Grid.ID- Perselingkuhan kerap dianggap sebagai jalan keluar sementara dari hubungan yang bermasalah. Namun di balik kilau euforia awalnya, realitas yang mengintai jauh lebih suram dan tak bertahan lama.
Meski banyak pelaku perselingkuhan merasa seperti menemukan “pelarian yang sempurna”, faktanya hampir semua hubungan gelap ini berakhir dengan kehancuran emosional yang dalam dan penyesalan berkepanjangan. Selingkuh bukan hanya menciptakan keretakan dalam hubungan utama, tapi juga cenderung gagal menjadi hubungan yang utuh.
Alasannya karena fondasi hubungan dibangun di atas ketidakjujuran, pelarian emosional, dan fantasi semu. Mengutip Kompas.com, Selasa (22/4/2025), perselingkuhan umumnya bisa dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan durasinya.
Yaitu, selingkuh secara terus menerus, perselingkuhan sesaat, dan perselingkuhan jangka panjang. Dari ketiga jenis itu, perselingkuhan terlama rata-rata hanya bertahan 6 bulan sampai 2 tahun, sebelum hancur oleh realitas.
Pada awalnya, perselingkuhan terlihat menggairahkan karena diselimuti oleh misteri, kebaruan, dan pelarian dari rasa jenuh. Pelaku selingkuh merasa didengar dan dimengerti oleh selingkuhannya, seolah orang baru ini memiliki semua kualitas yang tidak dimiliki pasangan resmi.
Tetapi semua itu hanyalah bayangan semu dari kebutuhan emosional yang tak terpenuhi dalam hubungan utama. Seiring waktu, kebosanan kembali datang.
Topik pembicaraan yang awalnya menarik menjadi repetitif, perasaan bersalah mulai merayap, dan sisi lain dari selingkuhan yang sebelumnya tersembunyi mulai muncul ke permukaan. Pelaku perselingkuhan akhirnya menyadari bahwa orang ketiga ini pun memiliki kekurangan yang serupa dengan pasangannya, atau bahkan lebih buruk.
Hal ini dikarenakan pilihan terhadap selingkuhan seringkali didasarkan pada dorongan bawah sadar yang sama dengan saat mereka memilih pasangan. Alhasil, pola hubungan pun terulang.
Di sisi lain, sebagian besar hubungan yang dilandasi perselingkuhan dibangun dalam situasi artifisial—saling bertemu dalam waktu terbatas, dalam suasana terbaik, dan jauh dari tekanan hidup nyata. Dalam konteks ini, semua orang tampil dalam versi terbaiknya.
Mereka menahan keluhan, menyingkirkan konflik, dan menjaga atmosfer tetap menyenangkan. Namun, begitu hubungan ini mulai bersinggungan dengan rutinitas dan masalah dunia nyata, seperti tekanan ekonomi, komitmen keluarga, atau tuntutan emosional, sisi asli masing-masing akan muncul. Banyak pasangan selingkuh yang akhirnya sadar bahwa mereka sama-sama tidak siap menghadapi tantangan bersama.
Secara biologis pun, tubuh manusia tidak mendukung keberlangsungan perselingkuhan dalam jangka panjang. Mengutip Psychology Today, hormon cinta seperti oksitosin dan dopamin yang memuncak di awal hubungan akan menurun drastis dalam waktu 9 hingga 18 bulan.
Ketika hormon ini mereda, intensitas hubungan juga ikut meredup. Hasrat mulai berkurang, dan hubungan yang semula terasa penuh gairah berubah menjadi datar dan membosankan. Ini menjadi pemicu utama hancurnya perselingkuhan, terutama yang dibangun atas dasar ketertarikan fisik semata.
Selain itu, perselingkuhan sangat rentan dengan konflik emosional yang belum terselesaikan. Dalam banyak kasus, pelaku selingkuh sebenarnya tidak benar-benar mengenal selingkuhannya secara mendalam.
Mereka hanya melihat bayangan ideal dari orang yang mereka harapkan, bukan realitas yang sebenarnya. Ketika akhirnya hidup harus dihadapi bersama secara utuh, masalah lama kembali muncul dan hubungan mulai goyah. Ditambah dengan kenyataan pahit seperti rasa bersalah terhadap anak, tekanan hukum, atau bahkan drama perceraian, hubungan selingkuh pun makin sulit dipertahankan.
Pada akhirnya, selingkuh bukanlah solusi abadi, melainkan pengalih perhatian sementara dari masalah utama yang tidak pernah benar-benar diselesaikan. Perselingkuhan hanyalah jalan pintas yang dipenuhi jebakan emosional dan konsekuensi psikologis yang berat.
Kalaupun hubungan gelap itu memberi pelajaran, maka pelajaran itu adalah cermin keras yang mengungkapkan ketidakdewasaan, pola coping yang salah, dan kebutuhan untuk memahami diri sendiri lebih baik. Maka, tak heran jika banyak hubungan hasil dari selingkuh justru berakhir lebih cepat daripada perkiraan. Ini membuktikan bahwa perselingkuhan, seberapa pun indahnya di awal, tidak akan bertahan lama.