Penanganan pasien sempat terhenti sehari yakni pada Rabu 3 Desember 2025 akibat stok obat habis...

Banda Aceh (ANTARA) - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Datu Beru Takengon, Kabupaten Aceh Tengah tetap melayani pasien dengan penanganan khusus seperti pasien cuci darah, walau stok obat terbatas pascabencana alam.


"Penanganan pasien sempat terhenti sehari yakni pada Rabu 3 Desember 2025 akibat stok obat habis, sudah kita layani lagi," kata Perawat Ahli Cuci Darah RSUD Datu Beru, Diana Fitri, di Takengon, Minggu.

Dirinya menjelaskan, pasien cuci darah tergolong dalam kategori pasien yang membutuhkan penanganan khusus dan rutin untuk tindakan hemodialisa (HD) atau cuci darah.


Menurutnya, jika pasien tidak mendapatkan tindakan medis tersebut dalam waktu tertentu maka pasien bisa mengalami kondisi serius.



"Pasien bisa sesak nafas, bisa bengkak badannya, gelisah, bahkan bisa kejang," ujarnya.






Perawat ahli ini menyebutkan, dalam sehari pihaknya harus melakukan 30 tindakan cuci darah untuk 30 pasien di rumah sakit tersebut.


Sedangkan total pasien cuci darah yang ditangani di rumah sakit tersebut saat ini mencapai 90 pasien. "Setiap hari kita melakukan 30 tindakan," katanya.


Ia menjelaskan, tindakan medis kembali bisa dilakukan setelah adanya bantuan obat-obatan langsung dari Kemenkes RI setelah Pemkab Aceh Tengah bergerak cepat melaporkan kondisi terkait.


Sementara itu, Bupati Aceh Tengah, Haili Yoga menyampaikan, sejumlah pasien cuci darah sempat mendatangi pendopo bupati pada Rabu (3/12) untuk melaporkan kondisi kritis yang mereka alami.


"Setelah kami hubungi Pak Menteri langsung merespon. Obat-obatan dan peralatan cuci darah langsung dikirim dan tiba di Aceh Tengah. Ini kami sangat berterimakasih," kata Haili Yoga.






Disisi lain, Direktur RSUD Datu Beru Takengon, Gusnarwin mengatakan, saat ini stok obat-obatan di rumah sakit tersebut secara keseluruhan masih mencukupi untuk sementara waktu setelah adanya kiriman bantuan dari Kemenkes RI.



Namun, kata dia kondisi rumah sakit di masa darurat bencana ini tetap belum bisa berkinerja maksimal. Masalahnya, banyak staf rumah sakit yang domisilinya jauh.


"Kalau tidak ada BBM kan kendaraan mereka tidak bisa jalan. Makanya kita sekarang hanya bisa memaksimalkan staf-staf yang tinggalnya dekat dengan rumah sakit. Mereka bisa jalan kaki atau naik sepeda," demikian Gusnarwin.