Gen Z, yang dibesarkan dalam era digital dan platform media sosial, telah mengembangkan cara yang khas untuk menjalin hubungan dan menciptakan komunitas: fandom.
Fandom, yang tidak hanya terbatas pada sekadar hobi—termasuk K-pop, anime, game, dan lainnya—telah menjadi faktor penting dalam pembentukan identitas serta memberikan dukungan emosional kepada para anggotanya.
Dalam artikel ini, kita akan menyelidiki bagaimana fandom berkontribusi pada terbentuknya rasa keterikatan, persahabatan, dan bahkan dukungan mental bagi pemuda yang tergabung dalam komunitas tersebut.

Rasa Memiliki dan Identitas: Lebih dari Sekadar Penggemar

Keanggotaan dalam sebuah fandom memberikan perasaan memiliki yang mendalam. Penggemar tidak sekadar menikmati konten yang ada, tetapi juga aktif terlibat dalam komunitas tersebut. Mereka terlibat dalam diskusi secara daring, menciptakan seni penggemar, menulis fanfiction, serta bahkan menyelenggarakan acara untuk para penggemar. Aktivitas tersebut membangun hubungan yang erat di antara para anggota, menyusun identitas kolektif yang melampaui batasan geografis dan latar belakang. Bagi banyak individu dari Gen Z, identitas dari fandom yang mereka ikuti menjadi bagian penting dalam jati diri mereka, menawarkan perasaan kepuasan dan kebanggaan. Mereka menemukan ruang di mana mereka diterima dan dihargai, tanpa peduli dengan perbedaan lainnya.
Sebagai contoh, penggemar K-pop sering menganggap diri mereka sebagai bagian dari fandom spesifik, seperti ARMY untuk BTS, BLINK untuk BLACKPINK, atau ONCE untuk TWICE. Identitas ini lebih dari sekadar sebuah label; ia mencerminkan nilai-nilai, kepentingan, dan gaya hidup yang mereka miliki bersama anggota fandom lainnya. Mereka merayakan pencapaian idola mereka secara kolektif, serta saling memberikan dukungan saat menghadapi berbagai rintangan.

Persahabatan dan Dukungan Sosial: Teman-Teman yang Memahami

Penggemar BTS, ARMY saat konser BTS di Staples Center, Los Angeles, California. Foto: Drew Angerer/Getty Images
zoom-in-whitePerbesar
Penggemar BTS, ARMY saat konser BTS di Staples Center, Los Angeles, California. Foto: Drew Angerer/Getty Images
Fandom juga berfungsi sebagai wadah bagi Gen Z untuk menjalin persahabatan yang signifikan. Komunitas virtual memberi kesempatan bagi penggemar untuk terhubung dengan individu yang memiliki minat serta nilai yang serupa, tanpa batasan tempat. Mereka dapat bertukar pengalaman, mendiskusikan idola favorit, dan memberikan dukungan satu sama lain dalam rutinitas sehari-hari. Hubungan yang terbentuk dalam fandom sering kali lebih kokoh dibandingkan persahabatan biasa, sebab mereka dibangun atas dasar pemahaman dan empati yang mendalam.
Sebagai contoh dalam fandom game daring, para pemain kerap kali membentuk tim dan bekerja sama untuk meraih tujuan bersama. Proses tersebut menghasilkan ikatan yang solid dan rasa saling percaya di antara anggota kelompok. Mereka memberikan dukungan saat menghadapi tantangan dalam permainan, serta merayakan pencapaian secara kolektif. Persahabatan yang terjalin dalam lingkungan ini sering kali berlanjut ke kehidupan nyata, menciptakan hubungan yang berkelanjutan dan berarti.

Dukungan Kesehatan Mental: Sebuah Jaringan Pengaman

Dalam menghadapi tantangan kehidupan modern, komunitas penggemar berfungsi sebagai lapisan perlindungan emosional bagi banyak individu di kalangan Gen Z. Ruang-ruang daring memberikan tempat yang aman bagi para fan untuk mendiskusikan perasaan dan pengalaman mereka, termasuk isu-isu terkait kesehatan mental. Mereka dapat menemukan empati dan dukungan dari anggota komunitas lainnya yang memahami tantangan yang mereka hadapi. Rasa keterhubungan dan dukungan sosial yang ditawarkan oleh komunitas ini mampu mengurangi perasaan kesepian, kecemasan, dan depresi.
Sebagai contoh, banyak individu yang aktif di fandom memanfaatkan platform digital untuk membagikan pengalaman mereka terkait depresi atau kecemasan, sekaligus mendapatkan dukungan dari sesama anggota komunitas. Mereka menemukan kekuatan dengan menyadari bahwa mereka tidak sendiri dan ada orang lain yang peka dan peduli. Dukungan semacam ini menjadi sangat berarti bagi mereka yang mungkin tidak memiliki akses ke layanan kesehatan mental profesional.
Baca Lebih Lanjut
Hati-Hati, Makanan yang Dikonsumsi Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental
Timesindonesia
HUT ke-4 PARAPUAN, Diskusi Kesehatan Mental di Kartini Kini 2025
Konten Grid
PARAPUAN Mengadakan Talkshow Isu Kesehatan Mental pada Arisan Parapuan 2025
Grid Content Team
Hadir di Indonesia, BrainEye Siap Revolusi Pendeteksian Kesehatan Otak
Cakrawala Gintings
Branding Sosial Jadi Kunci Penguatan Peran Pegiat Sosial: Mahasiswa UPI Tasikmalaya Dukung Papeditas dengan Pendekatan Digital
Timesindonesia
Menkes Soroti Jam Kerja Dokter PPDS Berlebihan, Bisa Ganggu Kesehatan Mental
Detik
Top 10 Duta Pariwisata Jawa Barat 2025 Diva Nurhaliza Sebut Media Sosial Jadi Kunci Promosi Wisata di Era Digital
Timesindonesia
Orang Tua Wajib Pahami Risiko Dunia Digital Sebelum Batasi Anak di Media Sosial
Timesindonesia
Meta Luncurkan Cerdas Digital 2025 untuk Lindungi Remaja Online
Ida Bagus Artha Kusuma
Lemak Trans dan Konsekuensi yang Mungkin Terjadi terhadap Kesehatan
Fauzy Muhammad