun penindakan.

"Solusinya, organisasi advokat perlu disatukan agar kuat. Sehingga pengawasan dan penindakannya berwibawa serta efektif," jelasnya.

Apalagi, lanjut Rivai, ke depannya RUU Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP) akan memperbesar kewenangan advokat.

"Agar kewenangan tersebut tidak disalahgunakan maka perlu kelembagaan organisasi advokat yang kuat dan berwibawa," kata Rivai.

Ia kemudian mengungkapkan alasan munculnya sejumlah organisasi advokat baru, yang salah satunya disebabkan karena standar tinggi dalam proses rekruitmen advokat yang dilakukan organisasi tertentu.

Rivai mengklaim, Peradi pimpinan Otto Hasibuan merupakan salah satu organisasi advokat yang memiliki tahap rekruitmen yang ketat.

Selain mensyaratkan skoring tinggi, menurutnya, soalsoal dalam tes rekruitmen advokat juga selalu diperbaharui, diacak, dan tanpa KKN.

Namun, ia mengungkapkan, standar rekruitmen yang tinggi tersebut malah menyebabkan munculnya organisasi advokat baru lainnya.

"Garagara standar rekruitmen yang tinggi juga menyebabkan munculnya organisasi advokat baru untuk mengakomodir orangorang yang tidak lolos di kami," ucapnya.

Sementara itu, katanya, kalaupun proses rekruitmen advokat perlu diperkuat, ia menyarankan, agar diadakan tes psikologi untuk melihat karakter dan kepribadian seseorang yang hendak menggeluti profesi advokat.

Seperti diketahui, dalam perkara vonis lepas CPO, sebelumnya Kejagung telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka.

Para tersangka itu yakni Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang saat itu menjabat Wakil Ketua Pengadilan Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, tiga majelis hakim Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin serta panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan.

Selanjutnya dua advokat yakni Marcella Santoso dan Ariyanto Bakrie serta Head of Social Security Legal PT Wilmar Group Muhammad Syafei.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan awalnya tersangka Wahyu Gunawan yang saat itu sebagai Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat bertemu dengan pengacara terdakwa yang kini juga tersangka kasus suap yakni Ariyanto.

Dalam pertemuan itu, Wahyu mengancam putusan perkara ini bisa dihukum maksimal bahkan lebih jika tidak memberikan uang.

"Di mana pada saat itu Wahyu Gunawan menyampaikan agar perkara minyak goreng harus diurus jika tidak putusannya bisa maksimal bahkan melebihi tuntutan jaksa penuntut umum," kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

"Dalam pertemuan tersebut Wahyu Gunawan juga menyampaikan agar Ariyanto yang dalam hal ini selaku penasihat korporasi untuk menyiapkan biaya pengurusannya," sambungnya.

Atas permintaan itu, Ariyanto pun menghubungi rekannya, Marcella Santoso. Selanjurnya, Marcella bertemu Muhammad Syafei atau MSY yang merupakan tim Legal PT Wilmar Group sebagai terdakwa korporasi.

Pertemuan itu dilakukan di sebuah rumah makan yakni Daun Muda Soulfood by Peresthu Wolter Monginsidi, Jakarta Selatan untuk membahas permintaan tersebut. Namun, Syafei berdalih sudah ada yang mengurus.

"Sekitar 2 minggu kemudian, AR dihubungi oleh WG. Pada saat itu WG menyampaikan kembali agar perkara ini segera diurus. Setelah mendapat info tersebut kemudian AR menyampaikan kembali kepada MS. Kemudian MS kembali bertemu lagi dengan MSY di tempat makan Daun Muda, di tempat yang sama dengan pertemuan tadi," tuturnya.

Awalnya, Syafei menyebut perusahaan hanya menyanggupi membayar Rp20 miliar.

Setelahnya, Ariyanto bertemu dengan Wahyu dan Muhamad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat di rumah makan Layar Seafood Sedayu, Kelapa Gading, Jakarta Timur.

"Dalam pertemuan tersebut Muhammad Arif Nuryanta mengatakan bahwa perkara minyak goreng tidak bisa diputus bebas. Ini sebagai permintaan yang pertama tadi kepada WG dan ini jawabannya," tuturnya.

"Tetapi bisa diputus onslagh dan ybs dalam hal ini MAN atau Muhammad Arif Nuryantah meminta agar uang Rp20 miliar itu dikali 3 sehingga jumlahnya total Rp60 miliar," imbuhnya.

Singkat cerita, Syafei menyanggupi permintaan Rp60 miliar tersebut dan uangnya akan diserahkan ke Ariyanto di sebuah parkiran kawasan SCBD, Jakarta Selatan.

Setelahnya, Ariyanto pun mendatangi rumah Wahyu di Cluster Eboni Jalan Eboni 6 Blok AE, Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara dan menyerahkan uang tersebut.

Setelahnya, uang itu diserahkan kepada Arif dan Wahyu mendapat komisi perantara sebesar 50.000 USD.

Kemudian, Arif menunjuk tiga orang majelis hakim untuk menangani perkara tersebut yakni Djuyamto cs.

Ketiga Majelis Hakim ini pun bersepakat untuk membuat perkara tersebut divonis onslag atau lepas setelah menerima uang sebesar Rp22,5 miliar. (*)

 

Baca Lebih Lanjut
Belum Sebulan, Dua Kasus Berbeda Jerat Advokat Marcella
Detik
Pakar Nilai Kasus Suap Vonis Lepas Korupsi Migor Bentuk Pengkhianatan Rakyat
Detik
Kejagung Sita 2 Kapal-3 Mobil Mewah Tersangka Kasus Vonis Lepas Ekspor Migor
Detik
Kasus Suap Vonis Lepas CPO, MAKI: Levelnya Sudah Minta Digoda, Bukan Tidak Tahan Godaan
Tribunnews
Kejagung Ungkap Draf Vonis Lepas Kasus Minyak Goreng Dikoreksi Advokat
Detik
OC Kaligis Jadi Saksi Sidang Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur
Detik
Kasus CPO, Hakim dan Pengacara yang Terbukti Terima Suap Rp 60 M Dinilai Layak Dihukum Seumur Hidup
Tribunnews
Menyusuri Apartemen Mewah di Kuningan Tempat Tinggal Pemberi Suap Rp 60 Miliar untuk Hakim Kasus CPO
Tribunnews
Hakim Agung Soesilo Jadi Saksi Sidang Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur
Detik
Data ICW: 29 Hakim Terima Suap hingga Rp 107 Miliar Sejak 2011
Detik